Senin, 22 Desember 2025

Tujuh Tahun Jadi Korban Kekerasan, Ayah Beringas Siksa Anak Pakai Perkakas

- Rabu, 24 Maret 2021 | 10:09 WIB
KONPERS: Wakapolresta Bogor Kota AKBP Arsal Sahban menunjukkan barang bukti yang digunakan pelaku Achmad FD Saputra untuk menganiaya keempat anaknya
KONPERS: Wakapolresta Bogor Kota AKBP Arsal Sahban menunjukkan barang bukti yang digunakan pelaku Achmad FD Saputra untuk menganiaya keempat anaknya

Jadi seorang ayah memang tak mudah. Bak pahlawan, sosok ayah dituntut melindungi dan membahagiakan keluarganya. Namun, tidak dengan Achmad FD Saputra. Pria 38 tahun itu justru tega menganiaya keempat anaknya menggunakan berbagai perkakas. SADISNYA lagi, pengani­ayaan yang dilakukan warga Tanahbaru, Kecamatan Bogor Utara, itu sudah berlangsung tujuh tahun. Pelaku melaku­kan tindakan kekerasan ter­hadap tiga anak tiri dan satu anak kandungnya itu dengan palu, kunci Inggris, obeng, hingga pisau. Perbuatan tidak berperike­manusiaan itu terbongkar usai sang istri, SH, tak tahan lagi melihat sikap bengis sang suami hingga melaporkannya ke polisi. Meski SH sebelum­nya sempat dibayangi banyak pertimbangan untuk mela­porkan suaminya itu. Wakapolresta Bogor Kota AKBP Arsal Sahban menga­takan, penganiayaan itu ter­jadi sejak pernikahan pelaku dengan SH pada 2014 silam. Sejak itulah kekerasan ke­pada anaknya sudah sering terjadi. Namun, SH memilih bertahan dengan alasan me­miliki anak bersama. ”Istrinya berpikir suaminya berubah setelah punya anak bersama. Tetapi kelakuannya semakin menjadi,” terang Arsal Sahban. Dalam kasus terakhir, sang ayah memukul anak tirinya menggunakan kunci Inggris hingga luka di bagian kepala. Tak cuma itu, pelaku juga memukul bagian pelipis kanan anaknya hingga bengkak dan berdarah. “Kakinya juga di­pukul menggunakan palu hanya karena kesalahan kecil,” ujarnya. Tak kuat menahan siksaan sang ayah, anak pertamanya itu kabur ke rumah sang kakek. Karena semakin men­jadi-jadi, SH memberanikan diri melaporkan kejadian tersebut ke aparat kepolisian. “Usai dianiaya, anak pertama­nya ini, usia 18 tahun, kabur ke rumah kakeknya. Akhirnya ibunya melaporkan kekerasan itu kepada polisi,” bebernya. Ia melanjutkan, tindak ke­kerasan itu tidak hanya dila­kukan pelaku kepada anak pertamanya. Tetapi juga ke­pada tiga anak lainnya. Bah­kan, ada yang dianiaya meng­gunakan obeng hingga pisau. Anak kandungnya yang ma­sih berusia tujuh tahun juga tak luput dari penganiayaan verbal atau nonverbal. “Jadi anak-anaknya ini, selain mendapatkan kekerasan fisik, ada juga psikis. Hingga anak-anaknya itu mengalami trau­ma,” jelasnya. Padahal, sambungnya, dari pengakuan anak-anaknya, semua pekerjaan rumah tangga dilakukan anaknya, baik mencuci pakaian, me­nyetrika, hingga menyapu rumah. Namun, ketika anaknya dianggap berbuat kesalahan, pelaku langsung melakukan kekerasan fisik. “Bahkan kalau keluar rumah harus pakai jaket dan topi. Jadi ada hal-hal unik yang akan didalami apa motif sebenarnya,” ungkapnya. Ia menuturkan, motif semen­tara perlakuan kekerasan pelaku kepada anak-anaknya lantaran sang anak tidak mau mengikuti saat diperintah. “Alasannya untuk mendidik anaknya,” kata Arsal Sahban. Saat ini pelaku masih dip­eriksa secara intensif untuk mengetahui motif kekerasan hingga terjadi bertahun-tahun. Sementara itu, polresta ber­sama Pusat Pelayanan Ter­padu Pemberdayaan Perem­puan dan Anak (P2TP2A) memberikan konseling ke­pada para korban. Atas perbuatannya, tamba­hkan Arsal Sahban, pelaku dapat dijerat pasal berlapis, yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perlin­dungan Anak, Pasal 43 Un­dang-Undang tentang Keke­rasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan Pasal 351 KUH­Pidana tentang Penganiayaan dengan ancaman di atas se­puluh tahun penjara. Di sisi lain, pada tahun ini P2TP2A Kota Bogor telah me­nerima sebanyak 25 kasus KDRT dan kekerasan seksual pada anak. Dari 25 kasus ter­sebut, sepuluh di antaranya merupakan kasus rujukan dari kepolisian. Koordinator dan Advokat P2TP2A Kota Bogor, Iit Rah­matin, menjelaskan sepuluh kasus yang dilaporkan Pol­resta Bogor Kota kepada P2TP2A hingga kini masih berjalan. “Bulan Maret ini sendiri ada tiga kasus. Tapi dari seluruh laporan yang kami dapatkan, didominasi KDRT dan kekerasan seksual,” kata Iit. Sedangkan, pada 2020, ter­dapat 112 kasus yang masuk laporan P2TP2A Kota Bogor. Di mana sebagian besar kasus tersebut didominasi KDRT. Terutama saat memasuki masa pandemi Covid-19. Iin mengungkapkan, me­ningkatnya kasus KDRT di tengah pandemi dikarenakan pelaku banyak berada di ling­kungan korban. Apalagi, di tengah pandemi, banyak orang yang bekerja di rumah. “Jadi kami menerima rujukan dari kepolisian atas beberapa kasus, sehingga kami mela­kukan investigasi sejauh mana kasus ini,” tuturnya. Selain melakukan investi­gasi, lanjutnya, P2TP2A juga melaksanakan fungsi pendam­pingan di kepolisian dan peng­adilan. Baik dari sisi hukum maupun dari sisi psikologis, terutama pada anak-anak. “Se­hingga kondisi mereka dan semuanya akan jadi lebih baik, dan diharapkan bisa kembali ke kondisi semula. Apalagi se­cara psikologis,” tandasnya. (bs/ cr1/d/rez/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X