Senin, 22 Desember 2025

Potret Buram Kehidupan di Tengah Kota Bogor, Nenek Aisyah Hidup dari Belas Kasihan

- Senin, 22 Februari 2021 | 10:03 WIB

Tidak selamanya kehidupan di kota mencerminkan kemajuan. Nyatanya, masih ada warga yang hidup dari mengandalkan belas kasihan. Seperti yang dialami Nenek Siti Aisyah, warga RT 03/03, Kelurahan Tegalgundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. DI tengah padatnya permukiman yang berada di bantaran Sungai Ciharashas, masih berdiri sebuah gubuk, yang kontras dengan pesat­nya pembangunan di Kota Bogor. Dari balik tembok yang terbuat dari anyaman bambu itu, tinggal seorang perempuan bernama Siti Aisyah (73), bersama dua cucunya. Setiap hari, Aisyah hanya bisa meratapi tempat ting­galnya yang semakin tergerus waktu, sama seperti dirinya. Badannya yang sudah mem­bungkuk, menggambarkan usianya yang sudah mengin­jak masa senja. Rumahnya yang rapuh, menggambarkan kondisi nyata jika tidak pernah tersentuh tangan-tangan pe­kerja yang memperbaiki ru­mah. Kepada Metropolitan.id, Aisyah bercerita bahwa ia tinggal seorang diri semenjak ditinggal sang suami 12 tahun silam. Semenjak itu, ia pun tidak memiliki lagi pengha­silan yang mencukupi untuk melakukan perbaikan rumah. Sebab, ia sendiri sudah tidak memiliki kekuatan untuk be­kerja. Jangankan bekerja, menim­ba air dari sumur untuk man­di saja ia mengaku sudah kewalahan. ”Punggung ini sudah sakit, karena sudah tiga kali jatuh di sini (di rumah, red),” katanya sambil meme­gang punggungnya di bagian yang ia rasakan sakit. Aisyah sendiri mengaku su­dah menempati rumah yang beralaskan semen dan bera­tapkan seng ini sejak 1975. Saat itu, ia bersama suaminya membangun rumah tersebut usai menikah. Dari balik bilik bambu itu, ia sudah membe­sarkan sebelas anak. Hanya saja, enam di antaranya sudah meninggal dunia. Lalu lima anaknya lagi, kini sudah menikah dan hanya menyisakan ia dan kenangan masa mudanya. ”Anak-anak mah sudah pada nikah. Ting­gal umi saja sendiri di sini sama incu (cucu, red). Ya na­manya anak, kalau sudah pada berkeluarga mah ya sudah lah. Nggak mau mem­bebani,” lirihnya. Seketika, Aisyah menutup mukanya. Guratan di tangan­nya menunjukkan betapa kuatnya ia berjuang melawan kerasnya dunia. Ia terbayang masa-masa sulit sepeninggal suaminya. Ia harus berjibaku melawan alam dan melin­dungi rumahnya di waktu yang bersamaan. ”Kalau hujan ini semua bo­cor. Banjir semua. Bahkan itu kamar mandi sudah mau ro­boh dan harus ditopang pakai kayu,” jelasnya sambil menunjuk atap rumahnya yang bolong. Belum lagi kalau angin ken­cang menerpa rumahnya. Bak daun di ujung dahan, kayu penopang atap rumahnya su­dah terlalu rapuh. Sebab, ia sendiri mengaku sudah tiga kali tertimpa kayu-kayu yang berada di langit-langit rumah­nya. ”Umi sudah tiga kali ter­timpa itu kayu-kayu. Sekarang diganti sama awi (bambu, red) soalnya yang dulu sudah kero­pos semua,” terangnya. Ia mengaku selalu mengaju­kan bantuan ke pemerintah untuk merenovasi rumahnya. Hanya saja dari tahun ke tahun tak pernah ada realisasi dari pengajuannya itu. ”Sudah hampir tiap tahun disurvei, disamperin tapi nggak pernah ada kelanjutannya,” ujarnya. Sementara itu, Ketua RT 03 Fahrozi mengaku sudah mem­bantu Nenek Aisyah untuk mengajukan bantuan ke pihak kelurahan. Berdasarkan in­formasi terakhir yang ia te­rima, tahun ini renovasi rumah akan segera dilakukan. ”Mu­dah-mudahan Maret sudah bisa direnovasi. Karena tahun kemarin sudah ada tanda tangan sama pihak kelurahan,” terangnya. Lebih lanjut, Fahrozi men­gungkapkan kendala dari belum direvitalisasinya rumah Aisyah. Menurutnya, hal itu terkendala atas hak tanah yang ternyata bukan atas nama Aisyah, tetapi atas nama orang lain. Namun, tahun lalu, Aisyah sudah diwakafkan tanah oleh pemilik tanah seluas 25 meter persegi. Sehingga pengajuan bisa diterima pihak kelurahan. ”Jadi tahun ini ada dua rumah yang akan direnovasi, salah satunya milik Bu Aisyah, ka­rena sudah diwakafkan tanah,” ungkapnya. Kondisi Aisyah pun men­gundang simpati dari warga sekitar. Bahkan, tak sedikit warga memberikan lauk ke­pada Nenek Aisyah setiap harinya. Meski Aisyah sudah terdaftar dalam Program Kelu­arga Harapan (PKH), tetap saja bantuan sembako selalu disalurkan warga kepada sa­lah satu sepuh di Kelurahan Tegalgundil. Fahrozi pun berharap ke depannya rumah Aisyah bisa segera direnovasi dan warga juga tetap bisa membantu Aisyah. ”Penginnya sih se­gera diperbaiki dan seman­gat warga untuk saling me­nolong tetap terjaga,” ujarnya. Ketika dikonfirmasi, Camat Bogor Utara Marse Hendra Saputra mengaku kaget men­dengar ada warganya yang masih belum tersentuh ban­tuan dari program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Ia sendiri mengaku segera mengecek ke pihak kelurahan, apakah warganya tersebut sudah terdata atau belum. ”Coba saya konfirmasi ke ke­lurahan ya. Kalaupun belum, coba kita usulkan melalui BSTT atau Rutilahu,” pungkasnya. (dil/c/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X