METROPOLITAN – Memasuki musim penghujan, ancaman terjadi bencana alam sudah berkali-kali diperingatkan. Namun faktanya, ada proyek pembangunan kawasan wisata di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Kalimati, Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor yang mengorbankan sejumlah pohon. Pengelola wisata tersebut malah melakukan penebangan pohon. Penebangan dilakukan di beberapa titik di kawasan TNGHS yang akan dijadikan kawasan wisata outbond tersebut. Bahkan, aksi tersebut terekam kamera ponsel dan viral di sejumlah grup WhatsApp. Dalam video berdurasi 17 detik itu terlihat sejumlah orang tengah menebang pohon. Bahkan, tak jauh dari lokasi penebangan itu terdapat sejumlah alat berat. Saat dikonfirmasi, Kepala Desa (Kades) Sukajadi, Ade Gunawan, membenarkan lokasi penebangan tersebut berada di salah satu lokasi proyek pembangunan tempat wisata di desanya. Tepatnya di kawasan TNGHS. ”Iya, benar ada penebangan pohon di kawasan TNGHS. Bahkan tadi baru kita sidak bersama Muspika dan DLH Kabupaten Bogor,” tuturnya. Aksi penebangan pohon ini tentu berbanding terbalik dengan upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor yang ingin menyelamatkan kawasan Puncak sebagai hulu dari komersialisasi. Sama seperti Puncak, kawasan TNGHS juga termasuk daerah hulu yang harus dilindungi. Bupati Bogor, Ade Yasin, mengatakan, kondisi Puncak saat ini semakin memprihatinkan sebagai dampak komersialisasi. ”Sebetulnya Puncak itu punya fungsi kehutanan, fungsi perkebunan. Kita minta pemerintah pusat, fungsi-fungsi hutan ini dikembalikan,” ujarnya dalam kegiatan Peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru) 2021 di Puncak, Cisarua, belum lama ini. Ade Yasin khawatir jika komersialisasi tidak dikontrol malah timbul hal-hal yang tak diinginkan seperti bencana dan lain-lain. “Kita harus bersama-sama melakukan perlindungan di sini, hutan-hutan di sini, kebun-kebun di sini, dikembalikan fungsinya sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH),” tuturnya. Jika semua dikembalikan secara masif, sambung Ade Yasin, maka Puncak akan selamat tanpa mengurangi esensi pariwisata. ”Pariwisata alam seperti tea walk, cross country kan menarik juga tanpa harus membangun bangunan kokoh dan betonisasi,” pungkasnya. (jal/els/ py)