“Pak Iwan! Mana uang kami...” pekik seorang ibu dengan suara lantang. Sosoknya berdiri di barisan para nasabah yang siang itu sengaja menggeruduk kantor Koperasi Sejahtera Bersama (KSB). ADA ratusan nasabah lain yang mengepung kantor koperasi di Jalan Pajajaran, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, itu. Mereka menuntut agar uang simpanannya dikembalikan. Tidak tanggung-tanggung, bila ditotal, uang mereka ada Rp8,6 triliun. “Kembalikan uang kami! Anak saya lapar...” ucap nasabah lainnya yang terus mendesak agar pihak KSB keluar menemui massa. Para nasabah yang kompak berseragam putih itu meminta dipertemukan dengan pengurus dan pengawas KSB. Mereka ingin menagih janji para pengurus dan pengawas KSB untuk mengembalikan simpanan yang telah dipercayakan selama ini. Salah seorang nasabah yang merugi asal Bogor, Bob, mengaku rugi Rp13,5 miliar dan dananya tidak bisa dicairkan sejak 2019. ”Sekarang saya minta uang saya kembali. Itu hak saya,” katanya. Ia menuturkan, aksi tersebut merupakan perwakilan dari 180 ribu anggota dengan klaim dana simpanan nasabah sebanyak Rp8,6 triliun. Tak hanya terjadi di Bogor. Hampir di sejumlah daerah, pengelolaan koperasinya bermasalah. Klaten, misalnya. Baru-baru ini juga nasabahnya ngamuk mendatangi kantor KSB. Sejumlah nasabah yang tidak mendapat kepastian pembayaran, mengancam akan membawa massa lebih besar bila empat tuntutan yang disampaikan para nasabah tidak dipenuhi dalam waktu dekat. Ancaman itu disampaikan salah seorang anggota perwakilan nasabah, Irwansyah, usai mengikuti mediasi di kantor KSB, Kamis (20/1). “Jika tuntutan kami belum dipenuhi, kami akan lakukan demo lebih besar ke pemerintah,” kata pria asal Jakarta itu kepada wartawan. Keempat tuntutan yang disampaikan, pertama, menuntut pengembalian uang nasabah yang hingga kini belum terealisasi. Kedua, mendesak dilakukannya audit investigasi melalui akuntan publik independen yang ditunjuk dan diawasi perwakilan anggota. “Bukan ditunjuk pemerintah. Tidak ada urusannya peran pemerintah,” ujar Irwansyah. Ketiga, melibatkan perwakilan nasabah dalam anggota satgas yang dibentuk Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM) dan menolak keberadaan Yudibisana dalam anggota satgas. “Karena selama ini telah menjerumuskan nasabah KSB hingga terjaring sengketa terperangkap di kasus PKP (Pengusaha Kena Pajak, red),” sesalnya. Terakhir, mendorong penegak hukum segera bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengungkap aliran dana sebesar Rp8,6 triliun yang dimiliki 54 ribu nasabah, sesuai hasil Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). “Itu tuntutan kami. Tuntutan ini datang dari semua nasabah. Ada perwakilan dari daerah Tegal, Cirebon, Semarang, Bandung, dan Jabodetabek. Semuanya senasib,” tegasnya. KSB diwajibkan membayar dana senilai Rp8,6 triliun kepada sekitar 180 ribu anggota. Pembayaran dilakukan bertahap, sebanyak sepuluh kali selama enam bulan sekali. Ketua Satgas Penanganan Koperasi Bermasalah, Agus Santoso, mengaku pihaknya telah menyiapkan prosedur operasional standar atau SOP pendampingan atau pengawasan khusus, sesuai PKPU. ”Kami minta pengurus dan pengawas koperasi harus menyerahkan semua data dan informasi keterangan yang akurat,” tutur Agus dalam keterangannya, Jumat (14/1). Pihak koperasi harus menyerahkan informasi sesuai data neraca 2019–2021. Pihaknya akan menjaga kerahasiaan seluruh data anggota apabila sedang masuk satu koperasi, dalam melakukan proses pendampingan atau pengawasan khusus. Satgas terdiri dari tiga tim, yakni tim verifikasi anggota simpanan dan pinjaman, tim verifikasi aset dan penilaian aset, dan tim legal yang mengakuisisi dokumen. ”Tujuannya sesuai dengan pembentukan satgas ini. Mendampingi KSB dalam proses PKPU. Artinya, restrukturisasi utang,” jelas Agus. Namun, hingga berita ini dikorankan, belum ada keterangan langsung dari pihak KSB.