Masih ingat dengan janji Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil membangun jalur tambang? Rencana itu mulai diseriusi Bupati Bogor Ade Yasin. Selain marak kasus kecelakaan, kerusakan jalan akibat hilir mudik kendaraan tambang juga jadi momok bagi pemerintah daerah PEMERINTAH Kabupaten (Pemkab) Bogor bersama pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar membahas rencana pembangunan jalan tol khusus tambang Bogor-Serpong via Parung-Sentul Selatan dan Karawang Barat sepanjang 6 kilometer (km) atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) III di ruang rapat wakil bupati Bogor, Selasa (2/3). Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Kabupaten Bogor Ajat Rochmat Jatnika menjelaskan rencana pembangunan jalan tol khusus tambang itu dilakukan sebagai upaya mengatasi permasalahan adanya kecelakaan dan kerusakan di jalan publik yang diakibatkan kendaraan tambang. "Pembangunan tol itu sangat krusial. Dengan adanya jalan tol khusus tambang, kendaraan tambang tidak akan lagi bersinggungan dengan permukiman. Tidak bersatu lagi dengan jalan publik yang menyebabkan kecelakaan atau jalan rusak," jelas Ajat. Ajat menyebut ada sekitar 8.000 truk tambang per hari yang melewati jalan publik untuk menyuplai hasil tambang ke Jakarta, Tangerang, dan Pulau Jawa karena kualitas hasil tambang dari Cigudeg, Rumpin, dan Parungpanjang merupakan kualitas nomor satu. Sehingga 80 persen suplai pembangunan jalan tersebut disuplai dari hasil tambang Kabupaten Bogor. "Hasil kesepakatan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Dinas Bina Marga, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jabar, dan Pemkab Bogor, pembangunan jalan tol khusus tambang akan dibangun pada Maret 2022 mendatang, yang akan dipadupadankan dengan perencanaan dan pelaksanaannya, serta tugas masing-masing," bebernya. Berdasarkan Detail Engineering Design (DED), Tol Bogor- Serpong memiliki total panjang lebih dari 31 km dan memakan biaya investasi sebanyak Rp8,9 triliun, dengan masa konsesi 40 tahun. "Karena trasenya yang ditarik dari Serpong itu lewat Rumpin, kemudian lewat Parung. Jarak bukaan tol dari Rumpin ke Quarry tambang itu kurang lebih 1 km. Karena itu, kemudian kita coba diskusikan, dipadupadankan perencanaannya, kemudian tugas kita masing-masing," kata Ajat kepada Metropolitan, Selasa (2/3). Pembangunan jalur tambang ini pun perlu disinergikan dengan rencana pembangunan jalur tambang dari Pemprov Jabar. Sebab, Pemprov Jabar sudah mengantongi Feasibility Study (FS) dan DED untuk jalur khusus tambang. Berdasarkan data yang dimiliki Ajat, jalur tambang yang akan dibangun Pemprov Jabar memiliki panjang 24 km yang rencananya akan menyambungkan setiap quarry yang ada di wilayah Rumpin, Cigudeg, dan Parungpanjang. Lebih lanjut, rencana pembangunan jalur tambang itu akan dimulai dari Jalan Bunar dan akan menembus ke quarry yang ada di Cigudeg dan Parungpanjang. "Rencana sebelumnya kan jalur tambang 24 km. Nah, dengan ada tol ini kewajiban pemprov jadi 10 kilometer saja," ungkap Ajat. Sedangkan kewajiban Pemkab Bogor, sambung Ajat, harus membangun peningkatan jalan jalur tambang sepanjang 1 kilometer saja. Di samping membantu pihak pemerintah pusat dalam menentukan titik elevasi tol. "Jalan tol ini nantinya ada yang layang, ada yang tidak. Nah, itu teknisnya masih ada proses. Artinya, konsep desain sudah ada. Persetujuan kementerian sudah ada. Artinya, tinggal penetapan lokasi. Nah, dia (pemerintah pusat, red) akan meminta pandangan kita masalah tanah dan pembebasan lahan," terang Ajat. Berdasarkan data yang dimiliki Pemkab Bogor, setiap harinya ada 8.000 truk tambang yang berlalu-lalang di jalanan. Sehingga dengan dibangunnya Tol JORR III ini dapat memaksa para sopir truk tambang untuk masuk tol. "Ini juga untuk meminimalisasi konflik dengan angkutan umum dan perumahan," pungkasnya. Terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor Suryanto