Kecewa. Mungkin itu yang kini dirasakan ribuan tenaga kesehatan (nakes) di Kabupaten Bogor. Hingga kini, bonus atau biaya insentif selama menangani pasien Covid-19 yang dijanjikan pemerintah belum juga cair. Mereka yang digadang-gadang menjadi garda terakhir melawan virus corona itu hanya bisa gigit jari. Di Kabupaten Bogor, total tenaga medis yang dilibatkan dalam penanganan Covid-19 kurang lebih sekitar 4.200 orang, baik yang bertugas di rumah sakit maupun puskesmas. Mereka hingga kini belum mendapatkan bonusnya. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor dr Kusnadi mengatakan, dari 4.200 tenaga medis tersebut terdiri dari 2.282 tenaga medis yang bertugas di rumah sakit. ”Tugas di 30 rumah sakit yang ada di Kabupaten Bogor. Mulai dari dokter, perawat, dokter gigi dan paramedis,” katanya. Sedangkan untuk nakes yang bertugas selain di rumah sakit, sambungnya, jumlahnya berkisar antara 1.918 orang di 101 tingkat pelayanan puskesmas. Yang terdiri dari dokter sebanyak 204 orang, perawat 420 orang, dokter gigi 65 orang, analis laboratorium 31 orang, apoteker 27 orang, petugas gizi, sanitarian 32 orang dan bidan 894 orang. ”Itu untuk nakes non-rumah sakit, yang di tingkat pelayanan PKM. Itu semua, baik medis, yakni dokter dan dokter gigi. Sisanya paramedis,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Bupati Bogor Ade Yasin menyebut hingga kini bantuan insentif bagi para tenaga medis yang membantu penanganan Covid-19, yang berasal dari pemerintah pusat, belum juga turun. Dengan kategori penerima sesuai Permenkes. ”Itu ada yang dari pusat. Kalau itu memang belum turun. Kan mungkin dengar dari Kemenkes di sana juga belum. Kita belum nerima dan belum turun. Kalau penerima, ya sesuai acuan Permenkes,” kata Ade Yasin. Meski begitu, pihaknya mengaku mengalokasikan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bogor untuk bidang kesehatan. Salah satunya bagi tenaga medis penanganan Covid-19 di Bumi Tegar Beriman. Namun, hal itu tergantung pada penyaluran bantuan dari pemerintah pusat. Sebab, ia tidak ingin ada dobel anggaran. ”APBD ada. Ya kalau di sana (pemerintah pusat, red) nggak turun, baru kita anggarkan. Takutnya dobel. Itu pun lihat kemampuan keuangan kita. Kalau nggak ada segitu, mungkin akan sedikit dikurangi. Dengan keputusan bupati. Tapi yang jelas kita nunggu dulu dari kementerian, karena nggak boleh dobel. Kita nunggu itu,” ucap AY, sapaan karibnya. Ia menyebut mereka yang mendapatkan bantuan merupakan tenaga yang bersentuhan langsung dengan pasien Covid-19. Tak aneh, persoalan data di daerah menjadi kendala karena bolak-balik revisi data jumlah penerima. Apalagi nama-nama yang tidak berhubungan langusng pun bakal dicoret. ”Data itu beberapa kali dikembalikan lagi, kembalikan lagi. Karena banyak. Jadi yang nggak berhubungan langsung, ya dicoret. Itu harus ketat dan sesuai kategorisasi. Mereka yang bersentuhan langsung dengan pasien Covid-19,” tegas AY. Diketahui, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mengalokasikan anggaran sebelum perubahan sebanyak Rp477 miliar untuk penanganan tanggap bencana Covid-19 dan bencana alam di Kabupaten Bogor. Dari jumlah itu, Rp191 miliar di antaranya dianggarkan untuk bidang kesehatan, yang dibagi untuk beberapa sektor. Yakni insentif dokter, perawat dan tenaga medis lainnya yang menangani Covid-19, pembelian alat kesehatan seperti Alat Pelindung Diri (APD), ventilator, kebutuhan ruang isolasi hingga peralatan lain untuk menghadapi Covid-19. Terakhir, untuk pembangunan rumah sakit darurat. Terpisah, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil memastikan pihaknya sudah menyediakan dana Rp26 miliar untuk insentif nakes yang menangani pandemi virus corona. Namun, ia menyebut proses penyalurannya tak dapat mendahului pemerintah pusat. Yang jelas, ia ingin penyaluran insentif nakes tepat sasaran. ”Ya kita sudah siapkan Rp26 miliar. Tapi poinnya kan kita tidak bisa mendahului pusat supaya alokasinya sesuai dan tepat sasaran dengan hierarki,” kata Ridwan Kamil. Pria yang akrab disapa Emil itu mengaku geregetan lantaran proses pemberian insentif untuk nakes dari pemerintah pusat tak kunjung kelar. “Tapi kalau dana mah sudah ada. Makanya kemarin saya geregetan juga kan, karena pusatnya belum klir. Kami juga agak repot. Kalau dana mah sudah (ada, red) Rp26 miliar,” ujarnya. Di sisi lain, di tengah belum cairnya insentif nakes yang menangani pasien Covid-19, masih banyak tenaga medis yang bertugas membantu penanganan Covid-19 di Bumi Tegar Beriman tidak masuk penerima bonus insentif. Seperti yang diutarakan drg R, yang sehari-harinya bertugas di salah satu puskesmas di Leuwiliang. Ia mengaku hingga kini belum mendapatkan insentif tenaga medis corona. Malahan, pendataan baru dilakukan pada pekan lalu lantaran di-deadline Senin (29/6) lalu. ”Kabupaten mah belum. Belum sebagai pokja, sebagai dokter, semua puskesmas belum kecipratan apa-apa. Baru Senin kemarin Dinkes (Dinas Kesehatan, red) mengoordinasi persyaratan buat ke Provinsi Jabar. Nanti mungkin di sana diolah dulu sebelum ke (pemerintah, red) pusat. Nggak tahu kapan turunnya,” katanya. Untuk besaran jumlah bantuannya, sambung R, memang sudah tertera pada Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes), sesuai kriteria nakes yang berkisar antara Rp5-15 juta per orang. Meski begitu, memang tidak semua profesi tenaga medis mendapatkan insentif. Padahal jam kerja para tenaga medis dalam penanganan Covid-19 sesuai jam kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). ”Tapi harus siap saat ada keadaan darurat,” ujarnya. Secara pribadi, ia menyayangkan hanya empat profesi tenaga medis yang mendapatkan insentif sesuai Permenkes. Padahal, dalam satu puskesmas bisa 30-50 orang yang bekerja. ”Yang dapat insentif cuma empat profesi. Surveilance, dokter, bidan, analis. Tapi yang kerja se-puskesmas,” ucapnya. Karena itu, ia menyebut ada kesepakatan dan kebijakan dari kepala puskesmas agar ketika nanti ada pencairan akan dibagi-bagi lagi, tidak hanya untuk empat profesi yang dijatah. ”Kan yang dapat cuma empat itu. Jadi paling dibagi lagi. Yang diajukan empat sampai lima orang. Kisaran Rp5 juta per orang. Dibagi kenyataannya buat 40 staf puskesmas. Itu mah kesepakatan dan kebijakan kapus. Soalnya yang kerja bukan empat orang saja. Jadi penginnya semua kena, bisa dianggarkan,” harapnya. (ryn/d/rez/run)