Kasus mafia tanah di Kabupaten Bogor tak ada habisnya. Setelah polisi menetapkan oknum pegawai di Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai tersangka kasus mafia tanah, puluhan warga di Kecamatan Cileungsi juga megadukan masalah yang sama. SEJUMLAH warga melakukan gugatan atas sengketa tanah yang telah didudukinya selama puluhan tahun ke Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Cibinong. Salah seorang warga, Purnama Pangabean, mengatakan bahwa langkah gugatan dilakukan berawal dari warga yang merasa dirugikan akan adanya pendataan penerima sertifikat penggunaan tanah. Namun, ia bersama puluhan warga lainnya tidak mendapatkan sertifikat. “Kami penggugat 35 orang warga yang dirugikan. Sebab saya pribadi sudah 23 tahun tapi tidak terdata. Sementara orang baru dapat tanah di sana. Padahal katanya itu tanah pemerintah. Harusnya orang yang sudah menguasai fisik harus diutamakan,” katanya. Ia mengungkapkan, ada sekitar 12,69 hektare lahan di wilayah Kirab Remaja Kecamatan Cileungsi yang saat ini mulai digarap, bahkan mulai dibangun dengan beberapa bangunan menjulang tinggi. “Sudah ada bangunan tinggi-tinggi. Padahal untuk memperjuangkan tempat kami sendiri saja sangat susah. Bahkan di lahan saya sekarang sudah terdapat SHM (Surat Hak Milik, red) atas nama orang lain tanpa sepengetahuan warga atau pemilik,” paparnya. Namun, berdasarkan informasi yang beredar, dalam situasi ini terjadi dualisme warga. Dimana sebagian di antara mereka yang telah mendapatkan sertifikat merasa apa yang dilakukan pihak penggugat mengancam kepemilikan tanah mereka. Purnama pun menegaskan bahwa upaya gugatan tersebut tidak dimaksudkan untuk menggagalkan sertifikat yang telah dimiliki sebagian warga. “Saya ingatkan kepada warga Kirab bahwa kami tidak berencana membatalkan sertifikat yang sudah saudara pegang. Kami hanya membela hak kami saja, tidak merampas hak orang lain,” ungkap Purnama. Di tempat yang sama, kuasa hukum warga, Dela Simamora, menegaskan bahwa upaya gugatan ini dilakukan untuk memperjuangkan hak warga. Sebab, sejauh ini warga penggugat telah membayar dan dipungut iuran, yang jika dihitung mencapai Rp20 miliar. Diduga ada mafia tanah yang bermain di lokasi tersebut. “Kami berharap warga ini mendapatkan hak mereka dan memperoleh keadilan. Karena tanah ini diberikan untuk warga Kirab, bukan orang luar. Kami juga sudah lapor kepada Satgas Mafia Tanah,” jelasnya. Pada gugatan di pengadilan, upaya mediasi pertama antara warga penggugat ditunda pengadilan, dan rencananya akan dilaksanakan kembali pada 26 Agustus 2022. Sebelumnya, Polres Bogor juga telah menetapkan tersangka mafia tanah yang berperan masuk sistem data BPN. ”Satu orang Aparatur Sipil Negara (ASN) di BPN kami tetapkan sebagai tersangka, namun saat ini sedang dilakukan pemeriksaan di Satreskrim,” kata Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin, Senin (1/8). ”Saat ini Satreskrim Polres Bogor sedang melakukan penyidikan terhadap enam orang yang diduga sebagai pelaku,” kata Iman Imanuddin. Para pelaku itu merupakan pelaku yang menerbitkan berkas-berkas palsu serta calo yang mengurus penerbitan sertifikat Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tersebut. Para pelaku menerbitkan sertifikat PTSL palsu sesuai pesanan menggunakan sertifikat PTSL asli atas nama orang lain yang diubah isinya. Pelaku sudah beraksi sejak awal 2022, dan sejauh ini polisi mencatat mereka sudah menerbitkan sebanyak 24 sertifikat palsu. Dalam sekali pembuatan sertifikat, pelaku meminta biaya Rp25 juta kepada si pemesannya. Dalam perkara ini, polisi menyita barang bukti berupa berkas-berkas PTSL, sejumlah ponsel, sejumlah laptop, printer, cap, cairan pemutih kain, dan lain-lain. ”Terhadap enam tersangka kami kenakan Pasal 372, 378, dan 263, serta Pasal 55 jo 56 KUHP dengan ancaman enam tahun penjara,” tuntas Iman Imanuddin. (mam/feb/ run)