Seorang residivis narkoba berinisial AR yang pernah mendekam di jeruji besi tak juga kapok berurusan dengan polisi. Usai bebas dari tahanan, AR justru kembali ke lembah hitam narkoba. Bersama sang istri yang baru dinikahinya empat bulan, AR melebarkan pasar narkobanya di wilayah Bogor. SEBULAN menikah, pasangan suami-istri (pasutri) itu tinggal di rumah yang berada di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. AS pun langsung diajak AR menjalankan bisnis haramnya. AS dijadikan kurir narkoba alias ‘kuda’ oleh suaminya yang sebelumnya sudah dipenjara. Hingga tiga bulan berjalan, keduanya pun dibekuk Satuan Narkoba Polres Bogor. Pasutri tersebut diringkus pada 15 April 2021 dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu. Kapolres Bogor AKBP Harun menjelaskan bahwa tersangka ditangkap bersama suaminya. Untuk pemasaran barang haram tersebut, AR memasarkannya di daerah Bandung dan mencari market di daerah Bogor. Harun menjelaskan terungkapnya praktik peredaran narkoba oleh pasutri itu berawal dari adanya laporan masyarakat. ”Untuk transaksinya masih sama, menggunakan jasa pengiriman dan ojol (ojek online, red) seolah-olah barang pesanan elektronik sehingga tidak menimbulkan kecurigaan,” ujar Harun dalam konferensi pers di Mako Polres Bogor, Kamis (29/4). Ia melanjutkan, pasutri tersebut menggunakan modus sistem tempel yang ditaruh di salah satu tempat. ”Sang istri (AS, red) disuruh suaminya untuk menaruh narkoba di tempat yang sudah direncanakan,” ungkapnya. Sementara itu, Kasat Narkoba AKP Chandra menjelaskan pasutri itu sudah melaksanakan jual-beli narkoba selama tiga bulan, dengan modus membeli narkotika jenis sabu melalui Facebook dengan judul jole surwati. ”Setelah order, pengirimannya melalui jasa pengiriman barang ditaruh di sebuah barang elektronik. Dan tersangka istri (AS, red) menjual dengan sistem tempel menggunakan medsos (media sosial, red) sambil nyambi nama kue,” terang Candra. AR merupakan residivis selama lima tahun dari 2016 di Lapas Bancey Bandung. Barang haram tersebut AR dapatkan dari temannya yang di dalam lapas. ”Jadi dulu mereka sama-sama di lapas AR. Akhirnya mereka bebas. Setelah bebas, mereka kembali bisnis narkoba. Teman AR masih dalam pencarian,” ujar Candra. Atas perbuatan tersebut, AS dan AR dikenakan Pasal 114 ayat 2 dan 112 ayat UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda minimal Rp1 miliar dan maksimal Rp10 miliar. Sedangkan 17 tersangka lainnya dikenakan Pasal 114 ayat 1 dan 112 UU 35 Tahun 2009 minimal empat tahun, maksimal 12 tahun penjara, dan denda minimal Rp800 juta maksimal Rp8 miliar. Selain pasutri tersebut, Polres Bogor juga berhasil mengungkap kejahatan yang dilakukan 19 pelaku dalam kurun waktu dua pekan. Barang bukti yang diamankan yakni sabu seberat 126,66 gram, ganja 12,1 gram, tembakau sintetis 4 gram, dan obat-obatan 1.874 butir yang didapat dari tersangka. Total ada 19 tersangka yang berhasil diringkus. Tak hanya itu, kakak beradik yang membuka bisnis di tengah pandemi Covid-19 juga berhasil diamankan. Tidak tanggung-tanggung, mereka membuka pabrik narkoba di kawasan Puncak. Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro menjelaskan terungkapnya industri rumahan tembakau Gorilla itu berawal dari penyelidikan atas kasus jual-beli tembakau Gorilla dan sabu di kawasan Tajur, Kota Bogor. Saat itu, Tim Satresnarkoba Polresta Bogor Kota melakukan penyelidikan setelah menangkap tersangka Rommy Defani (22) di Jalan Raya Tajur atas kepemilikan sabu seberat 0,5 gram. Rommy lalu membawa Tim Satresnarkoba ke sebuah kontrakan di Desa Ciawi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, dan mendapati Deni Ramadani dengan paket-paket tembakau. “Di situ diamankan barang bukti berupa tembakau Gorilla sebanyak 77 paket, dengan total berat 3.225 gram,” kata Susatyo kepada Metropolitan, Kamis (29/4). Selanjutnya, tim Satresnarkoba Polresta Bogor Kota melakukan penggeledahan. Hasilnya, didapati alat produksi pembuatan narkotika jenis tembakau sintetis, seperti satu buah alat pres, tiga buah gelas ukur, satu buah alat pemanas, dua botol ethanol, dua botol glycero, dan dua bungkus kertas besar serta sebelas bungkus narkotika jenis tembakau sintetis yang sudah jadi dan siap edar. “Dari pengakuan Rommy Defani, ia hanya merupakan seorang kurir dan peracik dari tembakau Gorilla. Sedangkan otak dari penjualan tembakau Gorilla yang dipasarkan melalui Instagram dengan nama akun GGOLDENSTUF adalah kakak kandungnya bernama Rama Syaelendra,” beber Susatyo. Pada konferensi pers yang digelar di Pasar Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, ketiga tersangka dihadirkan di hadapan publik. Bahkan, Rama menjelaskan bagaimana caranya meracik tembakau Gorilla di kontrakannya. Awalnya, Rama membeli tembakau biasa seharga Rp17 ribu per 25 gram. Setelahnya, ia mencampur berbagai bahan kimia di sebuah gelas ukur dan dipanaskan agar tercampur. Bahan kimia itulah yang kemudian disemprot ke tembakau untuk menciptakan efek mabuk ketika diisap. Barang haram tersebut diakuinya dijual seharga Rp500 ribu per 15 gram. Dengan harga itu, keduanya cukup mendapat untung berlimpah. Untuk pemasarannya, tembakau Gorilla tersebut dijual dengan cara pre-order dan dibungkus kertas berwarna cokelat yang sudah dilabeli merk dagangannya. Di lokasi yang sama, Kasatreskrim Polresta Bogor Kota Kompol Agus Susanto mengungkapkan, kakak beradik itu belajar meracik tembakau Gorilla dari teman-teman di komunitasnya. Sedangkan untuk mendapatkan bahan kimia campuran untuk pembuatan tembakau Gorilla, didapat tersangka dengan cara membeli lewat situs online. “Jadi ini mereka autodidak, tidak ada takarannya, asal campur saja. Karena belajar dari komunitasnya, dan baru beraksi dua bulan belakangan,” jelas Agus. Ketiga tersangka itu pun dijerat Pasal 114 ayat (2) subsidier Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Permenkes RI Nomor 04 Tahun 2021 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Ancamannya, hukuman penjara paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp1 miliar. (rex/dil/d/fin/run)