Senin, 22 Desember 2025

Siswi SMP Jadi Korban Mesum Ayah Tiri, Trauma sampai Tangan Sering Gemetar

- Rabu, 9 Maret 2022 | 10:40 WIB

Keceriaan AL (13), siswi SMP asal Citeureup, hilang sudah. Kebahagiaan masa remajanya direnggut ayah tirinya berinisial B yang tega berbuat mesum pada AL. Hingga kini, gadis belia itu masih merasakan trauma akibat ulah bejat sang ayah tiri. TANGANNYA gemetar saat menceritakan semua kejaha­tan yang dilakukan ayah tiri­nya yang tega menggerayangi tubuh AL. Sambil menitikkan air matanya, AL mengadukan semua keluh kesah pada ka­kak kandungnya, YI (24). YI membeberkan, AL men­galami pelecehan sebanyak tiga kali, sesuai keterangan awal yang ia ceritakan ke­pada YI pada Senin (7/3) pagi. ”Adik saya ini sudah ngetik pesan dari habis kejadian, cuma dia save dulu di note. Pada saat dia mau berangkat sekolah di hari Senin, baru dia kirim ke saya,” kata YI saat dikonfirmasi Metropolitan, Selasa (8/3). Setelah mengetahui hal ter­sebut, YI langsung melaporkan kegilaan ayah tirinya itu ke­pada sang ibu. Namun, sang ibu tidak memercayai perka­taan YI, hanya mengabaikan pesan yang disampaikan YI. ”Waktu dikasih tahu, mama bilang mau ngomong dulu ke B. Tetapi, nggak ada per­kembangan sama sekali. Re­spons mama saya nggak baik mengetahui anaknya dica­buli sama B,” tutur YI. Hingga akhirnya, YI men­ghampiri rumah B yang juga ditinggali ibunya, untuk me­minta klarifikasi atas kela­kuan B terhadap AL. Saat diskusi berlangsung, YI tersulut emosinya karena pihak kelu­arga B menanggapinya enteng. ”Di situ ada suami saya, mama saya, B, dan keluarga B. Awalnya saya ceritain, me­reka kaget dan syok. Tetapi waktu saya ceritain kejadian detailnya, pihak keluarga B malah bilang, ’Masih mending kayak gitu, banyak yang lebih parah’,” tutur YI. Namun, sambung YI, B ber­kilah yang dilakukannya ter­hadap AL yakni ingin men­gobati AL, yang saat itu sedang tidur siang di kamarnya. ”Alasannya seperti itu. Te­tapi kalau yang adik saya ce­rita, dia ngalamin pelecehan itu kayak dipeluk, terus dira­ba-raba sampai ke dalam baju. Terus sampai dicium di daerah leher,” terang YI. Saat ini, AL mengalami trauma hingga diamankan YI di rumahnya. Dari keterang­an YI, AL hanya bisa menangis dengan tangannya yang sel­alu gemetar. Rasa trauma AL sampai takut kembali ke rumah ibunya dan tak kuasa jika membayangkan B dalam pi­kirannya. “Itu tangannya selalu ge­metar. Sekarang nggak se­kolah dulu karena saya bawa ke rumah. Trauma belum hilang, dia masih takut. Apa­lagi kalau ingat kejadiannya,” ujarnya. Tak tahan melihat kondisi adiknya, pada Selasa (8/3), YI melaporkan kejadian ter­sebut ke polisi dengan laporan bernomor LP/B/409/III/2022/ SPKT/POLRES BOGOR/ POLDA JAWA BARAT. Ia pun telah dimintai keterangan oleh penyidik. Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Siswo Tarigan mengata­kan, saat ini kasus tersebut tengah ditangani dan diseli­diki Polres Bogor. ”Laporannya sudah masuk. Saat ini sedang kita selidiki lebih dalam untuk proses se­lanjutnya,” kata Siswo. Kasus yang dialami AL se­makin menambah angka Ke­kerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap perempuan. Komisi Nasional Anti-Keke­rasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) men­catat, terjadi kenaikan kasus hingga 50 persen pada 2021. Dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2021 Komnas Pe­rempuan, disebutkan bahwa angka KBG pada perempuan sebanyak 338.496 kasus. Jum­lah itu meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 226.062 kasus. Data tersebut merupakan total aduan yang disampaikan kepada Komnas Perempuan, lembaga layanan, dan Badan Peradilan Agama (Badilag). Jika diperinci per lembaga, menurut Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia C Salam­pessy, di Komnas Perempuan KBG pada perempuan me­ningkat hingga 80 persen. Yakni, dari 2.134 kasus pada 2020 menjadi 3.838 kasus pada 2021. Sama halnya di Badilag. Angka KBG pada perempuan juga naik 52 persen, dari 215.694 kasus pada 2020 men­jadi 327.629 kasus pada 2021. Namun, berdasar data lem­baga layanan, angka KBG terhadap perempuan justru turun 1.205 kasus atau 15 per­sen dari 2020. Tercatat, angka KBG terhadap perempuan pada 2021 mencapai 7.029 kasus. “Ini terjadi lantaran selama dua tahun pandemi, sejumlah lembaga layanan tidak lagi beroperasi. Sehingga, terjadi keterbatasan SDM hingga sistem dokumentasi kasus,” kata Olivia pada penyam­paian catahu, kemarin. Komisioner Komnas Perem­puan Alimatul Qibtiyah men­gungkapkan, kasus-kasus tersebut banyak dialami di ranah personal. Setidaknya ada 2.527 kasus ranah perso­nal yang dilaporkan ke Kom­nas Perempuan dan lembaga layanan. Disusul, ranah komu­nitas 1.273 kasus dan ranah negara 38 kasus. Yang mengejutkan, di ranah personal, kekerasan tertinggi justru dilakukan mantan pa­car. Dari data aduan ke Kom­nas Perempuan, ada 813 ka­sus kekerasan terhadap pe­rempuan yang dilakukan mantan pacar. Disusul, keke­rasan terhadap istri 771 kasus. Sementara itu, dari lem­baga layanan, diketahui bahwa ada 483 kasus dilaporkan dengan pelaku mantan pacar, 771 suami, dan 802 kasus pa­car. ”Biasanya di tahun-tahun sebelumnya, tertinggi keke­rasan pada istri. Baru tahun ini, kekerasan dilakukan man­tan pacar,” tandasnya. (far/d/ jp/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X