Pada 2012, Ayu Wulan mulai mengikutsertakan tenaga kerja penyandang disabilitas untuk berkarya di Galeri Whulyan Dressmaker. Ia memberikan ruang, kesempatan, sekaligus kepercayaan kepada mereka untuk ikut membantu pembuatan gaun dan baju pernikahan. AWAL membuka bisnis di bidang jahit-menjahit baju, Wulan kerap menemui kendala yang berulang. Dia sering kekurangan tenaga kerja. Saat ada karyawan yang berhenti, rasanya sulit mencari pengganti. Suatu hari, salah seorang kenalan memberitahunya. Intinya, ada panti rehabilitasi cacat tubuh binaan Dinsos Jatim yang ada di Bangil, Pasuruan. Kawan itu mengatakan bahwa Wulan bisa mencari tenaga kerja yang bisa menjahit di panti tersebut. Tak pikir panjang, Wulan langsung menghubungi panti yang bersangkutan. Melalui sambungan telepon, dia mengutarakan maksud dan tujuannya. Sang pengasuh panti terdengar gembira dan memintanya datang ke sana. “Aku diharuskan ke sana supaya bisa melihat langsung kondisi anak-anak. Sekaligus menemukan kemantapan hati. Apakah betul-betul yakin mau ngopeni dan mempekerjakan mereka,” ujar Wulan kepada Jawa Pos, belum lama ini. Dia masih ingat betul sembilan tahun silam itu mendatangi panti. Berboncengan naik sepeda motor bersama suaminya. Keduanya berangkat dari galeri mereka di Sidoarjo menuju Bangil. “Di sana aku melihat ada anak yang tidak punya kaki, tapi dia bisa membuat pola di atas kursi rodanya. Kalau teringat itu, aku masih suka nangis,” kenangnya. Kunjungan ke panti itu membuat Wulan sadar. Dia mesti meluruskan niat. Tidak boleh hanya mencari tenaga kerja, tetapi juga harus punya niat tulus memberi mereka kesempatan untuk melakukan hal yang berarti dalam kehidupan. “Selama tinggal di panti, mereka diajari untuk fokus pada kelebihan yang bisa bermanfaat untuk orang lain, bukan kekurangan. Didikan terhadap mereka itu juga lantas menjadi motivasiku,” imbuhnya. Beberapa waktu berselang pasca kunjungan ke panti, beberapa pegawai Dinsos Jatim datang ke galeri Wulan untuk melakukan survei lokasi. Sebulan kemudian, mereka mengirim tiga anak dari panti untuk magang di tempat Wulan. Mulai dari situ, setiap tahun pihak panti rutin mengirimkan anak-anak ke galeri Wulan. Mereka diberi kesempatan magang selama tiga bulan. Setelah lulus, beberapa dari anak-anak tersebut juga bekerja pada Wulan. Namun, selama pandemi, kegiatan magang dihentikan sementara oleh pihak panti. Wulan yang sebelumnya memiliki sepuluh tenaga kerja penyandang disabilitas pun saat ini tinggal enam orang. Mereka juga bertempat tinggal di galeri milik Wulan. “Bekerja dengan mereka itu tidak boleh ada niat komersial. Mereka datang dari keluarga tidak mampu dengan keterbatasan fisik hingga pendidikan. Khusus tenaga kerja, skill dan kepintaran bukan prioritas saya. Yang penting dan utama adalah kemauan keras untuk belajar serta bekerja dalam kondisi apa pun. Karena skill itu bisa diajarkan,” paparnya. Wulan lantas teringat memori yang terjadi pada 2014. Kala itu dia kedatangan Mbak Siti dari Jember. Kondisinya lumpuh. Namun, dengan niat membara, Mbak Siti datang diantar motor roda tiga oleh bapaknya untuk meminta pekerjaan. Wulan sempat bingung karena Mbak Siti tidak punya skill menjahit. “Njahit lurus aja jadinya mencong. Jadi, setiap pos produksi diujicobakan. Akhirnya nemu, dia bisanya di bagian bordir,” ujar perempuan 40 tahun itu. Wulan yakin, dengan diberi ruang, kesempatan, dan kepercayaan, mereka yang memiliki keterbatasan bisa berdaya dengan kemampuannya. Percaya diri dengan apa yang dimiliki. Berdikari menjalani kehidupan di dunia nyata. Motivasi sekaligus standar kerja yang diajarkan juga mampu membuat mereka menciptakan karya bernilai tinggi. Sebuah karya berkualitas yang tidak dipandang sebelah mata. Beberapa di antara mereka juga akhirnya bisa membuka usaha sendiri setelah selesai magang di galeri Wulan. Ada yang membuka jasa payet saat kembali ke kampung halamannya. “Karyawan lain yang tidak punya keterbatasan juga harus memiliki hati besar. Lapang dada untuk saling membantu dan beradaptasi dengan mereka yang punya keterbatasan. Sebab, satu sama lain saling menyempurnakan sebagai tim dalam membuat sebuah baju,” tandasnya. (jp/feb/run)