Dampak Ekonomi: Peluang atau Diskon Semu?
Kebijakan penurunan tarif impor ini menimbulkan pro dan kontra.
Di satu sisi, penurunan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen dianggap dapat menurunkan tensi perang dagang dan memberi sinyal positif bagi pasar keuangan dalam negeri.
Penurunan tarif ini juga dinilai mampu memperbaiki sentimen investor dan meningkatkan kepercayaan pelaku usaha, terutama dalam jangka pendek.
Baca Juga: Ketemu Ketua DPRD Kota Bogor, Perhimpunan KIB Usulkan Pembentukan Fasilitator Koperasi Merah Putih
Namun, di sisi lain, sejumlah analis menilai kesepakatan ini justru menjadi “diskon semu” bagi Indonesia.
Sebab, meskipun ekspor Indonesia masih dikenakan tarif 19 persen, produk dari AS justru bisa masuk ke Indonesia tanpa hambatan tarif maupun hambatan non-tarif.
Padahal, selama ini tarif rata-rata atas barang-barang impor AS ke Indonesia hanya berada di kisaran 5 hingga 7 persen.
Dengan penghapusan tarif, pemerintah berisiko kehilangan potensi penerimaan negara.
Baca Juga: Rahasia Kulit Glowing ala Korea? Coba Sunscreen Ekstrak Beras Ini!
Selain itu, produsen lokal juga dikhawatirkan semakin tertekan akibat masuknya produk impor dalam jumlah besar, khususnya dari sektor teknologi dan digital.
Dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam, hasil negosiasi Indonesia dianggap kurang menguntungkan.
Vietnam diketahui berhasil menurunkan tarif ekspor ke AS dari 46 persen menjadi hanya 20 persen, sebuah capaian yang jauh lebih signifikan.
Baca Juga: MAN 1 Kota Bogor Bangun Karakter Siswa Lewat Kebiasaan Salat Duha Berjamaah