Warungnya berada di dekat Jembatan Nguling. Secara yuridis, lokasinya masuk wilayah Probolinggo. Namun, Nguling adalah bagian dari Pasuruan. Bertolak belakang dengan polemik letak geografisnya, penggemar kuliner satu suara soal Rawon Nguling: mantap! KELUAK atau kluwek alias kepayang adalah bumbu esensial untuk rawon. Begitupun di Rawon Nguling. Warung yang sebelum 1985 dikenal sebagai Depot Lumayan itu juga tidak mau sembarangan memilih keluak. Mereka mendatangkan langsung keluak dari Lumajang. Sementara itu, bawang prei atau daun bawang yang berukuran besar (loncang) dipasok dari Tengger. “Itu resep turun-temurun sejak 1942,” kata Rofiq Ali Pribadi, generasi ketiga Rawon Nguling, saat disambangi Jawa Pos pada Desember lalu. Selain bumbu dan pelengkap masakan, perolehan bahan utama pun masih tetap sesuai pakem pendiri Rawon Nguling. “(Daging) sapinya juga diambil dari jagal. Tidak motong sendiri. Mbah dan orang tua pesannya begitu,” lanjut Rofiq. Rawon Nguling yang diprakarsai Mbah Marni dan Mbah Karyorejo pada 1942 itu lantas dilanjutkan orang tua Rofiq. Yakni, Muhamamad Dahlan dan Siti Fatimah. Kini bersama empat saudaranya, Rofiq melanjutkan usaha keluarga tersebut. Pakemnya masih tetap sama dengan yang Mbah Marni dan Mbah Karyorejo gariskan 80 tahun lalu. Selain takaran dan ragam bumbu serta rempah yang tidak diubah, proses masaknya masih sama. Tahapan menumis bumbu serta meracik kuah rawon dilakukan terpisah. Demikian pula beberapa tahapan memasak yang lain. Khusus menumis bumbu, Rofiq tetap menggunakan tungku berbahan bakar kayu. Ketaatan Rofiq pada pakem itulah yang membuat rasa Rawon Nguling tetap semantap dulu. Maka, tidak heran jika kelezatannya terdengar sampai ibu kota. Artis, pejabat, sampai presiden pun pernah singgah di warung yang bersebelahan dengan kediaman Rofiq tersebut. Kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sekitar 16 tahun lalu adalah yang paling berkesan buat Rofiq. Bukan hanya dapur dan alat masak yang harus steril, melainkan juga kamar tidur hingga kamar mandi. Seprai dan sarung bantal harus diganti. Begitu pula gayung. Rofiq tidak akan pernah lupa tanggalnya. Pada 5 Januari 2006. Pagi itu telepon di meja kasir berdering. Dia sendiri yang mengangkatnya. Rupanya, telepon dari Biro Kesekretariatan Pemprov Jatim. Si penelepon memesan ruang VIP di Rawon Nguling untuk pukul 12:00 WIB hari itu juga. Karena biasa menerima tamu pejabat, Rofiq mengiyakan saja pesanan tersebut. Apalagi, para pejabat pemprov sering mampir untuk menikmati rawon di warungnya. Tidak lama kemudian, datanglah komandan kodim (dandim) setempat. Permintaannya sama, memesan ruang VIP. Jamnya juga sama. Rofiq menolak permintaan sang Dandim. Sebab, Pemprov Jatim lebih dulu memesan. “Pokoknya harus kosong. Nanti biar saya yang ngomong,” kata Dandim tersebut seperti ditirukan Rofiq. Sebagai pengusaha kuliner yang memprioritaskan kepuasan pelanggan, Rofiq sempat gugup. Kok ya bisa jadwalnya bentrok. Meskipun tidak tahu nantinya harus memberikan pada pemprov atau Dandim, Rofiq tetap mempersiapkan ruang VIP. Kabar bahwa yang akan singgah ke Rawon