Membahas e-sports, umumnya yang muncul di benak adalah remaja asal kota besar dari kalangan menengah ke atas yang tergabung dalam sebuah tim e-sports papan atas. Meski benar, stigma itu terbukti tidak berlaku secara merata. BEBERAPA putra daerah yang tidak berdomisili di kota besar pun ikut menyemarakkan e-sports yang kian menjamur di Tanah Air. Beberapa di antara mereka bahkan sudah membangun komunitas sendiri untuk memfasilitasi para gamer di sekitar mereka. Salah satunya adalah Zainal Abidin, mahasiswa semester tujuh jurusan Teknik Mesin Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy), Jombang, Jawa Timur. Zainal, yang sejak tingkat satu sudah mendirikan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Esports, kini telah menjadikan UKM E-sports tersebut sebagai salah satu skuad yang diperhitungkan dalam kompetisi e-sports tingkat perguruan tinggi. Zainal yang sekarang menjabat menjadi manajer UKM Esports di Unhasy mengungkapkan impiannya untuk mengubah stigma masyarakat mengenai game dan memberikan bukti nyata bahwa kesuksesan hidup bisa diraih melalui bermain game. “Saya memang menyukai bermain gim, tetapi saya lebih banyak menyenangi aspek organisasi. Inilah yang membuat saya menjadi manager tim UKM Esport Unhasy, untuk mendukung teman-teman,” ujar Zainal. “Saya terus mendampingi, mendukung, dan memberi motivasi seluruh tim untuk belajar bersama-sama, dan kami tentunya sangat terbuka dengan mahasiswa yang ingin belajar mengenai e-sports. Tim kami bahkan rata-rata banyak yang sebelumnya belum pernah bermain atau mengikuti klub, tapi semangatnya dapat dipuji,” sambung Zainal. Lewat konsistensinya, Zainal menuturkan, jumlah anggota timnya terus bertumbuh hingga ratusan orang. Mereka dan bahkan memenangi salah satu pertandingan e-sports bergengsi, yakni LIMA Esports 2021 Free Fire Nationals. “Melihat perjalanan ke belakang, tentu saya sangat bangga dengan posisi kami saat ini,” ujarnya. Zainal mengakui memiliki beragam strategi untuk mendorong tumbuhnya UKM Esports tersebut, salah satunya lewat komunitas. “Namanya unit kegiatan mahasiswa, pasti ada momen naik dan turunnya, tetapi saya bersyukur bisa membangun komitmen teman-teman terutama yang ingin menjadi pro-player, karena diperlukan pelatihan yang berbeda,” lanjutnya. Untuk mengasah kemampuan timnya, Zainal tidak segan untuk mengundang pemain pro nasional untuk berbagi ilmu kepada anggota timnya. “Saya juga mendorong anggota untuk dapat minimal bergabung dengan komunitas Free Fire di sekitar mereka. Karena, menjadi pro player harus mempunyai sikap dan etos yang baik, dan harus bisa menjadi contoh bagi atlet dan pemain Free Fire lainnya,” ujarnya. Zainal juga menuturkan bahwa jago bermain gim bukan berarti akademik tertinggal. Malah menurutnya, bermain gim dan bersekolah dapat berjalan dengan seimbang. “Kita lihat sekarang bahkan e-sports sudah bisa menjadi sebuah karier,” kata Zainal yang saat ini sedang berkutat mengerjakan tugas akhir. Di luar kegiatannya sebagai pegiat e-sports, Zainal kini berstatus sebagai guru SMK Matsna Karim di Jombang. Ia mengajar kelas Otomotif. Di dalam kelas, Zainal juga kerap berbagi mengenai e-sports kepada anak-anak didiknya. “Berbagi adalah passion saya, baik itu dalam bentuk mengajar ataupun membangun komunitas di UKM Esports saat ini. Nilai ini tentunya sejalan dengan nilai-nilai positif yang dibawa Free Fire, terutama dalam membangun komunitas e-sports. Saya berharap setelah lulus dapat terus berbagi dan berkontribusi bagi banyak orang, terutama menekuni pekerjaan saya saat ini sebagai guru,” tutupnya. (jp/feb/run)