Masih tingginya kasus positif baru pasien Covid-19 jadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Ini diperparah dengan perbandingan yang tidak ideal antara banyaknya kasus dengan tracing yang dilakukan petugas. BERDASARKAN catatan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Kota Bogor, kasus positif hingga Rabu (28/7) tembus di angka 31.787 kasus. Persoalan cukup pelik lantaran rasio tracing kasus Covid-19 di Kota Bogor masih jauh dari ideal karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM). Saat ini, rasio tracing di Kota Bogor masih di angka 1:6. Padahal, idealnya rasio tracing satu kasus dengan 15 tracing kontak erat. Hal itu diungkapkan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Menurutnya, Kota Bogor masih harus kerja keras agar setidaknya tim tracing yang ada bisa mencapai rasio tracing 1:8. “Kita kan ada tim tracing unit lacak. Di RT/RW juga. Diperkuat dengan TNI-Polri. Sekarang rasio tracing kita 1:6 lah. Masih harus kerja keras supaya kejar rasio 1:8. Kita siap sesuaikan dengan target provinsi (Jawa Barat, red) lah,” katanya saat ditemui Metropolitan.id di Gedung Wanita Kota Bogor, Rabu (28/7). “Idealnya itu 1:15. Tapi di Indonesia nggak ada lah. Sekarang 1:8 saja sudah bagus,” lanjut Bima Arya. Selain anggota dari pemerintah daerah, jelasnya, tim tracing juga mendapat bantuan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sedangkan, para relawan saat ini masih fokus penanganan warga isolasi mandiri (isoman) ketimbang membantu tracing kasus. Berdasarkan data Satgas Covid-19 Kota Bogor, jumlah Satgas Covid-19 tingkat mikro sebanyak 1.167 orang. Dengan perincian 30 orang tim lacak di enam kecamatan, 340 orang tim lacak di 68 kelurahan, dan 797 orang tim pemantau di tingkat 797 RW. Berdasarkan Instruksi Wali Kota Nomor 188.5/1457-Dinas Kesehatan (Dinkes) Tahun 2020 tentang Pembentukan RW Siaga Covid-19 dan Surat Edaran (SE) Wali Kota Nomor 061/1458/Dinkes tentang pembentukan RW Siaga Covid-19, struktur kepengurusan RW Siaga Covid-19 melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat, sehingga memudahkan untuk koordinasi maupun implementasi kegiatan di wilayah. Dari evaluasi yang ada, tutur Bima Arya, tim tracing mendapati berbagai kesulitan dalam mendata dan melakukan penelusuran. Di antaranya, meminta kejujuran dari warga kaitan aktivitas dan kontak eratnya. “Yang sulit itu pendekatan ke warga. Minta kejujuran soal itu. Jadi nggak mudah, apalagi kalau cuma lewat telepon. Perlu skill khusus menggali data, sehingga kapasitas tracing bisa ditingkatkan,” jelasnya. “Yang pasti fokus kita saat ini ke warga isoman dulu sekarang. Mengurangi angka kematian (isoman, red). Itu jadi prioritas kita,” terangnya. Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachman, mengakui adanya pelaporan kasus positif masih lambat, kinerja tim lacak dan tim pantau belum mencapai target, serta kurangnya pengawasan pada masyarakat yang melakukan isolasi atau karantina mandiri di rumah. Jika merujuk pada Instruksi Wali Kota Nomor 188.5/1457-Dinkes Tahun 2020 tentang Pembentukan RW Siaga Covid-19 maka ada delapan kinerja RW Siaga. Terutama, pengawasan pergerakan orang, pembatasan pergerakan kelompok rawan, melakukan monitoring dan evaluasi protokol kesehatan pada individu, sosialisasi protokol kesehatan, melarang adanya kegiatan yang mengumpulkan massa. Lalu, memastikan semua kegiatan dan aktivitas di masyarakat menerapkan protokol kesehatan, serta mempercepat pelaporan kasus di masyarakat kepada tim lacak kelurahan dan puskesmas ditindaklanjuti dengan tracing maksimal 2x24 jam. “Poin-poin itu akan terus kita evaluasi dan lakukan perbaikan,” pungkasnya. (ryn/ feb/run)