Nguling adalah Presiden SBY tersiar seiring aktivitas Rofiq mempersiapkan ruang VIP. Konon, SBY hendak singgah untuk makan siang sebelum kunjungan kerja ke Jember. Ada rasa bangga yang menjalari dada Rofiq. Didatangin presiden! Berita itu kian santer. Tim dokter istana menginspeksi dapur Rawon Nguling. Semua bahan makanan diperiksa. Kuah, daging sapi, tempe, hingga sambal dipastikan aman. Panci yang digunakan untuk mewadahi kuah diganti yang baru. Minyak goreng untuk menumis bumbu dan menggoreng tempe juga diganti yang baru. Semuanya harus steril. Area dalam warung disisir. Harus steril juga. Bahkan, rumah Rofiq di sebelah warung disterilkan. Kamar-kamar dikosongkan. Pintu-pintu ditutup, tapi ada petugas yang berjaga di dalamnya. Intel dan Paspampres membuat pengamanan di sekitar warung. Aktivitas itu jelas membuat masyarakat sekitar berdatangan. Mereka memadati Rawon Nguling. Ada yang datang dari Probolinggo dan Pasuruan. Mendekati jam makan siang, area sekitar warung dan kediaman Rofiq makin padat. Lantas, berembus kabar bahwa SBY batal singgah. Masyarakat yang sudah menunggu di lokasi pun kemudian membubarkan diri. Mereka berangsur pulang. Termasuk Dandim dan bupati Probolinggo waktu itu. Rupanya, kabar itu sengaja diembuskan tim kepresidenan untuk mengurai kepadatan. Tujuannya, rombongan SBY lebih leluasa mengakses Rawon Nguling. Benar saja. SBY tiba saat area sekitar warung dan kediaman Rofiq sudah lega. SBY singgah di Rawon Nguling selama sekitar 30 menit. Bahkan, SBY sempat menggunakan toilet di rumah Rofiq. Sampai detik ini pun, Rofiq masih tidak bisa melupakan kesan yang SBY tinggalkan saat singgah ke warungnya itu. Memang, sebelumnya SBY juga pernah mampir ke Rawon Nguling. Tepatnya saat kampanye capres. Yang dipesan juga sama. Yakni, rawon dengan nasi terpisah. Plus tambahan taoge pendek dan empal bacem. Namun, dikunjungi presiden tetaplah beda. Saat belum menjabat presiden dulu, SBY dan tim datang tanpa ada sterilisasi dan penjagaan ketat seperti pada 2006 itu. Selain SBY, Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga pernah singgah di Rawon Nguling. Sampai tiga kali malah. Setelah dilengserkan dari jabatannya, Gus Dur juga masih sempat datang ke warung. Namun, bukan rawon, Gus Dur memesan sup daging dan rempeyek. Gus Dur, menurut Rofiq, tidak pernah makan di warung, tetapi di rumahnya yang ada di samping warung. Ajudan Gus Dur memesan menu yang disukai, lantas membawanya ke rumah Rofiq. Gus Dur bersantap di rumah itu. Berbeda dengan SBY, Gus Dur biasanya mendadak jika pesan. Tiba-tiba saja Rofiq menerima telepon yang berisi pemberitahuan bahwa Gus Dur akan singgah. Rofiq pun harus mempersiapkan tempat. Jusuf Kalla dan Sandiaga Uno juga pernah mencicipi kelezatan Rawon Nguling. Bahkan, mereka sempat ikut salat di rumah Rofiq. Punya rumah yang bersebelahan dengan warung memang ada saja ’rezeki’-nya. Rawon Nguling memiliki cita rasa yang khas. Potongan dagingnya besar, tetapi lembut dan empuk. Kuah kaldunya gurih dan terasa kekayaan rempahnya. Tentu saja, rawon selalu paling maknyus jika disantap ketika masih hangat. (jp/feb/run)