Senin, 22 Desember 2025

Gara-Gara Sambo, Perwira Jadi Tersangka

- Jumat, 2 September 2022 | 10:01 WIB
Irjen Ferdy Sambo.
Irjen Ferdy Sambo.

Nasi sudah menjadi bubur. Istilah itu rasanya pas disematkan kepada enam perwira polisi yang kini ditetapkan sebagai tersangka kasus menghalang-halangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Bahkan, sekelas brigadir jenderal pun harus merelakan posisinya karena terlibat dalam skenario Irjen Ferdy Sambo. DIREKTORAT Tindak Pi­dana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri telah mene­tapkan tujuh tersangka kasus obstruction of justice dalam kasus pembunuhan beren­cana mantan ajudannya itu. Obstruction of justice istilah dalam kepolisian yang berar­ti melakukan perintangan penyidikan. Satu di antaranya adalah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang juga menjadi dalang di balik kasus pembunuhan sang ajudan. Sambo adalah tersangka baru sekaligus orang ketujuh dalam perkara tersebut. ”Malam ini info dari Direk­torat Siber sudah jadi tujuh tersangka obstruction of jus­tice. IJP FS, BJP HK, KBP ANP, AKBP AR, KP CP, KP BW, dan AKP IW,” ungkap Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. Dittipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Pol Asep Edi Suhari mengungkap peran keenamnya, termasuk Ferdy Sambo, menghalangi penyi­dikan kematian Brigadir J. Pihaknya telah membagi lima klaster peran dan tiap-tiap saksi, termasuk enam perwira Polri yang diduga kuat terlibat dalam tindak pidana menghalangi penyi­dikan kasus Brigadir J. Pada klaster pertama, pi­haknya telah memeriksa warga Kompleks Duren Tiga, sebanyak tiga saksi, inisial SN, M, dan AZ. Kemudian, klaster kedua merupakan orang yang terli­bat dalam melakukan pergan­tian Digital Voice Recorder (DVR) kamera pengawas atau CCTV. ”Saksi yang diperiksa ber­jumlah empat orang, yakni AF, AKP IW, AKBP AC, dan Kompol AL,” paparnya. Selanjutnya, klaster ketiga merupakan pihak yang dengan sengaja memindahkan trans­misi dan perusakan CCTV, yaitu Kompol BW, Kompol CP, dan AKBP AR. Lalu, klaster keempat. Di­mana orang yang terlibat di klaster ini menyuruh dan melakukan perusakan CCTV, yaitu Irjen Pol Ferdy Sambo, Brigjen Pol Hendra Kurniawan, dan AKBP Arif Rahman Arifin. Dan klaster kelima yang ter­diri dai AKP DA, AKP RS, AKBP RSS, dan Bripka DR. Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Kom­jen Agung Budi Maryoto men­gatakan, sidang etik bagi keenam personel tengah di­gelar per hari ini. Enam per­wira polisi itu diduga men­ghalangi penyidikan kema­tian Brigadir J atau Yosua, termasuk Ferdy Sambo. ”Terhadap keenam tersang­ka obstruction of justice ini, Div Propam juga akan segera menyidangkan kode etik ter­hadap keenam orang tersebut. Bahkan, kalau bisa hari ini. Mulai hari ini,” tegas Agung. ”Jadi semuanya akan dila­kukan sidang kode etik. Se­dang dilakukan pemberka­sannya, termasuk yang lain yang sedang dilakukan kel­engkapan pemberkasan terhadap sidang kode etik terhadap dari masing-masing terduga pelanggar kode etik,” tambahnya. Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah menerima berkas perka­ra kasus obstruction of jus­tice pembunuhan Brigadir J tersebut. Namun, dalam rilis itu diterangkan baru enam nama tersangka. ”Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM­PIDUM) Kejaksaan Agung telah menerima Surat Pem­beritahuan Penetapan Ter­sangka dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, atas nama 6 (enam) orang tersangka,” demikian siaran pers Kejagung yang diterima, Kamis (1/9) petang. Dalam berkas tersebut, ada nama enam tersangka. Namun, tak ada nama Irjen Pol Ferdy Sambo. Sambo diketahui te­lah menjadi tersangka dalam pembunuhan berencana Bri­gadir J. Enam tersangka yang ditu­lis di sana adalah mantan Wakaden B Ropaminal Div­propam Polri