Senin, 22 Desember 2025

The Able Art Bangun Akses untuk Seniman Penyandang Disabilitas, Semangat Menyala walau Lengan Terasa Lemah

- Selasa, 28 Desember 2021 | 10:20 WIB

Menjadi penerang bagi sesama. Untuk tujuan itu The Able Art hadir. Tommy Budianto, motor di balik gerakan tersebut. Ia membuka jalan agar karya para seniman penyandang disabilitas bisa menembus pasar, menjangkau lebih banyak orang, dan menambah sumber penghasilan bagi pembuatnya. TUJUH tahun lalu, Winda Karunadhita mencoba mengambil alih tanggung jawab ayahnya. Menjadi tulang punggung keluarga. Pada Juni 2014, Ketut Punia, ayah Winda, meninggal. Mening­galkan seorang istri dan tiga anak. Winda sebagai anak kedua, kakak laki-lakinya yang juga penyandang disabilitas, dan adik perempuan dari ga­dis kelahiran 1990 tersebut. Dengan kelainan genetik muscular dystrophy, Winda yang kala itu masih berusia 24 tahun harus menghidupi keluarganya. Melukis adalah jalan yang dia pilih. Winda mulai melukis pada 2015. Yang paling kuat meng­gerakkan dia untuk menda­lami seni lukis adalah keper­gian ayahnya. Lukisan men­jadi jalan keluar dari berbagai persoalan yang paling memun­gkinkan bagi dia kala itu. ”Namun, saat itu saya tidak memiliki cukup modal untuk membeli alat-alat lukis yang lengkap dan berkualitas,” ung­kapnya. Adalah Nyoman Santiawan, seorang pengusaha asal Bali, yang membantu Winda untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan alat lukis pemberian Santiawan, Winda mulai belajar melukis. Dia tidak punya guru. Namun, dia tak menyerah. Di rumah, Winda melatih keterampilannya. Setiap hari dia menggores kanvas. Me­nuangkan kreativitas. Melukis apa saja. ”Kesulitan ada pada tangan saya,” imbuhnya. Kelainan genetik yang dia alami adalah penyebabnya. Kelainan itu membuat otot lengan Winda terus melemah. Karena itu, kemampuan len­gannya untuk bergerak sema­kin hari kian terbatas. ”Saat melukis, saya harus meme­gangi tangan kanan dengan tangan kiri,” tambahnya. Keterbatasan itu memang membikin Winda kesulitan. Namun, dia tak lantas kehi­langan semangat. Motivasilah yang mendorongnya terus bergerak menuntun Winda menemukan jalan keluar. Seiring berjalannya waktu, namanya kian bersinar. Lukisannya pun semakin di­kenal. Kini dia menjadi salah seorang pelukis yang melahi­rkan lukisan beraliran Chinese style dan Balinese style. Dia juga menjadi salah seorang seniman yang digaet untuk bekerja sama dengan The Able Art besutan Tommy. Per­sis tiga tahun lalu, dia bergabung dalam gerakan tersebut. Pertemuan Winda dan Tom­my terjadi dalam dua babak. Pertama, saat Winda hadir sebagai narasumber dalam salah satu program televisi swasta nasional pada 2016. Tommy yang kala itu masih fokus bekerja di bidang tek­nologi informasi menyaksikan Winda dari balik layar kaca. Dalam acara yang sama, se­niman penyandang disabilitas lainnya juga hadir. Dia adalah Sadikin Pard. Dari sana, bibit-bibit The Able Art mulai mun­cul. Tommy ingin membantu Sadikin dan Winda agar punya askes lebih luas untuk men­jual karya-karya mereka. Apa­lagi setelah dia tahu masih banyak seniman penyandang disabilitas yang sulit memasar­kan karya mereka. Keinginan itu lantas direa­lisasikan Tommy dengan mendatangi beberapa seniman penyandang disabilitas yang berdomisili di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Dia juga berkali-kali mendatangi yayasan-yayasan penyandang disabilitas di berbagai daerah. Dari satu pintu ke pintu lain. Menawarkan kerja sama un­tuk mengkreasi dan mempro­duksi barang harian dari lu­kisan para seniman difabel. ”Dari lukisan kami repro jadi hijab, tote bag, kalender, dan macam-macam,” jelasnya pada Kamis (9/12). (feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X