Prihatin. Satu kata untuk menggambarkan kondisi anak-anak pengungsi di Sukajaya, Kabupaten Bogor, imbas bencana alam yang melanda pada awal 2020. Di tengah peringatan Hari Kemerdekaan ke-75 Indonesia, Pelajar Bogor masih merasakan kesulitan mengenyam pendidikan yang layak. SEPERTI yang dirasakan salah satu siswi kelas X SMK Negeri 1 Lebak Gedong, Ira Wijayanti. Setelah mereka mengalami bencana alam yang terjadi awal 2020 hingga pandemi Covid-19 yang menyusul setelahnya, mereka masih merasa kesulitan terhadap akses menuju sekolah. Ira pun lantas mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang berada di Istana Negara agar segera malakukan perbaikan akses jalan yang rusak sangat parah, jembatan-jembatan yang putus dan kondisi perekonomian yang semakin berkurang. ”Surat ini ditujukan kepada Bapak Presiden dan pemerintah. Saya mau mengeluh. Dari akses jalan yang rusak sangat parah, jembatan-jembatan yang putus, dan kondisi perekonomian yang semakin berkurang,” kata Ira. Selama menjabat presiden, ungkap Ira, Joko Widodo selalu berada di Istana Negara Bogor. Dan jarak Istana menuju lokasi tersebut tidak jauh dan masih satu wilayah atau bisa dikatakan tak jauh dari Kabupaten Bogor. Sebelum menulis surat itu, Ira menceritakan banyak hal. Dari setiap hari ia jalani menuju sekolahnya yang berlokasi di daerah tetangga, Banten. Pilihannya bersekolah di sana bukan tanpa sebab. Ia yang baru duduk di bangku SMK itu kemudian beralasan, akses menuju pusat Sukajaya luar biasa tantangannya. Kadang butuh waktu berjam-jam untuk mencapainya. Ira tinggal di bagian ujung Kecamatan Sukajaya yang berbatasan dengan Banten. Yakni di Kampung Ciear, Desa Cileuksa. Kampung Ciear merupakan satu dari tiga kampung terisolasi hingga sekarang. Dua kampung lainnya, yakni Kampung Ciparempeng dan Cijairin, masyarakat di sini sering menyebutnya dengan Kampung 3C. Dari kantor Desa Cileuksa, tepatnya di Kampung Cileuksa Utara, butuh waktu hampir dua jam berjalan kaki untuk sampai. Dengan kendaraan roda dua, bisa meminimalisasi sekitar satu jam, jika jalurnya sedang bagus. Jika hujan deras, apalagi seharian, jangan harap bisa jalan dengan tenang. Belum lagi banyak titik-titik yang masih rawan longsor. Begitupun satu-satunya akses terdekat menuju tiga kampung itu kondisinya mengkhawatirkan. Yakni di Jembatan Ciparempeng, yang mengalir di bawahnya Sungai Ciberang. Lantas hal itu yang membuat Ira tak mau mengambil risiko. “Kondisi akses menuju sekolah juga jadi sangat terbengkalai. Mulai dari jalan, jembatan dan yang lainnya. Mungkin ini hanya sedikit curhatan saya yang bisa disampaikan ke Bapak (Presiden, red) dalam kertas putih ini,” kata Ira sambil tersenyum. Menanggapi hal itu, Kepala Desa Cileuksa Ujang Ruchyadi, atau biasa disebut Apih, memandang sebagai pemerintah desa atau masyarakat itu adalah bentuk keluhan dari mereka. Termasuk curhatan mereka dengan kondisi kebencanaan yang terjadi pada 1 Januari 2020 lalu. “Setidaknya warga itu mencurahkan hati dengan keluhan-keluhan tersebut. Intinya sangat positif, karena dengan kondisi sekarang di lapang terkait dengan infrastruktur, sarana pendidikan kesehatan, termasuk perekonomian,” pungkasnya. (ps/rez/run)