Senin, 22 Desember 2025

Sehari Bisa 5 Jenazah, Siaga 24 Jam

- Jumat, 11 Desember 2020 | 10:03 WIB

Hamparan tanah merah dan lubang pemakaman menjadi pemandangan sehari-hari yang menghiasi kehidupan Deni Rahmat. Pria 20 tahun itu merupakan seorang petugas pemakaman di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Sudah hampir sepuluh bulan, Deni bersama tujuh rekannya menjadi saksi hidup bagaimana prosesi pemakaman pasien Covid-19 berlangsung di Kota Bogor. PACUL dan tanah merupa­kan benda yang setiap hari menemani keseharian Deni. Dalam sehari, ia bersama rekannya harus menyiapkan satu lubang pemakanan, meng­ingat kedatangan jenazah pasien Covid-19 tidak bisa diperkirakan. Sebab, dalam sehari, ia mengaku pernah memakam­kan lima jenazah sekaligus. ”Kami harus bersiap kalau jenazah datang. Jadi minimal satu lubang harus kita siapkan setiap hari,” kata Deni sambil berdiri di antara lubang-lubang pemakaman yang sudah ia buat. Sejak lulus SMK, Deni langs­ung bekerja di TPU Situ Gede. Langkah ini ia ambil karena sang ayah juga merupakan petugas pemakaman. Hanya saja saat ini ayahnya sudah dipindah ke TPU Blender di Kecamatan Tanahsareal. Pemuda 20 tahun itu pun menceritakan betapa sulitnya melakukan proses pemakaman dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Setiap pemakaman yang dilakukan, ia dan seluruh petugas pema­kaman lainnya harus meng­gunakan pakaian hazmat dan masker untuk meminimali­sasi terjadinya penularan. Keringat yang mengalir ka­rena udara yang tertahan dalam hazmat dan napas yang terbatas karena masker, men­guras tenaganya berkali-kali lipat ketika harus mengubur peti jenazah yang sudah dit­urunkan ke liang lahad. ”Te­naga harus lebih ekstra, ka­rena kan kita engap pakai­Alat Pelindung Diri (APD),” jelas Deni. Belum lagi ketika proses pe­makaman dilakukan pada malam hari. Deni mengung­kapkan pernah memakamkan jenazah pasien Covid-19 pada pukul 02:00 WIB dini hari. Saat itu ia mendapat kabar bahwa akan ada jenazah yang dima­kamkan. Biasanya, kabar itu ia terima 30 menit sebelum ke­datangan jenazah. Ia pun ber­sama rekannya yang lain langs­ung bersiap mengenakan pa­kaian hazmat lengkap me­nanti kedatangan jenazah. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam pun berlalu. Sampai akhirnya waktu menunjukkan pukul 02:00 WIB. Sinar cahaya biru dan merah muncul dari balik sela-sela pepohonan yang memecah kegelapan malam di TPU Situ Gede. Mobil ambulans bersama satu mobil lainnya langsung terparkir di samping lahan yang sudah disiapkan untuk menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi pasien Covid-19 tersebut. Ia bersama tujuh orang lainnya langsung men­ghampiri kendaraan dan mengangkut peti mati. Di atas lubang pemakaman, empat buah bidang balok sudah membentang, mem­bentuk persegi yang saling menyilang. Peti mati berwarna putih pun langsung diletakkan di atas balok tersebut, ber­samaan dengan dibentang­kannya dua tali tambang dari satu sisi ke sisi lainnya melewati bagian bawah peti. Setelah semua siap, secara perlahan peti diangkat, seiring digesernya dua bilah balok yang tadinya menahan peti. Secara perlahan, peti ditu­runkan ke liang lahad seraya para petugas pemakaman melantunkan tahlil. Tak lama, seseorang dengan pakaian hazmat melantunkan azan, dan tanah merah pun menutup peti putih yang be­rada dalam lubang berukuran 2x1 meter itu. ”Kalau pas nu­runin petinya nggak seimbang, bisa jatuh itu. Soalnya kan biasanya berat di bagian ke­pala. Jadi harus hati-hati ka­lau lagi nurunin peti,” ungkap Deni. Teknik memakamkan jena­zah dengan menggunakan peti mati ini baru ia ketahui ketika TPU Situ Gede dijadi­kan tempat pemakaman bagi pasien Covid-19 pada Maret silam. Dengan belum jelasnya ka­pan pandemi Covid-19 ini berakhir, Deni mengaku hanya minta diberi kesehatan dan meminta perlindungan ke­pada Tuhan Yang Maha Esa. ”Ya paling tiap hari berdoa minta diberikan kesehatan, kekuatan dan perlindungan kepada Allah saja,” ujarnya. ”Kita mah di pemakaman kan tahunya bertugas saja. Proto­kol kesehatan kita ikutin. Ka­lau ada apa-apa ya itu sudah menjadi kehendak yang di atas,” ujar Deni. Di sebuah bale yang ter­buat dari beton, dengan lan­tai dari potongan kayu, men­jadi tempat Deni dan rekan-rekannya menanti tugas yang mungkin sulit dilakukan orang lain. (dil/d/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X