Ide bisnis bisa datang dari mana saja. Inspirasi setiap orang dalam membangunnya pun bervariasi. Bahkan, bisa datang saat orang benar-benar tengah berada dalam keterpurukan. Seperti di masa pandemi ini, hampir semua orang dipaksa mengepalkan telapak tangannya. SUHENDRA (40), salah satunya. Sekuriti perumahan asal Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor Selatan, itu harus mengelus dada saat satu per satu koleksi tanaman hiasnya ludes dijual akibat ‘ganasnya’ virus corona. Buntung jadi untung, kini ia jadi salah satu ‘penyintas’ di tengah pagebluk ini. Suhendra mengatakan, meski selama pandemi Covid-19 ini hampir semua tanaman hias yang dibudidayakan menjadi incaran banyak orang, nyatanya tidak sedikit pembudi daya yang kesulitan memasarkannya. Namun, tidak bagi Suhendra. Berkat ketekunannya menjajakan tanaman hias, ia justru kebanjiran pesanan. Bahkan, sampai-sampai ia kewalahan mencari tanaman hias yang dipesan konsumennya. Mulanya, ia hanya menjual koleksi tanaman hiasnya kepada warga sekitar perumahan tempatnya bekerja. Tak disangka, daya tarik tanaman hiasnya banyak dilirik kolektor. Tak jarang pemburunya pun datang dari luar kota. “Kebanyakan sih yang beli tanaman hias saya dari Jakarta. Awalnya sih jual koleksi sendiri ke penghuni (warga perumahan, red) karena kebutuhan. Banyak yang suka, akhirnya saya diminta buat nyari (tanaman hias, red) lagi,” tutur Suhendra. Berangkat dari situlah, pertengahan 2020, tanpa modal sepeser pun ia memberanikan diri menjalin kerja sama dengan pembudi daya tanaman hias untuk memenuhi hasrat pencintanya. “Saya dulu mulainya dari nol dan tanpa modal. Sekarang saya kerja sama dengan pembudi daya yang kesulitan memasarkan tanaman hiasnya. Sistemnya ya saling percaya. Kebanyakan sih memang masih teman juga,” kata Welay, sapaan akrabnya. Meski tak seberapa banyak keuntungan yang diambil, sehari ia bisa memasarkan sepuluh sampai 30 pot tanaman hias, dengan jenis dan harga bervariatif. Sebab, saling membantu sesama pembudi daya cukup membuatnya semringah. “Sehari rata-rata lima pot (tanaman hias, red) kejual. Untuk penjualan tanaman hias, itu sudah jago. Itu yang jenis mahal, kayak hamalomena variegata. Harganya Rp2-13 juta. Kalau jenis yang murah bisa 20 pot sehari. Itu jenis family keladi, harganya mulai dari Rp50-900 ribu. Dari Rp1 juta, saya ambil untung paling besar Rp100 ribu, kecilnya Rp50 ribu,” bebernya. Tak mau kalah dengan kompetitornya, Suhendra juga memasarkan tanaman hiasnya melalui online di berbagai media sosial. Namun, ia lebih intens menawarkannya langsung kepada kolektor dengan mengunjunginya. Sebab, menurutnya, hasrat kolektor lebih tinggi setelah melihat keunikan tanaman hiasnya di depan mata. ”Sebenarnya sih saya lebih suka datang langsung ke kolektor untuk menawarkan tanaman hias. Soalnya dia (kolektor, red) lebih tertarik saat melihatnya langsung. Kalau online mah ya biar kekinian saja lah. Jadi barangnya bisa diantar, (atau, red) bisa kolektornya datang sendiri ke rumah (gerai, red),” ujar lelaki berperawakan kurus itu. Meski kini Suhendra telah memiliki gerai tanaman hias sendiri, ia tak ingin melupakan rekan pembudi dayanya agar sentra tanaman hias di wilayahnya tetap berkembang. “Ya memang kadang saya juga suka kesulitan mencari tanaman hias yang dipesan konsumen. Jadi kalau nggak ada di saya, bisa ngambil ke pembudi daya lain. Ya biar pembudi daya tanaman hias di sini juga bisa berkembang lah,” tuturnya. Salah seorang kolektor tanaman hias, Eko, mengaku senang berbisnis dengan Suhendra. Sebab, jenis tanaman yang dicari selalu ada dan harganya juga di bawah rata-rata. “Saya beli monstera variegata ini Rp6 juta. Kalau di tempat lain, jenis ini bisa Rp7-8 juta yang segede gini. Kan lumayan, bedanya jauh. Saya sudah sering beli di sini. Banyak variannya. Bahkan ada yang belum saya tahu,” ujarnya. Eko berharap pandemi ini cepat berakhir dan para pembudi daya tanaman hias juga tetap semangat. Jangan jadikan masa pandemi ini untuk bermalas-malasan. (rez/run)