METROPOLITAN - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor resmi memperpanjang aturan Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK) per Rabu (14/10) hingga dua minggu ke depan. Bedanya, beberapa aturan bakal lebih dilonggarkan pada PSBMK kali ini. Di antaranya operasional pelaku usaha, mulai dari toko, rumah makan, restoran, kafe, mal dan usaha sejenis, bisa melayani makan di tempat atau dine-in hingga pukul 21:00 WIB. Pada PSBMK sebelumnya, pelaku usaha hanya bisa melayani makan di tempat hingga pukul 18:00 WIB. Setelah itu, hanya melayani take away atau dibawa pulang. Artinya, saat ini warga Bogor kembali bisa makan atau nongkrong di kafe hingga rumah makan sampai jam sembilan malam, setelah hanya sampai pukul 18:00 WIB di aturan sebelumnya. “Pembatasan operasional toko, pusat perbelanjaan, swalayan dan retail modern, kecuali apotek dan toko obat, boleh buka sampai jam sembilan malam. Sama dengan waktu untuk makan di tempat di restoran, rumah makan dan kafe juga sampai pukul 21:00 WIB. Setelahnya, take away,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya. Dalam kesempatan itu, Bima mengaku dalam PSBMK kali ini pihaknya juga bakal memberi perhatian lebih pada aktivitas perkantoran. Di antaranya aktivitas perkantoran hanya boleh diisi maksimal 50 persen dari total pegawai/daya tampung. Lalu pegawai dengan penyakit penyerta (komorbid, red) disarankan untuk Work From Home (WFH). Paling penting, lanjutnya, seluruh perkantoran harus membuat tim Satgas Covid-19 masing-masing. Sebab, klaster rumah tangga yang masih menjadi ancaman terbesar di Kota Bogor, justru berawal dari penularan dari perkantoran dan luar Kota Bogor. “Klaster keluarga masih menjadi ancaman besar, yang diakibatkan dua faktor. Yakni perkantoran dan luar Kota Bogor. Untuk itu, tiap kantor harus bentuk Satgas Covid-19. Ini berlaku sampai 14 hari sejak dimulai Rabu (14/10) ini,” ucapnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, selama sepekan, terhitung mulai 4 sampai 11 Oktober, klaster keluarga mengalami penambahan 90 pasien atau 49 persen. Sehingga total orang yang terpapar ada 729 orang dari 228 keluarga. Untuk penularannya, 32 persen anggota keluarga yang tidak memiliki riwayat bepergian, 23 persen dari anggota keluarga yang bekerja di Kota Bogor dan 21 persen dari anggota keluarga yang bekerja di luar Kota Bogor. “Ketaatan protokol kesehatan di tempat umum seperti restoran, kafe dan lainnya itu lebih baik dibandingkan perkantoran. Salah satunya sirkulasi udara yang kurang baik dan melupakan protokol kesehatan,” ujarnya. Terpisah, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Bogor, Elia Buntang, mengaku saat ini pihaknya tengah melakukan monitoring kepada seluruh perusahaan yang ada di Kota Bogor. Yakni pengecekan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan dan K3 yang ada di setiap perusahaan di Kota Bogor. “Ekonomi memang harus tetap jalan. Tapi protokol kesehatan ini harus diperketat,” katanya. Berdasarkan catatannya, ada sekitar 1.600 perusahaan se-Kota Bogor yang saat ini sedang dipantau Disnakertrans. Ia pun memberi catatan bahwa salah satu penyebab terjadi penyebaran di perusahaan di antaranya kantin di tempat makan yang kurang baik. “Penularan terjadi di kantin. Kalau bisa, kantinnya itu dijadwal. Misal ada durasi per 15 menit. Lalu kalau bisa, bawa bekal masing-masing. Nggak usah lah kumpul-kumpul di kantin,” tegas Elia. Jika ada perusahaan yang membandel, tambahnya, risiko tentu ditanggung perusahaan masing-masing. Mulai dari terjadinya penularan dan berujung penutupan perusahaan. “Jadi itu sudah mutlak untuk pelaksanaan protokol kesehatan. Kalau nggak mau, ya tanggung sendiri risikonya,” pungkasnya. (dil/b/ryn/rez/run)