Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mulai menjangkiti hewan ternak di Kota Bogor. Tujuh sapi di Kota Bogor positif PMK hingga ratusan hewan lainnya terpaksa diisolasi. Sayang, vaksin untuk ternak belum juga didistribusikan Kementerian Pertanian. DINAS Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bogor menyebutkan hasil uji laboratorium sampel darah ketujuh ekor sapi yang suspek terjangkit PMK sudah keluar pada Selasa (7/6). Dimana ketujuh ekor sapi yang berada di Rumah Potong Hewan (RPH) Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, itu dinyatakan positif PMK. ”Hasilnya positif,” kata Kepala DKPP Kota Bogor Anas S Rasmana kepada wartawan, Selasa (7/6). Imbas ketujuh ekor sapi yang dinyatakan positif PMK, Anas menyebut ratusan ternak di RPH Bubulak juga dinyatakan suspek PMK. Nantinya, ratusan ternak sapi itu akan menjalani tes PCR. ”Insya Allah nanti PCR lagi tanggal 15, 16, dan 17. Seluruhnya. Kita akan bekerja sama dengan Balivet untuk PCR secara gratis,” terangnya. ”Saya sudah bikin surat ke Balivet untuk nanti minta dilab semuanya. Begitu bebas, saya buka ulang. Itu kan antisipasinya,” ujarnya. Saat ini, jelas Anas, ketujuh ekor sapi yang dinyatakan positif PMK telah mendapat perawatan khusus dengan diberi rempah-rempah berupa kunyit, gula merah, hingga suplemen. ”Kita kasih vitamin biar cepat pulih. Supaya mayoritas sehat dan tetap segar. Tiga ratus hewan lainnya juga termasuk. Kita kasih vitamin,” imbuhnya. Meski begitu, DKPP Kota Bogor mengaku tidak mendapatkan vaksin untuk hewan ternak jenis sapi dari Kementerian Pertanian. Vaksin hanya diberikan ke daerah penghasil ternak saja. ”Vaksin yang ada itu baru ada 15 Juni 2022. Tapi, info yang kami dapatkan ketersediaan vaksin dari Kementerian Pertanian hanya ada 2.000 vaksin. Kota Bogor tidak mendapat vaksin karena hanya daerah peternak saja yang mendapatkan vaksin,” jelas Anas. Ia menyebut jumlah vaksin tersebut sangat sedikit. Vaksin hanya disentralkan untuk daerah peternak. Seperti: Jawa Timur, NTT, Jawa Tengah, Bali, dan Aceh. ”Kota Bogor kan bukan peternak. Peternak di Indonesia hampir ada 30 titik. Itu pun jumlahnya masih sedikit. Kami berharap stok vaksin bisa ditambah lagi agar peternak bisa menyebar hewannya dengan aman,” tuturnya. Karena itu, ia berharap vaksinasi hewan ternak bisa segera dilaksanakan lebih awal, mengingat Idul Adha tinggal satu bulan lagi. ”Adanya vaksinasi untuk hewan ternak setidaknya bisa membuat rasa aman para pedagang hewan di seluruh Indonesia,” harapnya. Untuk diketahui, Kementerian Pertanian akan melakukan pengadaan 3 juta dosis vaksin untuk menangani wabah PMK pada hewan ternak. Vaksin darurat impor itu akan didatangkan pada minggu kedua di Juni 2022. Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian, Nuryani Zainuddin, mengatakan bahwa impor vaksin dilakukan karena Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) belum siap memproduksi vaksin PMK dalam waktu cepat. ”Tetapi Agustus dalam minggu keempat rencananya Pusvetma akan mulai produksi vaksin PMK massal,” kata Nuryani. Rencana pelaksanaan vaksinasi juga sudah sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2014 terkait Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan. ”Terkait penanganan wabah, boleh dilakukan vaksinasi untuk memberikan kekebalan. Dan vaksinasi bisa diberikan di daerah wabah yang lebih prioritas, di daerah tertular, di daerah tinggi risikonya, dan lainnya,” terangnya. Pihaknya juga masih menghitung target populasi hewan ternak yang akan divaksin. