Minggu, 21 Desember 2025

Dikritik, Polri Sebut Maklumat soal FPI Bukan untuk Pers

- Senin, 4 Januari 2021 | 09:57 WIB

METROPOLITAN - Polemik Maklumat Ka­polri tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI), disikapi Polri. Polri mengklaim poin 2 huruf d pada Maklumat Kapolri Nomor Mak/1/I/2021 yang menjadi kritikan dari komunitas pers ini tidak ditujukan bagi pembe­ritaan media massa. Poin 2 huruf d tersebut ber­bunyi, ”Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui web­site maupun media sosial”. “Dalam maklumat tersebut di poin 2d, tidak menyinggung media,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwo­no dalam keterangannya, Minggu (3/1). ”Sepanjang memenuhi kode etik jurnalistik, media dan penerbitan pers tak per­lu risau karena dilindungi UU Pers, kebebasan berpendapat tetap mendapat jaminan kon­stitusional,” sambung Argo. menjelaskan konten yang dilarang apabila bertentangan dengan UUD 1945 dan Pan­casila, mengancam NKRI serta Bhinneka Tunggal Ika. “Seperti mengadu domba, provokatif, perpecahan dan SARA, maka negara harus hadir untuk melakukan pen­indakan dan pencegahan,” ucapnya. ”Selama konten yang diproduksi dan penyebaran­nya tidak bertentangan dengan sendi-sendi berbangsa dan bernegara, dapat dibenarkan,” lanjutnya. Argo mengklaim Polri men­jadi salah satu institusi yang aktif mendukung kebebasan pers. Salah satu wujudnya adalah lewat penandatanga­nan MoU dengan Dewan Pers untuk mendukung kinerja pers agar sesuai UU. Sebelumnya diberitakan, poin 2 d di Maklumat Ka­polri tentang Kepatuhan ter­hadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan At­ribut, serta Penghentian Ke­giatan FPI, menuai kritik dari komunitas pers karena dinilai mengancam tugas jur­nalis. Komunitas pers yang ter­diri dari Aliansi Jurnalis In­donesia (AJI), Persatuan War­tawan Indonesia (PWI) Pusat, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Se­kjen Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Re­daksi (Pemred) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AM­SI) itupun meminta agar poin 2 huruf d tersebut dicabut. Pasalnya, Maklumat Ka­polri dalam Pasal 2 d itu di­nilai berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demo­krasi yang menghargai hak masyarakat untuk mempero­leh dan menyebarkan infor­masi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan. “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan mempe­roleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, mem­peroleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan mengguna­kan segala jenis saluran yang tersedia,” isi pernyataan sikap tersebut. Kemudian, maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena pro­fesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, ter­masuk soal FPI. Hak wartawan untuk men­cari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, “(3) Untuk menjamin kemerde­kaan pers, pers nasional mem­punyai hak mencari, mem­peroleh, dan menyebarluas­kan gagasan dan informasi,” isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi ten­tang FPI, juga bisa dikatego­rikan sebagai “Pelarangan penyiaran,” yang itu berten­tangan dengan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers. Untuk itu, komunitas pers mendesak kapolri mencabut Pasal 2 d dari maklumat itu karena mengandung keten­tuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang- Undang Pers. “Mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan berbagai hal yang menyang­kut kepentingan publik se­perti yang sudah diamanatkan oleh Undang-Undang Pers,” tandas isi pernyataan sikap tersebut. (kom/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X