Tidak selamanya kehidupan di kota mencerminkan kemajuan. Nyatanya, masih ada warga yang hidup dari mengandalkan belas kasihan. Seperti yang dialami Nenek Siti Aisyah, warga RT 03/03, Kelurahan Tegalgundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. DI tengah padatnya permukiman yang berada di bantaran Sungai Ciharashas, masih berdiri sebuah gubuk, yang kontras dengan pesatnya pembangunan di Kota Bogor. Dari balik tembok yang terbuat dari anyaman bambu itu, tinggal seorang perempuan bernama Siti Aisyah (73), bersama dua cucunya. Setiap hari, Aisyah hanya bisa meratapi tempat tinggalnya yang semakin tergerus waktu, sama seperti dirinya. Badannya yang sudah membungkuk, menggambarkan usianya yang sudah menginjak masa senja. Rumahnya yang rapuh, menggambarkan kondisi nyata jika tidak pernah tersentuh tangan-tangan pekerja yang memperbaiki rumah. Kepada Metropolitan.id, Aisyah bercerita bahwa ia tinggal seorang diri semenjak ditinggal sang suami 12 tahun silam. Semenjak itu, ia pun tidak memiliki lagi penghasilan yang mencukupi untuk melakukan perbaikan rumah. Sebab, ia sendiri sudah tidak memiliki kekuatan untuk bekerja. Jangankan bekerja, menimba air dari sumur untuk mandi saja ia mengaku sudah kewalahan. ”Punggung ini sudah sakit, karena sudah tiga kali jatuh di sini (di rumah, red),” katanya sambil memegang punggungnya di bagian yang ia rasakan sakit. Aisyah sendiri mengaku sudah menempati rumah yang beralaskan semen dan beratapkan seng ini sejak 1975. Saat itu, ia bersama suaminya membangun rumah tersebut usai menikah. Dari balik bilik bambu itu, ia sudah membesarkan sebelas anak. Hanya saja, enam di antaranya sudah meninggal dunia. Lalu lima anaknya lagi, kini sudah menikah dan hanya menyisakan ia dan kenangan masa mudanya. ”Anak-anak mah sudah pada nikah. Tinggal umi saja sendiri di sini sama incu (cucu, red). Ya namanya anak, kalau sudah pada berkeluarga mah ya sudah lah. Nggak mau membebani,” lirihnya. Seketika, Aisyah menutup mukanya. Guratan di tangannya menunjukkan betapa kuatnya ia berjuang melawan kerasnya dunia. Ia terbayang masa-masa sulit sepeninggal suaminya. Ia harus berjibaku melawan alam dan melindungi rumahnya di waktu yang bersamaan. ”Kalau hujan ini semua bocor. Banjir semua. Bahkan itu kamar mandi sudah mau roboh dan harus ditopang pakai kayu,” jelasnya sambil menunjuk atap rumahnya yang bolong. Belum lagi kalau angin kencang menerpa rumahnya. Bak daun di ujung dahan, kayu penopang atap rumahnya sudah terlalu rapuh. Sebab, ia sendiri mengaku sudah tiga kali tertimpa kayu-kayu yang berada di langit-langit rumahnya. ”Umi sudah tiga kali tertimpa itu kayu-kayu. Sekarang diganti sama awi (bambu, red) soalnya yang dulu sudah keropos semua,” terangnya. Ia mengaku selalu mengajukan bantuan ke pemerintah untuk merenovasi rumahnya. Hanya saja dari tahun ke tahun tak pernah ada realisasi dari pengajuannya itu. ”Sudah hampir tiap tahun disurvei, disamperin tapi nggak pernah ada kelanjutannya,” ujarnya. Sementara itu, Ketua RT 03 Fahrozi mengaku sudah membantu Nenek Aisyah untuk mengajukan bantuan ke pihak kelurahan. Berdasarkan informasi terakhir yang ia terima, tahun ini renovasi rumah akan segera dilakukan. ”Mudah-mudahan Maret sudah bisa direnovasi. Karena tahun kemarin sudah ada tanda tangan sama pihak kelurahan,” terangnya. Lebih lanjut, Fahrozi mengungkapkan kendala dari belum direvitalisasinya rumah Aisyah. Menurutnya, hal itu terkendala atas hak tanah yang ternyata bukan atas nama Aisyah, tetapi atas nama orang lain. Namun, tahun lalu, Aisyah sudah diwakafkan tanah oleh pemilik tanah seluas 25 meter persegi. Sehingga pengajuan bisa diterima pihak kelurahan. ”Jadi tahun ini ada dua rumah yang akan direnovasi, salah satunya milik Bu Aisyah, karena sudah diwakafkan tanah,” ungkapnya. Kondisi Aisyah pun mengundang simpati dari warga sekitar. Bahkan, tak sedikit warga memberikan lauk kepada Nenek Aisyah setiap harinya. Meski Aisyah sudah terdaftar dalam Program Keluarga Harapan (PKH), tetap saja bantuan sembako selalu disalurkan warga kepada salah satu sepuh di Kelurahan Tegalgundil. Fahrozi pun berharap ke depannya rumah Aisyah bisa segera direnovasi dan warga juga tetap bisa membantu Aisyah. ”Penginnya sih segera diperbaiki dan semangat warga untuk saling menolong tetap terjaga,” ujarnya. Ketika dikonfirmasi, Camat Bogor Utara Marse Hendra Saputra mengaku kaget mendengar ada warganya yang masih belum tersentuh bantuan dari program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Ia sendiri mengaku segera mengecek ke pihak kelurahan, apakah warganya tersebut sudah terdata atau belum. ”Coba saya konfirmasi ke kelurahan ya. Kalaupun belum, coba kita usulkan melalui BSTT atau Rutilahu,” pungkasnya. (dil/c/rez/run)