Sungguh mulia perbuatan yang dilakukan Novi Nurtipratiwi (43). Warga Desa Sukamantri, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Cianjur, itu dengan ikhlas memberikan wifi secara cuma-cuma kepada tetangganya. Itu dilakukan agar mereka masih bisa tetap sekolah dengan mengikuti belajar secara daring. Sekadar diketahui, pandemi Covid-19 mengharuskan pemerintah mengambil sejumlah kebijakan, di antaranya mengharuskan para siswa melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dari rumah dengan sistem daring. Namun KBM dengan sistem daring itu justru menimbulkan persoalan bagi siswa yang tidak memiliki fasilitas alat komunikasi dan akses internet yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran dengan jarak jauh atau dari rumah. Seperti yang dirasakan sejumlah siswa TK dan SD di Desa Sukamantri. Mereka harus rela menumpang belajar di rumah tetangganya yang memiliki fasilitas akses internet. Setiap hari, belasan siswa belajar bersama di rumah salah seorang warga yang memiliki fasilitas wifi. Salah satunya Mahesa (5) yang selalu datang setiap pagi bersama sang nenek, Nurhasanah (53). Dari belasan pelajar yang datang untuk belajar, Mahesa menjadi siswa yang berasal dari sekolah paling jauh. ”Sekolahnya jauh, cucu saya ini baru masuk sekolah. Pernah beberapa kali belajar di sekolah, tapi akhirnya ditiadakan. Setelah semuanya daring, jujur kondisinya jadi berat,” kata Nurhasanah. Nurhasanah mengungkapkan, selama ini ia memberanikan diri untuk mengajak cucunya menumpang belajar di rumah tetangga. Pasalnya, ia tidak memiliki ponsel ataupun jaringan internet untuk membantu cucunya belajar. Apabila tidak dipaksakan, ia khawatir cucunya akan ketinggalan pelajaran di masa sekolah pertamanya itu. Beruntung, pemilik rumah sangat terbuka dan banyak membantu sehingga sekolah daring cucunya tidak menemui kendala berarti. Apalagi pemilik rumah diketahui secara sukarela mendaftarkan nomor ponselnya untuk bergabung dengan grup WhatsApp sekolah Mahesa agar mempermudah komunikasi. ”Jadi nanti saya cari tahu dan kirim tugas Mahesa pakai nomor itu (pemilik rumah, red). Begitu saja caranya setiap hari,” ucapnya. Walaupun bergantung pada tetangga, Nurhasanah merasa sangat terbantu di tengah kondisi saat ini. Terlebih, belum ada sama sekali kunjungan dari pihak sekolah untuk melihat langsung kondisi siswa selama proses belajar jarak jauh. Selain itu, belum ada informasi lebih lanjut, berapa lama lagi belajar daring akan terus berlangsung. Sebagai salah satu orang tua siswa, Nurhasanah mengaku terbebani dengan sistem yang harus diterapkan karena ia termasuk kurang mampu untuk memenuhi tuntutan belajar di tengah pandemi saat ini. Sementara itu, pemilik rumah, Novi Nurtipratiwi, mengaku tidak merasa terbebani ataupun terganggu dengan kunjungan belasan siswa yang belajar di rumahnya. Ia malah merasa senang dan bersyukur karena bisa berbagi kepada mereka yang membutuhkan. ”Ini biar menjadi sedekah saja, ibadah. Karena melihat kondisi sekitar, banyak yang kurang mampu untuk bisa memenuhi keperluan belajar daring. (Mereka, red) Mau beli kuota saja tarik-tarikan sama uang jajan anak,” kata Novi. Novi menceritakan tidak sedikit orang tua yang pernah memberikan uang kepada Novi sebagai biaya penggantian kuota wifi. Namun, Novi langsung menolak dan meminta agar uang tersebut lebih baik diberikan kepada anak-anak. Novi menambahkan, apa yang dilakukannya bersama sang suami dan anak itu tidak lain merupakan bentuk kepedulian atas kondisi yang terjadi. Selagi keluarganya bisa membantu karena mereka memiliki yang dibutuhkan para siswa, Novi dan keluarga dengan senang hati melakukannya. ”Bahkan kalau memang tidak bisa datang ke rumah, saya yang mendatangi rumah tetangga. Atau saya cegat mereka yang butuh bantuan kuota,” pungkas Novi. (su/rez/ run)