METROPOLITAN - Seorang pemuka agama di Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, positif Covid-19. Hal itu mengakibatkan sebanyak 21 orang yang melakukan kontak erat dengan sang ustadz harus menjalani swab test untuk penelusuran potensi penyebaran. Lurah Menteng, Siswanto, membenarkan adanya hal tersebut. Kejadian itu bermula saat tokoh agama di Kelurahan Menteng mengalami sakit, dengan gejala serupa Covid-19. Bahkan yang bersangkutan sempat dirawat di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM). ”Awalnya sakit dan sempat dirawat juga di RSMM. Karena ada gejala seperti Covid-19, makanya dilakukan rapid test dan swab antara 3 atau 4 Agustus kemarin. Hasilnya ternyata positif, makanya langsung dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor,” katanya kepada Metropolitan.id, kemarin. Hingga kini pihak kelurahan bersama puskesmas dan Tim Detektif Covid-19 masih melakukan tracking terkait potensi penyebaran dan asal muasal terpaparnya tokoh agama tersebut. ”Bersama puskesmas kelurahan, tim deteksi dini dan RW Siaga Covid-19 kita fokus lakukan tracing. Dan pada Rabu (5/8) kemarin, 21 orang yang kontak erat dengan beliau langsung dilakukan swab test di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, termasuk pihak keluarga yang bersangkutan,” bebernya. Pihaknya mengaku belum bisa memastikan dari mana tokoh agama itu tertular. Pemerintah wilayah bersama tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Bogor pun hingga kini terus melakukan tracking. Sebab, yang bersangkutan kerap mengisi sejumlah kegiatan keagamaan. ”Kita sampai saat ini masih terus melakukan tracking. Karena yang bersangkutan cukup banyak melakukan kegiatan keagamaan, seperti khotbah Jumat di kawasan Menteng dan Ciwaringin,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Ketua Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bogor, Dedie Rachim, menjelaskan adanya penularan terhadap salah seorang tokoh agama menandakan bahwa penyebaran Covid-19 masih terjadi di Kota Bogor. ”Ini tidak memandang bulu, mau siapa pun. Jadi saya imbau kepada masyarakat agar tetap menjalankan protokol kesehatan di tengah pelonggaran PSBB ini,” katanya. Dedie juga meminta Tim Deteksi Covid-19 wilayah untuk melakukan pemetaan dibantu tim surveilance dari puskesmas untuk betul-betul dapat mendata jamaah dengan yang bersangkutan. Pria yang juga wakil wali kota Bogor itu meminta masyarakat senantiasa menerapkan protokol kesehatan di setiap aktivitas. ”Aktivis keagamaan, sosial, kemasyarakatan dan aktivitas lainnya harus menerapkan protokol kesehatan,” pintanya. Pihaknya juga meminta seluruh elemen lapisan masyarakat senantiasa menerapkan protokol kesehatan selama vaksin Covid-19 belum ditemukan. Pihaknya juga akan terus berusaha melacak sumber penularan dan siapa saja yang berisiko tertular. ”Kami juga meminta kepada semuanya, baik tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan orang-orang dengan mobilitas tinggi untuk senantiasa menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas. Karena belum ada vaksinnya, jadi saya minta semuanya mencegah dan meminimalisasi pengeluaran dengan protokol kesehatan,” tegasnya. Di sisi lain, di balik peningkatan kasus positif Covid-19 di Kota Bogor, ada fakta mengejutkan. Pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI) memprediksi puncak penularan Covid-19 di Kota Hujan baru akan terjadi pada Agustus 2021. Warga Bogor pun diminta lebih waspada dan menaati protokol kesehatan. Hal itu diungkapkan Dedie A Rachim setelah menerima presentasi dari tim ahli epidemiologi UI, yang dipimpin Tri Yunis Miko Wahyono di Balai Kota Bogor, kemarin. Dalam pemaparannya, Dedie menyebut terjadi lonjakan kasus positif di Kota Bogor setelah diterapkannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) keempat. “(PSBB, red) Kelimanya itu kan pra-AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru, red) satu. Saat itu kan ada pelonggaran-pelonggaran. Terbukti ada risiko penularan. Jadi meningkat,” kata Dedie. Kedua, sambungnya, bisa jadi peningkatan jumlah itu juga dipengaruhi banyaknya tes swab masif yang dilakukan di Kota Bogor untuk mendeteksi penyebaran Covid-19. Ia menjelaskan awalnya tes swab dilakukan saat ada kasus positif saja, namun kini Pemkot Bogor lebih proaktif menggelar tes di beberapa tempat yang berpotensi penularan. Seperti stasiun hingga terminal. “Ketiga, ahli bilang kalau puncak pandemi itu belum terjadi sekarang. Dengan kondisi ini, prediksi puncak pandemi Covid-19 itu baru di Agustus 2021. Kalau epidemiologi Jawa Barat kan bilangnya Januari 2021. Ada berbagai saran yang diberikan, salah satunya segala upaya harus dilakukan,” ujar Dedie. Dedie menjelaskan segala upaya yang dimaksud harus dilihat dari dua sisi, sebab pemkot juga ‘dipaksa’ menggenjot pemulihan di sektor ekonomi. Di satu sisi, pemulihan ekonomi dilakukan dengan berbagai pelonggaran, namun pelonggaran itu rupanya berdampak terhadap kenaikan jumlah kasus. “Makanya ada Inpres hari ini kan tentang pengenaan sanksi pelanggaran protokol Covid-19. Kurang lebih sama dengan Pergub 60 Tahun 2020, kurang lebih sama dengan Perwali Nomor 64 Tahun 2020 tentang sanksi pelanggar protokol Covid-19,” papar Dedie. Tujuannya agar ketika ada pelonggaran dengan protokol Covid-19 demi menggenjot ekonomi, harus juga dibarengi adanya sanksi bagi yang tidak mematuhi aturan dalam pelonggaran itu. Sementara itu, Ahli Epidemiologi UI Tri Yunis Miko Wahyono mengingatkan Gugus Tugas Covid-19 Kota Bogor agar mengawasi pasien positif corona yang karantina mandiri di rumah dengan protokol kesehatan yang ketat. Pasalnya, jika tidak diawasi dengan baik bisa menjadi klaster penularan baru. “Berdasarkan data 3 Agustus 2020 di Kota Bogor, ada 46 orang yang dirawat di rumah sakit dan 40 orang karantina mandiri. Jadi yang dikarantina mandiri ini harus benar-benar diawasi, harus diam di rumah. Kalau mereka butuh bantuan, beri bantuan,” katanya. Ia mengaku kaget berdasarkan data penyebaran klaster di Kota Bogor per 10 Maret-3 Agustus, klaster luar Kota Bogor jumlahnya tertinggi dibandingkan klaster lain. Yakni 111 orang atau 36,88 persen. “Dari data klaster luar kota, ternyata yang ke luar kota menggunakan kendaraan pribadi ada 80 persen. Harus dievaluasi lagi, sebetulnya penularannya di mana. Jika Kota Bogor akan menerapkan AKB, seharusnya jumlah yang dikarantina saat ini bisa diisolasi dengan baik. Baik yang di rumah sakit maupun mandiri,” tuntas Miko. (dil/ogi/c/ryn/rez/run)