Nasi sudah menjadi bubur. Istilah itu rasanya pas disematkan kepada enam perwira polisi yang kini ditetapkan sebagai tersangka kasus menghalang-halangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Bahkan, sekelas brigadir jenderal pun harus merelakan posisinya karena terlibat dalam skenario Irjen Ferdy Sambo. DIREKTORAT Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri telah menetapkan tujuh tersangka kasus obstruction of justice dalam kasus pembunuhan berencana mantan ajudannya itu. Obstruction of justice istilah dalam kepolisian yang berarti melakukan perintangan penyidikan. Satu di antaranya adalah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang juga menjadi dalang di balik kasus pembunuhan sang ajudan. Sambo adalah tersangka baru sekaligus orang ketujuh dalam perkara tersebut. ”Malam ini info dari Direktorat Siber sudah jadi tujuh tersangka obstruction of justice. IJP FS, BJP HK, KBP ANP, AKBP AR, KP CP, KP BW, dan AKP IW,” ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. Dittipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Pol Asep Edi Suhari mengungkap peran keenamnya, termasuk Ferdy Sambo, menghalangi penyidikan kematian Brigadir J. Pihaknya telah membagi lima klaster peran dan tiap-tiap saksi, termasuk enam perwira Polri yang diduga kuat terlibat dalam tindak pidana menghalangi penyidikan kasus Brigadir J. Pada klaster pertama, pihaknya telah memeriksa warga Kompleks Duren Tiga, sebanyak tiga saksi, inisial SN, M, dan AZ. Kemudian, klaster kedua merupakan orang yang terlibat dalam melakukan pergantian Digital Voice Recorder (DVR) kamera pengawas atau CCTV. ”Saksi yang diperiksa berjumlah empat orang, yakni AF, AKP IW, AKBP AC, dan Kompol AL,” paparnya. Selanjutnya, klaster ketiga merupakan pihak yang dengan sengaja memindahkan transmisi dan perusakan CCTV, yaitu Kompol BW, Kompol CP, dan AKBP AR. Lalu, klaster keempat. Dimana orang yang terlibat di klaster ini menyuruh dan melakukan perusakan CCTV, yaitu Irjen Pol Ferdy Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, dan AKBP Arif Rahman Arifin. Dan klaster kelima yang terdiri dai AKP DA, AKP RS, AKBP RSS, dan Bripka DR. Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengatakan, sidang etik bagi keenam personel tengah digelar per hari ini. Enam perwira polisi itu diduga menghalangi penyidikan kematian Brigadir J atau Yosua, termasuk Ferdy Sambo. ”Terhadap keenam tersangka obstruction of justice ini, Div Propam juga akan segera menyidangkan kode etik terhadap keenam orang tersebut. Bahkan, kalau bisa hari ini. Mulai hari ini,” tegas Agung. ”Jadi semuanya akan dilakukan sidang kode etik. Sedang dilakukan pemberkasannya, termasuk yang lain yang sedang dilakukan kelengkapan pemberkasan terhadap sidang kode etik terhadap dari masing-masing terduga pelanggar kode etik,” tambahnya. Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah menerima berkas perkara kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir J tersebut. Namun, dalam rilis itu diterangkan baru enam nama tersangka. ”Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung telah menerima Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, atas nama 6 (enam) orang tersangka,” demikian siaran pers Kejagung yang diterima, Kamis (1/9) petang. Dalam berkas tersebut, ada nama enam tersangka. Namun, tak ada nama Irjen Pol Ferdy Sambo. Sambo diketahui telah menjadi tersangka dalam pembunuhan berencana Brigadir J. Enam tersangka yang ditulis di sana adalah mantan Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri AKBP Arif Rahman (ARA), eks Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri Kompol Chuck Putranto (CP), mantan Kasubbag Riksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri Kompol Baiquni (BW), eks Karo Paminal Propam Brigjen Hendra Kurniawan (HK), mantan Kaden A Ropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nurpatria (AN), dan eks Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP (Irfan Widyanto). Berkas ARA, CP, dan BW diterima 26 Agustus 2022. Sementara itu, berkas yang lainnya diterima pada 1 September. ”6 (enam) orang Tersangka tersebut terkait dalam dugaan tindak pidana melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya dan/atau dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik dan/atau menghalangi, menghilangkan bukti elektronik,” demikian pernyataan Kejagung. Mereka diduga melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP jo. Pasal 55 KUHP dan/ atau Pasal 56 KUHP. Untuk kasus pembunuhan Brigadir J sudah ada lima tersangka. Para tersangka itu adalah Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Chandrawati. Kemudian dua ajudan Sambo yakni Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dan Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR. Terakhir adalah asisten rumah tangga Sambo dan Putri, Kuat Maruf. Sementara itu, sebanyak 97 personel Polri telah diperiksa terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam penanganan kasus tersebut. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Inspektorat Khusus Polri memeriksa dugaan pelanggaran etik setiap polisi yang terlibat dalam upaya obstruction of justice dan menjatuhkan sanksi terkait kematian Brigadir J. “Hal itu sesuai dengan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia,” kata Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Kamis (1/9). Ia menyebut berdasarkan informasi yang dikantongi Komnas HAM terdapat sekitar 95 hingga 97 polisi yang sedang dalam pemeriksaan terkait kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. “Saya kira ini sejalan dengan apa yang direkomendasikan Komnas HAM,” kata Beka. Terkait sanksi tersebut, Komnas HAM memandang ada tiga klaster. Pertama, sanksi pidana dan pemecatan semua anggota polisi yang terbukti bertanggung jawab memerintahkan atas kewenangannya membuat skenario, mengonsolidasikan personel kepolisian, serta merusak dan menghilangkan barang bukti. Kedua, sanksi etik berat. Kepada semua anggota polisi yang terbukti berkontribusi dan mengetahui terjadinya obstruction of justice terkait kematian Brigadir J. Terakhir ialah sanksi ringan atau kepribadian kepada semua anggota polisi yang menjalankan perintah atasan tanpa mengetahui substansi peristiwa obstruction of justice. Beka menduga ada anggota polisi yang hanya disuruh, namun tidak tahu skenario atau kejadian yang sebenarnya. Namun, personel itu juga harus diperiksa. “Tujuannya untuk melihat dan membuktikan derajat kesalahannya,” ujarnya. Sementara itu, Irwasum Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Agung Budi Maryoto menyebut enam personel polisi yang diduga terlibat dalam obstruction of justice atau upaya penghalangan proses hukum perkara Brigadir J mulai menjalani sidang kode etik. “Terhadap keenam tersangka obstruction of justice ini, Divisi Propam segera melaksanakan sidang kode etik. Bahkan, hari ini sudah mulai pada Kompol CP,” tuntasnya. (jp/feb/run)