Minggu, 21 Desember 2025

Ungkap Jembatan Buntu Vila Soekarno

- Jumat, 19 Maret 2021 | 10:40 WIB

Bagi sebagian orang yang tengah berlibur ke kawasan Puncak, Bogor, tentu sudah tidak asing lagi dengan Jembatan Riung Gunung. Jembatan yang berada di tengah Jalan Raya Puncak, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, itu mengundang penasaran bagi yang melihatnya SEKILAS jembatan berwarna putih kusam berlumut itu se­perti Jembatan Penyeberang­an Orang (JPO). Namun, jika diperhatikan, jembatan jang­gal yang pangkal tangganya berada di tengah jalan itu bak berujung ke hutan. Rasa penasaran itu pun me­mapar tim Harian Metropoli­tan hingga melakukan penelu­suran ke lokasi. Teka-teki pun terjawab sudah. Jembatan itu merupakan jalan penghubung menuju vila yang tertutup pe­pohonan. Vila itu merupakan tempat petilasan sang prokla­mator atau Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Seperti diungkapkan warga sekitar yang juga pemilik warung di sekitar kawasan Riung Gunung, H Zaenal (66). Menurut pria asli Desa Tugu Selatan itu, jembatan itu mer­upakan salah satu akses menu­ju sebuah tempat penginapan yang dinamai Hotel Indonesia. Sekitar awal 60-an, jembatan tersebut merupakan akses yang menyambungkan parkiran Hotel Indonesia menuju tem­pat penginapan yang kerap dikunjungi Bung Karno. ”Dulu ini jalanan cuma satu. Nah, jembatan itu adalah jalan menuju Hotel Indonesia dari tempat parkiran. Jadi dulu belum ada dua jalur gini,” ka­tanya sambil melihat ke arah ujung jembatan yang posisinya berada di badan Jalan Raya Puncak. Tepat di badan jembatan yang kini sudah diselimuti lumut itu tertulis ’Riung Gunung’, ditutukan pria kelahiran 1956 itu bukan akses utama menu­ju Hotel Indonesia. Tetapi sebuah pagar berwarna hitam yang tidak jauh dari jembatan merupakan akses utama ke­pada para pengunjung yang hendak memasuki Hotel In­donesia. Warna cat, tembok, dan kon­disi pagar berbanding terbalik dengan kondisi Jembatan Ri­ung Gunung. Catnya masih terlihat rapi, tak ada retakan atau lumut sama sekali di tem­bok yang menopang agar pa­gar bisa berdiri. Namun, se­buah gembok yang sudah terlapisi karat, membelenggu pagar. Ikut terpampang sebuah pa­pan yang menggantung di pagar bertuliskan ’Dilarang Masuk tanpa Izin! Awas Ada Anjing Galak’. ”Padahal mah dulu boleh-boleh saja masuk. Tapi semenjak Bung Karno meninggal, sudah nggak boleh sembarang orang lagi masuk,” ujar H Zaenal seraya mengang­kat sarung ke pundaknya. Dari balik pagar hitam ter­sebut hanya manunjukkan sebuah bangunan yang me­nyerupai pos jaga. Kondisinya sebagian tembok sudah ber­lumut dan terdapat sebuah bangku kosong. Menurut H Zaenal, itu merupakan pos satpam bagi tiga penjaga Vila Soekarno, sebutan warga se­kitar untuk Hotel Indonesia. Disebut Vila Soekarno, sam­bung Zaenal, dikarenakan presiden pertama Republik Indonesia itu memang sering mengunjungi kawasan terse­but. ”Sekitar tahun 65-an Bung Karno memang sering berkun­jung. Tapi sendirian saja,” te­rangnya. H Zaenal pun menyebutkan nama pemilik vila saat ini, ya­kni Abdul Aziz Marzuki atau biasa disebut H Abdul Aziz. ”Kalau nggak salah mah seka­rang itu jadi milik H Abdul Aziz,” ujarnya. Lantas siapa gerangan yang bisa memiliki properti di ka­wasan Puncak yang memiliki nilai sejarah karena sempat menjadi tempat bersinggahnya Presiden Soekarno? Saat Ha­rian Metropolitan menggali data lebih jauh ke kantor Desa Tugu Selatan, diketahui bahwa properti tersebut merupakan milik H Abdul Aziz, yang ter­nyata diketahui merupakan ayah mertua Sandiaga Uno. ”Sekarang itu yang jelas ke­pemilikannya sudah atas nama H Abdul Aziz, mertuanya Sandiaga Uno,” ungkap Ke­pala Desa Tugu Selatan, Eko Windiana. Namun, Eko mengaku tidak tahu-menahu perihal perpin­dahan tangan dari Vila Soe­karno menjadi milik H Abdul Aziz. Ia hanya tahu bahwa vila tersebut sudah menjadi milik pribadi H Abdul Aziz. Tak hanya memiliki vila, mer­tua dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu juga diketahui menjadi pemilik tanah seluas dua hektare. ”Di sertifikat atas nama beliau itu dua hektare lebih, karena sam­pai ke bawah-bawah,” ungkap Eko. Eko sendiri mengaku sempat masuk vila tersebut. Ia men­gungkapkan terdapat dua bangunan yang berdiri di atas lahan yang berbatasan dengan Jalan Raya Puncak tersebut. Namun, struktur bangunannya sudah banyak berubah meski arsitektur gaya Belanda masih kental terlihat. Jika dilihat sekarang, salah satu bangunan tersebut me­miliki warna cokelat dan yang lainnya memiliki warna putih. ”Sudah banyak yang direno­vasi dan luasannya sekitar 1.000 meter lah,” tuturnya. Namun, bangunan yang di­gunakan sebagai tempat pe­ristirahatan sementara itu tidak bisa disewa sembarang orang. Bahkan, berdasarkan infor­masi yang ia miliki, sempat ada seorang anak SMA yang memviralkan Jembatan Riung Gunung dengan berdiri di je­mbatan dan mem-posting-nya di media sosial, berujung di­perkarakan pemilik vila terse­but. ”Jangankan nyewa, kemarin ada orang Depok naik tangga, diviralkan di Tiktok, langsung ditewak (ditangkap, red) dan diminta untuk meminta maaf,” ujarnya. Terpisah, seorang tokoh ma­syarakat di Desa Tugu Selatan, Abah Yudi Wiguna, mengung­kapkan Vila Soekarno ini ma­sih bisa dikunjungi, namun hanya bisa dilakukan orang tertentu. Ia salah satunya lan­taran kerap berziarah ke Vila Soekarno setiap dua bulan sekali bersama jamaah dari sejumlah padepokan. Tujuannya, jelas Abah Yudi, hanya mendoakan sang pro­klamator agar arwahnya mendapat ampunan dari Sang Khalik, mengingat jasa besar­nya dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indo­nesia di masa penjajahan. ”Aura mistis memang ada. Baik yang positif maupun ne­gatif. Mungkin karena sudah lama tidak dihuni. Di area vila ada petilasan yang da­hulu sering ditempati Soekar­no untuk berdoa,” tandasnya. (dil/wan/e/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X