Peringatan Hari Santri 2020 yang jatuh pada Kamis (22/10) dipastikan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tak ada perayaan mewah yang bakal dilangsungkan di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Pasalnya, pagebluk corona juga turut mengganggu kegiatan belajar mengajar hingga kondisi keuangan pondok pesantren (ponpes). SEPERTI yang terjadi di Ponpes Hidayatut Thalibin di Kampung Sudimampir, Desa Cimanggis, Kabupaten Bogor. Tak hanya kegiatan para santri yang terganggu, tetapi juga ada sekolah reguler Madrasah Tsanawiyah (MTs) setingkat SMP dan Madrasah Aliyah (MA) setingkat SMA yang merasakan hal sama. Saat pandemi ini, kegiatan belajar mengajar praktis mengalami perubahan. Biasanya sebelum pandemi, kegiatan belajar mengajar dilakukan tatap muka. Namun kini harus dilakukan secara daring. Pimpinan Ponpes Hidayatut Thalibin, Kiai Abdul Hakim, menjelaskan selain sistem pembelajaran yang berpengaruh, pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dari para murid juga tersendat. ”Sebelum Covid-19 memang ada yang tersendat tapi nggak banyak. Saat Covid karena tidak ada tatap muka dan mereka belajar di rumah, akhirnya SPP tertunda,” katanya saat ditemui Metropolitan, Selasa (20/10). Ia menyebut ada sekitar 80 persen lebih siswa yang menunggak SPP. Hal itu dikarenakan banyak orang tua murid yang juga terkena dampak. Abdul pun tak ingin memaksa para murid untuk membayar. Mereka hanya mendata saja berapa jumlah tunggakan siswa. Diketahui, jumlah siswa MTs yang ada sebanyak 53 murid, dan siswa MA 22 orang. Penambahan jumlah siswa per Juni 2020 ini hanya ada 24 siswa. Untuk SPP yang dikenakan kepada murid MTs sekitar Rp58 ribu per bulan, sementara MA Rp98 ribu per bulan. Sementara untuk para santri yang mondok di sana tidak dikenakan biaya. Ada sembilan santri yang menimba ilmu agama di sana. ”Jadi sebenarnya saya ingin menghidupkan kembali santri di sini. Tahun 2001 sampai 2015 kita terima santri, tapi setelah itu kita vakum, dan baru kita buka lagi setelah Idul Fitri 2020 ini,” ungkapnya. Para santri ini berasal dari berbagai daerah, ada yang dari Jakarta, Bekasi, Kabupaten Bogor serta warga sekitar. Untuk operasional para santri, Abdul mengklaim masih aman karena ada bantuan dari donatur. ”Ini kan yayasan, dan pusatnya ada di Jakarta. Jadi ada yang bantu untuk operasionalnya,” tuturnya. Selama menimba ilmu di sana, para santri tidak bisa bebas keluar-masuk pesantren. Tujuannya untuk terhindar dari penyebaran Covid-19. Sebab, wilayah Bojonggede masuk zona merah. Di sisi lain, kondisi pandemi ini juga terdampak kepada para guru. Dalam hal belajar mengajar, beberapa guru menilai metode belajar daring kurang efektif. ”Kalau pakai daring itu terbatas dan banyak kendala. Ada yang punya hp, ada yang nggak. Lalu kuota. Karena kan kita biasa kirim video dan setor video atau voice note. Lalu kalau pakai Google Meet sama Zoom, itu juga menyedot banyak kuota,” ungkap salah seorang guru MA Hidayatut Thalibin, Muin. Selain metode belajar, dampak lain yang dirasakan saat pandemi ini adalah adanya pemotongan gaji. ”Jadi dari transport itu berkurang. Karena kita kan nggak datang ke sekolah. Kira-kira 50 persen lah potongannya. Sudah dua bulan ini. Mungkin karena dari pihak Kemenag (Kementerian Agama, red) juga kan ada pengurangan BOS (Bantuan Operasional Sekolah, red). Sampai kapan pemotongan? Kita belum tahu,” ungkapnya. Karena itu, ia berharap pandemi ini segera berlalu dan kegiatan belajar mengajar di pesantrennya kembali normal. (cr3/d/rez/run)