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Hewan Dunia, minimal sebanyak 80 persen dari target populasi hewan ternak harus divaksin. Namun, nantinya vaksin tersebut diprioritaskan pada hewan ternak jenis sapi terlebih dahulu. Menurut Nuryani, sapi dipilih sebagai indikator karena gejala PMK terlihat jelas pada ternak tersebut. ”Sehingga orang baru tahu ketika PMK menyerang sapi ada tanda gejala klinis. Yang menjadi permasalahan, jika sapi sembuh masih bisa membawa virus atau menjadi carrier. Ternak yang sembuh belum tentu sembuh keseluruhan,” jelasnya. Sebanyak 3 juta dosis vaksin PMK hanya bisa diperuntukkan kepada 1 juta ekor sapi dengan estimasi peningkatan imunitas selama 12 bulan. Rencananya, vaksinasi akan dilakukan dengan dibagi sebanyak tiga dosis. ”Untuk emergency vaksin, untuk kekebalan penuh, diperlukan dua kali vaksinasi dasar dan satu kali booster. Dan vaksinasi booster dilakukan setelah vaksin kedua, setiap enam bulan sekali,” ujarnya. Ia melanjutkan, mekanisme pelaksanaan vaksinasi nantinya juga hewan ternak yang sudah tervaksinasi selama 28 hari tidak boleh keluar dan masuk kandang. ”Selain itu, harus diberi penanda. Karena vaksinasi PMK ini seperti vaksinasi Covid-19. Ada dosis pertama hingga ketiga. Sehingga ternak yang tervaksinasi harus diberi penanda,” bebernya. Pihaknya juga masih meminta arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk sapi yang diprioritaskan mendapat vaksin emergency PMK di Indonesia. Namun, Ditjen PKH akan merekomendasikan beberapa kriteria sapi yang terlebih dahulu mendapatkan vaksin itu. Beberapa di antaranya, hewan rentan yang memiliki masa hidup lebih lama seperti sapi perah. Kemudian sapi-sapi yang berada pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pembibitan Ternak di bawah naungan pemerintah. ”Setelahnya, lanjut ke populasi hewan pada daerah wabah yang berisiko dengan menggunakan zonasi atau ring vaksinasi. Misal di satu kecamatan ada satu desa, ada sapi yang tertular. Maka jarak 10 kilometer atau ditentukan dengan juknis yang kita susun nanti, ring vaksinasi dilakukan,” paparnya. Selama dua minggu, Ditjen PKH juga telah melakukan sosialisasi dan pelatihan sementara kepada para petugas terkait rencana vaksinasi PMK pada 27 dan 29 Mei. Nantinya kegiatan itu dilanjutkan dengan bimbingan teknis (bimtek), jelang penyelenggaraan vaksinasi. ”Tetapi yang penting komunikasi kepada peternak dan tokoh masyarakat untuk menginformasikan pelaksanaan vaksinasi, minimal tiga hari sebelum pelaksanaan,” ingatnya. Sementara itu, untuk kebutuhan hewan kurban Idul Adha di Kota Bogor, Anas S Rasmana mengaku bahwa pasokan daging sapi agak tersendat. Dari kebutuhan 17.000 ekor setiap tahunnya, tahun ini baru ada sekitar 2.000 ekor. ”Kebutuhan untuk Idul Adha itu fluktuatif ya jumlahnya. Bisa 12.000–17.000 ekor. Biasanya, sebulan jelang Idul Adha itu kita sudah siaga sekitar 4.000-an ekor. Tetapi sekarang baru 2.000-an. Ini kan jauh ya,” imbuh Anas. Ia menjelaskan pasokan hewan tersendat karena banyak penyekatan akibat maraknya PMK pada hewan. ”Karena banyak penyekatan-penyekatan ini, distribusi hewan jadi agak tersendat. Selain itu, hewan-hewan dari daerah tertentu dan masuk daerah wabah PMK kan sudah tidak boleh keluar. Jadi solusinya ya kita cari dari daerah nonwabah tadi,” tandasnya. (rez/feb/run)