Penyebaran Covid-19 di Kota Bogor terhitung masih tinggi. Minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya physical distancing atau jaga jarak jadi salah satu faktor penyebab penyebaran virus corona masih terus terjadi hingga kini. Hal itu pun diakui Wali Kota Bogor Bima Arya. BERDASARKAN hasil survei tentang kepatuhan warga Bogor terhadap protokol kesehatan yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bekerja sama dengan Lapor Covid-19, protokol kesehatan yang paling sulit dilakukan warga Kota Bogor adalah menjaga jarak. Serta hanya sebagian masyarakat yang rajin mencuci tangan. Sedangkan berdasarkan data Satgas Covid-19 sendiri, ada sejumlah titik yang dianggap rawan terjadi penularan Covid-19 dampak minimnya jaga jarak. Di antaranya di pasar tradisional, transportasi massal, perkantoran, rumah, padat penduduk (lingkungan rumah, red) dan tempat bencana. Bahkan, pemerintah lewat Satgas Covid-19 juga saat ini terus menggencarkan kampanye penyuluhan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan dan Menjaga jarak). Kampanye 3M ini terus-menerus disosialisasikan agar masyarakat tidak lupa bahwa penyebaran Covid-19 banyak datang dari pergerakan manusia. Karena itu, pelaksanaan 3M harus dijalankan secara ketat. ”Hasilnya menarik. Ternyata warga paling susah jaga jarak tapi paling sering pakai masker. Nah, di tengah-tengahnya cuci tangan,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya saat menghadiri kampanye nasional dan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia secara daring, kemarin. Namun, Bima tidak merinci lebih detail persentase warga yang tak patuh terhadap protokol kesehatan. Namun, hasil survei yang bekerja sama dengan Lapor Covid-19 itu cukup membuat Bima Arya dan jajarannya khawatir. Sebab, semestinya warga menerapkan protokol kesehatan tidak setengah-setengah demi menghindari penularan Covid-19. Sebab itu, Pemkot Bogor berkomitmen terus gencar menyosialisasikan protokol kesehatan terhadap warganya. “Targetnya 80 persen warga Kota Bogor mematuhi protokol kesehatan,” ujarnya. Menanggapi hal itu, anggota Komisi IV DPRD Kota Bogor Mahpudi Ismail memiliki pandangan lain. Menurutnya, ada faktor lain yang membuat warga Kota Bogor susah menjaga jarak. ”Bukan hanya masalah sadar atau tidak sadar. Tapi ada tuntutan yang dihadapkan warga sehingga ia tak bisa melakukan jaga jarak. Seperti pedagang pasar tradisional misalnya,” katanya kepada Metropolitan, kemarin. Ia juga menyebut tak cukup hanya imbauan ataupun adanya pemberian sanksi karena tak menjalani protokol kesehatan. Lebih daripada itu, yakni pemerintah harus bisa memenuhi kebutuhan warga. ”Kebutuhan mereka penuhi dulu, karena tuntunan di setiap rumah tangga berbeda. Andai diimbangi dengan bansos (bantuan sosial, red) yang rutin disalurkan atau lapangan kerja dengan cara padat karya,”tutupnya. (tib/cr3/c/ rez/run)