Putra menjelaskan terdapat tiga alternatif pembangunan yang dimiliki dapat dibangun Dinas Bina Marga Provinsi Jabar. Namun jika hal tersebut dilakukan maka akan diperlukan penurunan status jalan provinsi eksisting. “Secara regulasi tidak boleh ada jalan provinsi yang menghubungkan dua simpul yang sama,” ujar Suryanto. Suryanto mengatakan, karena alternatif satu, dua, dan tiga akan membangun jalan secara lintas provinsi, yakni Provinsi Jabar dan Banten, rencana jalan tersebut sulit dikembangkan. Sebab, secara regulasi, Dinas Bina Marga Provinsi Jabar tidak dapat membangun jalan di provinsi lain. Untuk itu, lanjutnya, saat ini alternatif keempat memiliki regulasi yang paling memungkinkan untuk dibangun. Namun, memerlukan beberapa bagian milik perusahaan tambang untuk dijadikan jalan. Selain itu, pada alternatif ini akan disiapkan pengembangan jaringan menuju jalan tol apabila koordinasi untuk lintas provinsi dan akses tol langsung telah selesai. “Apabila dibangun provinsi, maka status jalan alternatif dapat diajukan menjadi jalan provinsi. Namun, apabila alternatif keempat ini dibangun konsorsium tambang, alternatif keempat ini dapat menjadi jalan khusus,” terangnya. Mengenai perusahaan tambang, Suryanto mengatakan, Pemkab Bogor sudah mengundang beberapa perusahaan tambang. Sebab, kendaraan-kendaraan besar dari perusahaan tambang juga merupakan pengguna Jalan Parungpanjang. Selain menjadi pengguna jalan, lanjutnya, para perusahaan tambang tersebut juga memiliki peran memberi beberapa bagian lahan miliknya untuk menjadi jalan khusus tambang. Setidaknya saat ini ada hampir seratus perusahaan tambang di Kabupaten Bogor. “Provinsi sudah ngundang. Pasti ada peran dari lahan dari kawasan tambang. Pasti kita akan minta dari pemilik tambangnya,” ujarnya. Namun, sambung Suryanto, pendekatan terhadap para perusahaan tambang akan dilakukan setelah alternatif untuk pembangunan jalan khusus tambang sudah dipilih. “Semua nanti setelah fix pilihan baru, nanti kita lakukan pendekatan lagi,” imbuhnya. Diketahui, Jalan Parungpanjang yang merupakan salah satu akses Jalan Provinsi Jabar ini mengalami kelebihan kapasitas. Sebab, banyak kendaraan besar milik perusahaan tambang lalu-lalang di jalan tersebut yang menyebabkan jalan rusak dan kecelakaan. Kendaraan-kendaraan besar itu diketahui berasal dari berbagai daerah tambang di Provinsi Jabar dan Banten. Suryanto menuturkan, untuk jalan khusus tambang saat ini belum ada DED yang pasti. Termasuk trase juga belum ditetapkan. Apalagi ada rencana jalan khusus tambang ini akan diintegrasikan dengan Tol JORR III. “Jalan ini yang mengusulkan memang Kabupaten Bogor. Nanti setelah ditentukan trase baru DED dari Pemprov Jabar. Tapi pembicaraan sudah ada sama Pemkab Bogor. Sudah ada rencana 2022. Hanya saja kondisi Covid-19 yang membuat pembiayaan agak berat, karena semua fokus ke penanganan Covid-19,” bebernya. Terkait pembangunan jalur khusus tambang di wilayahnya, Camat Parungpanjang Icang Aliudin mengungkapkan proses pembangunan jalur khusus tersebut akan mulai beroperasi pada 2022. “Ada berita acara kesepakatan program MoU Pemprov Jabar dengan perusahaan tambang, dengan transporter, dan lain-lain,” ujarnya. Setelah itu, lanjutnya, akan dilakukan skema pembiayaan hingga mencapai kesepakatan antara Provinsi Jabar dengan Banten, termasuk dengan para pengusaha tambang milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). “Nantinya akan ada penugasan dari pemerintah daerah. Tapi pasti ada keputusan gubernur dan diturunkan tim pengendali di lapangan. Nah, itu perkiraan 2022,” tutur Icang. Ia menjelaskan jalur khusus tambang tersebut nantinya memiliki empat segmen, yang terdiri atas 10,77 km, 9,75 km, 2,01 km, dan terakhir 1,82 km. Jika jalur khusus tambang itu sudah terealisasi, nantinya tidak boleh ada kendaraan lain yang melintas di jalur tersebut. Termasuk kekuatannya harus melebihi jalan yang sudah ada saat ini. (dil/c/feb/run)