METROPOLITAN - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor secara resmi menutup operasional Rumah Sakit (RS) Lapangan yang sudah beroperasi selama tiga bulan di Kota Hujan, kemarin. Penutupan dilakukan lantaran sudah tidak ada kebutuhan darurat lagi dalam hal menangani pasien Covid-19. Namun, di balik penutupan rumah sakit darurat itu ada fakta mengejutkan. Pemkot Bogor rupanya menyisakan PR lantaran belum memenuhi kewajibannya melunasi pembelian beberapa alat kesehatan (alkes) untuk RS Lapangan. Seperti diungkapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RS Lapangan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, Ari Priyono. Ia mengakui seluruh alkes yang ada di RS Lapangan memang belum dibayarkan kepada pihak penyedia barang. “Iya betul, belum dibayarkan semuanya,” kata Ari kepada Metropolitan. id, Senin (19/4). Ari membeberkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melunasi semua pembayaran alkes dan obat-obatan mencapai Rp5,6 miliar. Ia pun mengungkapkan alasan belum dibayarkannya pengadaan alkes dan obat-obatan itu. Penyebabnya, pencairan uang dari pusat belum semuanya terselesaikan. Di mana dari Rp14,6 miliar anggaran yang harusnya diterima Kota Bogor untuk RS Lapangan, pemerintah pusat baru mencairkan Rp9 miliar. “Dari pemerintah pusat untuk kegiatan penanganan Covid-19 yang berada di bawah BNPB, sedang dalam pembahasan anggaran. Sehingga berdampak pada kegiatan RS Lapangan karena belum menerima keseluruhan dana. Yang kita terima baru Rp9 miliar,” ungkapnya. Ia menjelaskan keterlambatan pencairan dana itu tidak ada hubungannya dengan proses pengadaan alkes yang dilakukan di Kota Bogor. Sebab, kejadian itu tidak hanya terjadi di Kota Bogor. Tersendatnya anggaran juga terjadi di beberapa RS Lapangan yang berada di bawah BNPB. “Mekanismenya dengan pengadaan barang dan jasa khusus pengadan Covid-19, Perlem LKPP Nomor 3 Tahun 2020. Untuk pengadaan juga kita menggunakan e-katalog. Ini belum dibayar, bukan tidak dibayar. Semua sedang dalam proses. Hal ini bukan di RS Lapangan Kota Bogor saja. Ada beberapa kegiatan penanganan Covid di daerah lain, sama dari BNPB, belum dikirim dana tambahan,” jelasnya. Meski belum dibayarkan, Ari mengaku tidak ada tenggat waktu pembayaran dari penyedia barang. Sebab, penyedia barang sudah mengetahui akan ada keterlambatan pembayaran. “Sampai sejauh ini dari penyedia belum melakukan hal tersebut (memberikan tenggat waktu, red). Sebelumnya kami sampaikan terlebih dahulu,” ujarnya. Diketahui, pengadaan alkes untuk RS Lapangan menelan biaya Rp3 miliar. Hal itu diungkapkan Humas dan Sekretariat RS Lapangan Kota Bogor, Armein Sjuhary Rowi. Dari total bantuan BNPB sebesar Rp16 miliar, dibagi sesuai kebutuhan. Salah satunya pengadaan alkes. “Kalau untuk alkes memang kita kebutuhan rumkital seperti bed, infus, alkes medis seperti stetoskop, oksigen, dan sebagainya itu kita sudah perhitungan. Untuk alkes sendiri 18 sampai 19 persen dari Rp16 miliar. Ya sekitar kurang lebih Rp3 miliar,” ungkap Armein. Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya tak menampik hal tersebut. Menurutnya, ada beberapa alkes yang pembeliannya belum terbayarkan. “Masih ada beberapa kewajiban yang akan diselesaikan secara bertahap,” ujarnya. Untuk itu, ia mengaku tengah dilakukan review oleh inspektorat atas pembelian alkes di RS Lapangan Kota Bogor. “Di-review. Kan semuanya harus di-review rutin. Semuanya di-review. Tapi ingin saya sampaikan lagi, nonaktif ini karena kebutuhannya tidak ada lagi. Itu dulu,” katanya. Ia juga memastikan alat-alat kesehatan serta beberapa tenaga kesehatan (nakes) akan tetap berada di RS Lapangan jika sewaktu-waktu ada lonjakan kasus Covid di Kota Bogor dan perlu mengaktfikan kembali RS Lapangan yang sifatnya darurat. “Alat masih tetap di sini, nakes juga siaga. Semua siaga. Karena kan bisa saja aktivasi lagi kalau nanti seketika ada kebutuhan mendesak. Memang ada yang habis kontrak, beberapa kembali ke RSUD Kota Bogor. Tapi ada juga yang siaga di sini,” imbuh Bima Arya. Di sisi lain, jelas Bima, operasional RS Lapangan Kota Bogor dinonaktifkan karena sudah tidak ada kebutuhan darurat lagi. Namun, rumah sakit darurat yang ada di kawasan GOR Pajajaran itu bisa saja diaktifkan kembali jika diperlukan. “RS Lapangan dinonaktifkan dulu karena kebutuhannya nggak ada lagi. Ini kan didirikan karena ada kebutuhan tempat tidur yang tinggi. Sekarang kasus sangat terkendali. Jauh di bawah rata-rata WHO. Jadi nggak ada kebutuhan itu. Semua sudah terpenuhi di faskes rumah sakit rujukan,” ujarnya.(dil/c/ryn/rez/run)