AKBP Arif Rah­man (ARA), eks Kasubba­gaudit Baggaketika Rowab­prof Divisi Propam Polri Kompol Chuck Putranto (CP), mantan Kasubbag Riksa Bag­gak Etika Rowabprof Divpro­pam Polri Kompol Baiquni (BW), eks Karo Paminal Pro­pam Brigjen Hendra Kur­niawan (HK), mantan Kaden A Ropaminal Divpropam Polri Kombes Agus Nurpatria (AN), dan eks Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bares­krim Polri AKP (Irfan Widy­anto). Berkas ARA, CP, dan BW diterima 26 Agustus 2022. Sementara itu, berkas yang lainnya diterima pada 1 Sep­tember. ”6 (enam) orang Tersangka tersebut terkait dalam du­gaan tindak pidana melakukan tindakan apapun yang bera­kibat terganggunya sistem elektronik dan/atau menga­kibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya dan/atau dengan cara apapun mengubah, me­nambah, mengurangi, mela­kukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindah­kan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik dan/atau menghalangi, men­ghilangkan bukti elektronik,” demikian pernyataan Keja­gung. Mereka diduga melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Tran­saksi Elektronik dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP jo. Pasal 55 KUHP dan/ atau Pasal 56 KUHP. Untuk kasus pembunuhan Brigadir J sudah ada lima ter­sangka. Para tersangka itu adalah Ferdy Sambo dan istri­nya, Putri Chandrawati. Ke­mudian dua ajudan Sambo yakni Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bha­rada E dan Bripka Ricky Rizal atau Bripka RR. Terakhir ada­lah asisten rumah tangga Sambo dan Putri, Kuat Maruf. Sementara itu, sebanyak 97 personel Polri telah diperiksa terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam penanganan kasus tersebut. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) me­minta Inspektorat Khusus Polri memeriksa dugaan pe­langgaran etik setiap polisi yang terlibat dalam upaya obstruction of justice dan menjatuhkan sanksi terkait kematian Brigadir J. “Hal itu sesuai dengan Pe­raturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Pro­fesi dan Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia,” kata Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara di Jakarta, Kamis (1/9). Ia menyebut berdasarkan informasi yang dikantongi Komnas HAM terdapat seki­tar 95 hingga 97 polisi yang sedang dalam pemeriksaan terkait kasus dugaan pem­bunuhan berencana Brigadir J. “Saya kira ini sejalan dengan apa yang direkomendasikan Komnas HAM,” kata Beka. Terkait sanksi tersebut, Kom­nas HAM memandang ada tiga klaster. Pertama, sanksi pidana dan pemecatan semua anggota polisi yang terbukti bertanggung jawab memerin­tahkan atas kewenangannya membuat skenario, mengon­solidasikan personel kepoli­sian, serta merusak dan men­ghilangkan barang bukti. Kedua, sanksi etik berat. Kepada semua anggota po­lisi yang terbukti berkontri­busi dan mengetahui terjadi­nya obstruction of justice terkait kematian Brigadir J. Terakhir ialah sanksi ringan atau kepribadian kepada se­mua anggota polisi yang men­jalankan perintah atasan tanpa mengetahui substansi peristiwa obstruction of jus­tice. Beka menduga ada anggota polisi yang hanya disuruh, namun tidak tahu skenario atau kejadian yang sebenarnya. Namun, personel itu juga ha­rus diperiksa. “Tujuannya untuk melihat dan membuktikan derajat kesalahannya,” ujarnya. Sementara itu, Irwasum Polri Komisaris Jenderal (Kom­jen) Polisi Agung Budi Ma­ryoto menyebut enam perso­nel polisi yang diduga terlibat dalam obstruction of justice atau upaya penghalangan proses hukum perkara Briga­dir J mulai menjalani sidang kode etik. “Terhadap keenam tersang­ka obstruction of justice ini, Divisi Propam segera melaks­anakan sidang kode etik. Ba­hkan, hari ini sudah mulai pada Kompol CP,” tuntasnya. (jp/feb/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X