Hari Kesehatan Mental Dunia yang jatuh pada 10 Oktober jadi hari berkesan bagi Asep Suhana. Betapa tidak, selama lebih dari sepuluh tahun, Asep bertugas membantu Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan orang telantar di wilayah Bojonggede, Kabupaten Bogor. ASEP merupakan petugas Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) di wilayah Bojonggede. Dalam perjalanannya banyak cerita yang terukir ketika Asep turun ke warga membantu para ODGJ. Bahkan, selama pandemi ini, ada 20 ODGJ yang ditanganinya di wilayah Bojonggede. ”Mereka ODGJ itu kebanyakan telantar dan kita nggak tahu asal-usulnya. Kalau seperti itu, kita koordinasi dengan banyak pihak, dengan puskesmas, bhabinkamtibmas, baninsa. Lalu dibawa ke RS Marzuki Mahdi atau kita bawa ke rumah singgah dulu di BKS (Balai Kesejahteraan Sosial, red) di Citeureup,” katanya kepada Metropolitan.id. Ia menyebut selama ini ODGJ yang ditangani disebabkan karena faktor ekonomi dan putus cinta. Seperti yang terjadi kepada seorang warga Desa Kedungwaringin. Saat itu ia mendapat laporan dari puskesmas bahwa ada salah seorang warga yang menderita gangguan jiwa. ”Ada cewek, dia lulusan S1 dan kerjaannya sudah bagus. Dia depresi karena putus cinta. Jadi awalnya dia sudah mulai lupa kamarnya di mana. Salah masuk kamar mandi, lalu nggak keluar-keluar. Akhirnya gangguan jiwa. Kondisi kayak gitu sudah berjalan lima tahun,” tutur Asep. Ada lagi cerita ketika dirinya menangani remaja berkebutuhan khusus yang dikurung selama 18 tahun di kamar. Ketika itu, remaja tersebut sempat dibawa ke RS Marzuki Mahdi dan kondisinya sempat membaik. ”Jadi bocah itu seperti hiperaktif. Umur sepuluh tahun sudah mulai meresahkan, makanya dikurung oleh keluarga namun kondisinya memprihatinkan. Nahas, pas dia sudah sembuh terus dibolehin keluar, dia malah meninggal tenggelam di danau,” kata Asep. Tak jarang Asep berhadapan dengan ODGJ yang mengamuk dan membawa senjata tajam. Namun dengan tenang, ia bisa mengatasinya. Seperti saat mengevakuasi ODGJ yang mengamuk sambil membawa parang. Agar tak membahayakan, ia sempat memukul parang di tangan ODGJ tersebut hingga terjatuh lalu diamankan ke mobil ambulans. ”Pas di mobil, dia tenang. Cuma pas dicek, ternyata masih ada pisau di celananya. Orang-orang bilang dia memang suka ngarit rumput,” ucapnya. lagi cerita yang cukup membuatnya miris. Yakni ketika menangani orang telantar yang kondisinya sudah memburuk di sebuah desa di Bojonggede. Awalnya ia mendapat kabar dari puskesmas bahwa ada orang telantar yang sudah kritis. ”Saat dikasih tahu orang puskesmas, ternyata dia HIV, dan nggak diurus sama keluarga. Saat Itu saya merasa miris,” terangnya. Meski banyak cerita duka, Asep bangga dengan pekerjaannya sebagai TKSK. Sebab, ia mengaku bisa membantu orang yang belum tentu mau dikerjakan orang lain. Selain itu, jaringan pertemanannya pun menjadi luas seiring berjalannya waktu. Sebab, selama ini ia kerap bersentuhan langsung dengan masyarakat. Selain membantu ODGJ dan orang telantar, Asep juga bertugas mendata orang-orang yang tidak mampu di Kecamatan Bojonggede. Ia bertugas memvalidasi dan verifikasi data warga miskin dan berhak mendapatkan bantuan. Apalagi di tengah pandemi ini, banyak program bantuan dari pemerintah pusat, provinsi hingga daerah yang dilakukan. Sehingga ia bertugas mengawal agar bantuan-bantuan tersebut sampai tepat sasaran kepada orang yang membutuhkan. Ada satu cita-cita Asep yang belum terwujud, yakni ingin membuat rumah singgah bagi ODGJ dan orang-orang telantar. Sebab, selama ini ia kerap kesulitan bila mengurus ODGJ atau orang telantar yang tak jelas asal-usulnya. ”Yang paling mengesankan itu ketika susahnya menangani ODGJ. Apalagi dia telantar. Kita nggak tahu asalnya dari mana, dan bingung mau dibawa ke mana. Kita harus koordinasi dulu, sedangkan kita hanya ada rumah transit BKS di Citeureup. Makanya saya punya cita-cita ingin punya rumah singgah, jadi orang telantar bisa tinggal di situ dulu sebelum dijemput keluarga,” pungkas Asep. (cr3/c/rez/run)