Tak hanya menyalurkan logistik, Yayasan Rokers Pantura Care juga membangun musala, rumah baca, dan sekolah darurat. Riman Wahyudi memulainya dengan bermotor menerobos lokasi bencana longsor dan banjir bandang sembari membawa bantuan. ”ADA orang kaya menelepon saya. Kaya: Mas, itu beli ambulans sudah jadi apa rakit sendiri? Saya: Beli jadi, Om, macam-macam harganya. Yang isinya komplet Rp140 juta, eh ada sih yang Rp100 juta. Kaya: Oh gitu, oke ke rumah ya, saya titip Rp300 juta untuk beli dua ambulans. Saya: Oke, Om, Alhamdulillah. Umpamane.” DIALOG imajiner itu diunggah Riman Wahyudi di akun Twitter-nya, @KentArockerss, tanpa tujuan khusus. Sekadar iseng. Tapi, memang ketika itu ketua Yayasan Rokers Pantura Care tersebut berencana menjual motor sportnya untuk digunakan membeli mobil ambulans. Tak disangka, setelah dicuitkan pada 25 Juli lalu, esoknya ada orang yang mengirim direct message (DM). Orang tidak dikenal itu bertanya, apakah Wahyu benar-benar mau membeli mobil untuk ambulans. Orang tersebut ingin memberi bantuan sebagai tambahan biaya dari hasil penjualan motor. Dan, benar saja, sosok yang mengaku tinggal di Bangka Belitung itu pun mentransfer uang Rp90 juta. ”Orangnya tidak mau disebutkan namanya. Dia pengusaha,” tutur Wahyu saat ditemui Jawa Pos pada Selasa (31/8) di Kafe Dejure yang juga kantor Yayasan Rokers Pantura Care di Jalan Erha, Gandul, Cinere, Kota Depok. Berselang dua hari, Wahyu membuat dialog imajiner lagi dan kembali mengunggahnya di Twitter. ”Alhamdulillah, tetiba WA. Clink, mobil jenazah perlu juga kan? Yaaa, iyaaa, iyaa, ya Allah perlu atuh. Tetiba mbak-mbak nyolek, Mas, ilere lap sek toh, ojo turu nang kene.” Lagi-lagi setelah itu ada orang yang tiba-tiba mengirim pesan ke handphone-nya. Intinya, orang tersebut siap memberi donasi untuk membeli mobil jenazah. Sang dermawan itu mengirim uang Rp80 juta. Donasi tersebut pun digunakan untuk membeli mobil Suzuki APV. Tapi, Wahyu masih membutuhkan biaya untuk karoseri, sirene, pengeras suara, lemari obat-obatan, tabung oksigen, tempat tidur, lampu dalam, dan lampu tembak. Penyumbang pertama kembali mentransfer uang Rp15 juta, kemudian ditambah uang yayasan Rp5 juta. Dua mobil itu pun dimodifikasi. Nissan Serena digunakan sebagai ambulans medis, sedangkan APV multifungsi: untuk medis dan jenazah. Total biaya yang dikeluarkan untuk dua mobil itu sekitar Rp190 juta. Cutting sticker untuk tulisan ambulans, yayasan, dan nomor telepon yang ditempel di badan mobil pun hasil donasi dari warganet. Dua mobil itu kini bersiaga di depan kantor Yayasan Rokers Pantura Care yang tidak jauh dari pintu tol Brigif–Gandul. ”Kami siap mengantar masyarakat yang membutuhkan 24 jam,” kata Wahyu. Mobil ambulans hanya salah satu program yang digagas Yayasan Rokers Pantura Care. Masih banyak aksi sosial yang dilakukan yayasan yang pengurusnya berasal dari berbagai latar belakang itu. Hampir setiap hari mereka bertemu di Kafe Dejure yang juga kantor yayasan. Membahas program sosial yang akan dilakukan. Dari secangkir kopi yang dijual, sebagian keuntungannya disisihkan untuk kegiatan sosial. Kafe dan kantor itu adalah milik salah seorang donator. Yayasan diminta mengelola. Di tempat itulah berbagai donasi dikumpulkan sebelum diserahkan kepada yang berhak menerimanya. Semua bermula dari aksi sosial mandiri yang dilakukan Wahyu. Kala itu dia masih menjadi reporter di stasiun radio swasta yang berkantor di Jakarta. Pada 2019, terjadi longsor dan banjir bandang di wilayah Lebak, Banten, dan Bandung Barat, Jawa Barat. Ketika libur kerja, dia berangkat sendiri menggunakan motor sport menerabas masuk lokasi bencana. Dia membawa donasi seadanya karena memang hanya mengendarai motor. Kegiatan sosial itu kemudian diunggah ke Twitter. Ternyata, banyak yang tergerak memberikan dukungan. Mereka menyerahkan berbagai donasi. Wahyu pun semakin bersemangat menyalurkan. Hari berikutnya, Wahyu menyewa mobil, mengangkut banyak bantuan dari pendonor. Pertama, ke Cileuksa, Bandung Barat. Dengan mobil sewaan, dia nekat masuk lokasi bencana yang medannya sangat berat. Jalan berlumpur dan naik turun bukit. Wahyu akhirnya sampai lokasi bencana, kemudian menyerahkan bantuan beras, selimut, peralatan salat, dan kebutuhan lain. Tapi, ketika hendak pulang, jalur yang akan dilalui tertutup lumpur. Mobil tidak mungkin bisa melintas. Akhirnya, Wahyu terjebak di lokasi bencana selama sepuluh hari. Dia baru bisa keluar dari daerah bencana setelah mendapat bantuan dari warga. (feb/run)