Senin, 22 Desember 2025

Ayu Wulan Cari Tenaga Kerja di Panti Sukses Rintis Bisnis, Berdayakan Penyandang Disabilitas Ciptakan Gaun Cantik

- Jumat, 4 Februari 2022 | 10:10 WIB

Pada 2012, Ayu Wulan mulai mengikutsertakan tenaga kerja penyandang disabilitas untuk berkarya di Galeri Whulyan Dressmaker. Ia memberikan ruang, kesempatan, sekaligus kepercayaan kepada mereka untuk ikut membantu pembuatan gaun dan baju pernikahan. AWAL membuka bisnis di bidang jahit-men­jahit baju, Wulan kerap menemui kendala yang berulang. Dia sering ke­kurangan tenaga kerja. Saat ada karyawan yang berhenti, rasanya sulit mencari peng­ganti. Suatu hari, salah seorang kenalan memberitahunya. Intinya, ada panti rehabili­tasi cacat tubuh binaan Din­sos Jatim yang ada di Bangil, Pasuruan. Kawan itu menga­takan bahwa Wulan bisa men­cari tenaga kerja yang bisa menjahit di panti tersebut. Tak pikir panjang, Wulan langsung menghubungi pan­ti yang bersangkutan. Melalui sambungan telepon, dia men­gutarakan maksud dan tuju­annya. Sang pengasuh panti terdengar gembira dan me­mintanya datang ke sana. “Aku diharuskan ke sana supaya bisa melihat langsung kondisi anak-anak. Sekaligus menemukan kemantapan hati. Apakah betul-betul yakin mau ngopeni dan mempe­kerjakan mereka,” ujar Wulan kepada Jawa Pos, belum lama ini. Dia masih ingat betul sem­bilan tahun silam itu menda­tangi panti. Berboncengan naik sepeda motor bersama suaminya. Keduanya berang­kat dari galeri mereka di Si­doarjo menuju Bangil. “Di sana aku melihat ada anak yang tidak punya kaki, tapi dia bisa membuat pola di atas kursi rodanya. Kalau teringat itu, aku masih suka nangis,” kenangnya. Kunjungan ke panti itu mem­buat Wulan sadar. Dia mesti meluruskan niat. Tidak boleh hanya mencari tenaga kerja, tetapi juga harus punya niat tulus memberi mereka ke­sempatan untuk melakukan hal yang berarti dalam kehidu­pan. “Selama tinggal di panti, mereka diajari untuk fokus pada kelebihan yang bisa bermanfaat untuk orang lain, bukan kekurangan. Didikan terhadap mereka itu juga lan­tas menjadi motivasiku,” im­buhnya. Beberapa waktu berselang pasca kunjungan ke panti, beberapa pegawai Dinsos Jatim datang ke galeri Wulan untuk melakukan survei lo­kasi. Sebulan kemudian, me­reka mengirim tiga anak dari panti untuk magang di tempat Wulan. Mulai dari situ, setiap tahun pihak panti rutin mengirim­kan anak-anak ke galeri Wu­lan. Mereka diberi kesempa­tan magang selama tiga bulan. Setelah lulus, beberapa dari anak-anak tersebut juga be­kerja pada Wulan. Namun, selama pandemi, kegiatan magang dihentikan sementara oleh pihak panti. Wulan yang sebelumnya me­miliki sepuluh tenaga kerja penyandang disabilitas pun saat ini tinggal enam orang. Mereka juga bertempat ting­gal di galeri milik Wulan. “Bekerja dengan mereka itu tidak boleh ada niat komer­sial. Mereka datang dari kelu­arga tidak mampu dengan keterbatasan fisik hingga pendidikan. Khusus tenaga kerja, skill dan kepintaran bukan prioritas saya. Yang penting dan utama adalah kemauan keras untuk belajar serta bekerja dalam kondisi apa pun. Karena skill itu bisa diajarkan,” paparnya. Wulan lantas teringat me­mori yang terjadi pada 2014. Kala itu dia kedatangan Mbak Siti dari Jember. Kondisinya lumpuh. Namun, dengan niat membara, Mbak Siti da­tang diantar motor roda tiga oleh bapaknya untuk me­minta pekerjaan. Wulan sempat bingung ka­rena Mbak Siti tidak punya skill menjahit. “Njahit lurus aja jadinya mencong. Jadi, setiap pos produksi diujicobakan. Akhir­nya nemu, dia bisanya di ba­gian bordir,” ujar perempuan 40 tahun itu. Wulan yakin, dengan di­beri ruang, kesempatan, dan kepercayaan, mereka yang memiliki keterbatasan bisa berdaya dengan kemampuan­nya. Percaya diri dengan apa yang dimiliki. Berdikari men­jalani kehidupan di dunia nyata. Motivasi sekaligus standar kerja yang diajarkan juga mampu membuat me­reka menciptakan karya ber­nilai tinggi. Sebuah karya berkualitas yang tidak dipan­dang sebelah mata. Beberapa di antara mereka juga akhirnya bisa membuka usaha sendiri setelah selesai magang di galeri Wulan. Ada yang membuka jasa payet saat kembali ke kampung hala­mannya. “Karyawan lain yang tidak punya keterbatasan juga harus memiliki hati besar. Lapang dada untuk saling membantu dan beradaptasi dengan me­reka yang punya keterbatasan. Sebab, satu sama lain saling menyempurnakan sebagai tim dalam membuat sebuah baju,” tandasnya. (jp/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X