Bencana longsor yang menerjang Kampung Baru, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, pada Rabu (22/6) sore, masih menyisakan pilu di benak warga. Perkampungan yang dikelilingi bukit hijau berubah drastis menjadi tumpahan lumpur bercampur tanah merah. UUM (40), warga asli Cibunian, Kampung Baru, masih ingat betul detik-detik longsor menerjang perkampungannya. Sekitar pukul 20:00 WIB, banjir disertai longsor seketika membuat suasana kampung mencekam. Gemuruh material longsor membuat warga berlarian menyelamatkan diri. ”Banjir itu datang tiba-tiba sekitar pukul 20:00 WIB. Warga pun saat itu langsung berlarian,” kata Uum. Akibat banjir bandang tersebut, jelas Uum, sedikitnya empat orang tertimbun. Beruntung, dua orang selamat, sedangkan satu orang berhasil ditemukan petugas gabungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, Polri, Basarnas, Damkar, dan relawan lainnya. ”Tinggal satu orang saja yang belum ditemukan. Yang lain sudah. Saya juga ini mau mengungsi ke rumah saudara,” ujar Uum. Berdasarkan catatan BPBD Kabupaten Bogor, longsor di Desa Cibunian mengakibatkan dua orang tertimbun. Satu orang telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Sementara, satu korban atas nama Umar (42) belum ditemukan. BPBD juga melaporkan dua korban terluka, yakni Kurniasih (29) luka sobek di bagian kaki, dan bayi usia sekitar satu tahun luka gores di tangan. ”Meninggal dunia ditemukan satu di lokasi longsor atas nama Ibu Aam usia 40 tahun,” ungkap Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor Aris Nurjatmiko. Tadi malam, BPBD Kabupaten Bogor menghentikan sementara pencarian korban. Pencarian akan dilanjutkan hari ini. Aris Nurjatmiko menjelaskan ada beberapa alasan pencarian dihentikan sementara. ”Tadi jam 17:00 WIB kita setop (pencarian, red), cuaca mendung dan medan tidak kondusif,” kata Aris. Aris menyebut proses pencarian korban tidaklah mudah. Petugas menemukan kendala di lapangan saat proses pencarian. ”Yes (pencarian dilanjutkan hari ini, red). Kendalanya tidak bisa masuk alat berat. Kemudian ke lokasi masih terisolir. Harus jalan kaki 1 km. Petugas juga jadi terbatas,” jelasnya. Sementara itu, penghuni enam rumah yang rusak akibat longsor harus mengungsi ke rumah saudara mereka. Aliran listrik di kawasan sekitar longsor pun mengalami gangguan. ”Warga yang terkena dampak saat ini mengungsi di tempat saudaranya. Kondisi penerangan di lokasi bencana, listrik padam tapi tidak semua,” katanya. Bukan hanya Tanah Pamijahan yang diterjang bencana. Ketenangan Kampung Cisarua, Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, juga berubah duka. Di antara perbukitan yang menjulang, banjir bandang menerjang dan meluluhlantakkan permukiman warga di dua RW. Bencana itu terjadi pada Rabu (22/6) sore. Saat itu, sekitar pukul 18:00 WIB, air bah dari Sungai Cisarua mulai masuk rumah-rumah warga. Sejam sebelumnya, sekitar pukul 17:00 WIB, banjir sudah mulai menerjang. Namun, sejam kemudian, gelombang banjir kembali datang lebih besar. “Sekitar jam 19:00 WIB itu air bergemuruh dan langsung menerjang rumah warga. Bahkan, banyak warga yang pingsan melihat bencana ini. Dulu sempat banjir besar tahun 1982. Tapi yang paling parah kayaknya yang sekarang,” ujar warga Kampung Cisarua, Nasim. Lelaki 50 tahun itu menceritakan banjir yang menerjang mencapai sekitar satu meter, bercampur material lumpur, bebatuan, dan batang pohon. Akibatnya, perabotan dapur milik warga ikut hanyut dan terendam lumpur. Bahkan, puluhan kendaraan roda dua dan empat banyak mengalami kerusakan hingga tertimpa puing reruntuhan rumah. “Banyak yang sempat kebawa air. Bahkan ada yang tertimbun pasir. Ada beberapa mobil juga yang hanyut dan rusak. Jumlahnya belum kehitung,” ungkapnya. Nasim sendiri mengaku pasrah melihat kondisi rumah yang ia tempati dipenuhi lumpur setinggi satu meter. Tak hanya permukiman warga yang diterjang banjir. Area persawahan dan perkebunan milik warga juga ikut rata dihantam banjir. Hingga Kamis (23/6) sore, warga tampak masih membersihkan sisa-sisa lumpur yang masuk rumahnya. Akses jalan desa menuju lokasi juga terputus. Sementara, petugas gabungan berjibaku bersama warga membersihkan rumah-rumah warga yang rusak. “Banjir bandang ini berhulu dari Kali Cisarua. Dimana Kali Cisarua itu di bawah kaki Gunung Cianten,” ujar warga lainnya, Hamim. Saat banjir terjadi, tuturnya, ada tiga warga yang rumahnya berada persis di sisi kali terbawa hanyut. Beruntung, mereka langsung menyelamatkan diri dan dibawa ke RSUD Leuwiliang untuk mendapatkan penanganan medis. Ia menduga banjir bandang ini diakibatkan kondisi sungai yang dangkal. “Sungainya memang dangkal, di tengah-tengah kali itu banyak batuan besar yang mengakibatkan air naik,” katanya. Sementara itu, Kepala Desa Purasari Agus Lukman menjelaskan banjir bandang itu terjadi bermula saat hujan lebat. Diperparah adanya longsor dan retakan di sekitar Gunung Cianten dan Gunung Tanjungsari. “Di hulu ada lokasi longsor dan retakan. Namun saat hujan tiba, banjir itu datang dan menerjang rumah warga,” tutur Agus. Akibat banjir bandang tersebut, sebanyak enam RT di dua RW terdampak. Ratusan rumah juga mengalami kerusakan. “Selain rumah, ada juga fasilitas lainnya yang rusak. Seperti tiang listrik, pondok pesantren, dan musala,” sambungnya. Saat ini, pemerintah desa dan lembaga lainnya mengungsikan masyarakat dan membersihkan rumah-rumah warga terdampak. Para pengungsi saat ini membutuhkan logistik berupa makanan, selimut, hingga pakaian anak. “Tapi ada juga bantuan yang sudah mulai datang. Di antaranya, dari Polsek Leuwiliang, PMI, dan relawan lainnya. Untuk penanganan sungai. Insya Allah malam ini alat berat datang dari PUPR ke lokasi banjir bandang,” tandasnya. (mul/d/ fin/feb/run)