METROPOLITAN - Kisah klasik dunia pendidikan kembali terulang. Ijazah yang menjadi sebuah benda permata bagi siswa justru tidak bisa dimiliki masyarakat yang berada di titik nadir kehidupan. Dodi Rachmadi (53), seorang warga Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat, kini hanya bisa gigit jari. Sebab, sang anak yang kini sudah duduk di bangku kelas 12 SMK Bina Sejahtera itu terancam tak lulus sekolah karena tidak bisa mengikuti ujian akhir tanpa ijazah SMP. Penyebabnya, ijazah sang anak masih tertahan di SMP Al Mustarih, sekolah terdahulunya. “Karena ini menjadi persyaratan ujian akhir, saya minta fotokopi ijazah yang dilegalisir ke pihak sekolah. Tapi tidak diberikan karena saya tidak mampu membayar uang penebusan sebesar Rp1,1 juta,” kata Dodi kepada Metropolitan.id, Rabu (16/12). Bekerja sebagai pekerja serabutan, Dodi mengaku hanya memiliki pendapatan sebesar Rp80 ribu per bulan. Meski sudah diberi keringanan, yaitu pihak sekolah mengizinkan Dodi membayar Rp500 ribu agar bisa mendapatkan nomor ijazah sang anak, Dodi mengaku tidak memiliki uang untuk menebusnya. “Saya cuma punya Rp300 ribu. Saya bawa uang itu ke sekolah, tapi tetap harus Rp500 ribu biar bisa dapat nomor ijazah doang. Saya juga bingung sekarang bagaimana, soalnya syarat terakhir dari pihak SMK tanggal 18 Desember harus sudah ada ijazahnya,” ungkap Dodi. Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pendidikan (Wandik) Kota Bogor Deddy Djumiawan mengaku kecewa atas perlakuan sekolah kepada orang tua murid. Sebab, menurut catatannya, SMP Al Mustarih, sekolah yang diduga menahan ijazah siswa yang kini sudah duduk di kelas 12 itu, menjadi salah satu sekolah yang menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Seharusnya pihak sekolah lebih mengedepankan komitmen pendidikan ketimbang mencari keuntungan. “Sangat menyayangkan sampai terjadi seperti ini, apalagi yang diminta cuma fotokopi ijazah. Saya jadi mempertanyakan komitmen sekolah tersebut terhadap dunia pendidikan, baik pemiliknya (yayasan, red) maupun manajemennya (kepsek, red). Tujuan mendirikan dan mengelola sekolah itu apa? Kalau memang seperti ini, saya minta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor meninjau ulang sekolah tersebut, baik BOS-nya maupun perizinannya. Coba audit sekolahnya,” tegas Deddy. Deddy pun mempertanyakan program Bantuan Sosial Tidak Terencana atau Tidak Terduga (BSTT). Seharusnya dengan adanya program tersebut, kejadian seperti ini tidak perlu terjadi. “Kan ada program penebusan ijazah atau BSTT. Harusnya Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor bisa dong menyelesaikan ini,” ujarnya. Sementara itu, saat Metropolitan.id mencoba mengonfirmasi pihak SMP Al Mustarih, pihak sekolah enggan memberi komentar. Pihak sekolah yang diwakili Kepala SMP Al Mustarih, Dian Pintaningdyah, yang didampingi seorang pria, enggan berkomentar saat wartawan Metropolitan.id menyodorkan pertanyaan sambil menyalakan rekaman di handphone. Tak hanya sampai di situ, pihak sekolah juga melakukan dugaan intimidasi kepada fotografer Metropolitan.id yang sedang mengambil gambar di luar sekolah. Bahkan foto yang sudah diambil fotografer Metropolitan.id juga diminta dihapus pihak sekolah. (dil/c/ryn/rez/run)