METROPOLITAN - Usai sidang virtual Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur dari Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Jumat (19/3), sejumlah simpatisan Habib Rizieq melakukan aksi di Kota Bogor. Puluhan orang dari berbagai elemen masyarakat tiba-tiba menyemut dan memenuhi gerbang kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Jalan Juanda, Kota Bogor, Senin (22/3). Massa simpatisan yang datang menyerukan aksi menuntut dibebaskannya Habib Rizieq Shihab. Seruan aksi bela keadilan-bela ulama bebaskan Habib Rizieq dilakukan usai dilakukannya sidang virtual beberapa waktu lalu. Simpatisan yang menamai diri mereka sebagai Masyarakat Peduli Keadilan mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Bogor. Salah satu peserta aksi, Ahmad Sulaiman, mengaku aksi kali ini untuk aksi bela ulama-bela keadilan terhadap Habib Rizieq, yang disebut mendapat ketidakadilan dalam kasus dugaan menghalangi tugas Satgas Covid-19 di Kota Bogor. “Terzalimi, terhinakan dengan kebiadaban-kebiadaban yang bisa kita lihat secara jelas. Kami datang ingin tunjukkan betapa kami tidak terima dengan yang terjadi pada guru kami. Panutan kami. Yang diperlakukan bagai penjahat,” ujarnya. Padahal, tegasnya, Habib Rizieq bukanlah koruptor atau terlibat narkoba. Menurutnya, Habib Rizieq ingin Indonesia ini berkah. “Itu tujuan beliau, keikhlasan beliau. Tapi fakta yang ada, ketidakadilan yang ditemukan di negeri ini. Tapi beliau diberlakukan terhina dan tidak adil,” ujarnya. “Karenanya, kami datang ke sini ingin menunjukkan betapa kami tidak terima dengan perlakuan seperti itu,” tegasnya. Selain dari warga sipil, masa aksi pun datang dari Gerakan Mahasiswa Daulat Rakyat (GMDR). Koordinator masa aksi, Asep Abdul Kodir, menjelaskan aksi unjuk rasa yang dilakukan pihaknya merupakan buntut kasus hukum yang menjerat HRS. Tak hanya itu, aksi unjuk rasa tersebut merupakan wujud perlawanan yang dilakukan simpatisan HRS atas perlakuan diskriminatif kepada para ulama di Indonesia. ”Islam sebagai agama mayoritas warga Indonesia dan pioner kemerdekaan bangsa, sepatutnya dijunjung tinggi. Ulama haruslah dihormati oleh negara. Tidak boleh ada diskriminasi, apalagi kriminalisasi ulama,” tandasnya. (ryn/mam/run)