CIGOMBONG - Usia pernikahan di Kecamatan Cigombong dikenal dengan pasangan nikah muda di mana usia calon mempelai di bawah 18 tahun. Namun, banyaknya nikah usia muda menghasilkan janda muda yang tumbuh subur di wilayah ini. Tidak sedikit pasangan menikah muda, cerai pun di usia muda. Penyebabnya klasik, lantaran sifat anak muda masih labil dan faktor ekonomi belum mapan.
Namun, parahnya lagi, perceraian yang kerap terjadi di tengah masyarakat tidak dilaporkan ke Kantor Urusan Agama (KUA). Alhasil, banyak janda secara administrasi berstatus istri orang alias ‘Janda Bodong’. ”Iya yang cerai banyak. Cuma banyak yang tidak melaporkan ke KUA. Alhasil, secara administrasi banyak janda yang masih berstatus istri orang,” ujar Kepala KUA Kecamatan Cigombong, Yudi Budiman.
Hal ini pun berdampak pada tingginya pernikahan ’di bawah tangan’ alias nikah siri antara janda dan duda yang belum cerai secara negara. ”Banyak yang nikah siri dan melakukan sidang isbat, namun KUA Kecamatan Cigombong tidak menerima pendaftaran sidang isbat. Kalau mau sidang isbat, saya arahkan ke Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bogor,” tuturnya.
Hal itu bukan tanpa alasan. Menurutnya, itu tidak terlepas dari banyaknya status pasangan yang belum jelas. ”Iya, tahu sendiri banyak janda dan duda nikah di bawah tangan. Terus asal usul statusnya tidak jelas. Jadi saya arahkan ke kemenag aja. Dari pada jadi masalah di kemudian hari,” tukasnya. Di lapangan, hal ini ternyata bukan pepesan kosong. Salah seorang janda muda yang namanya enggan disebutkan memaparkan, dirinya terpaksa menikah di usia muda karena awalnya takut terkena pergaulan bebas.
“Saya awalnya menikah muda karena selalu pacaran. Tapi ekonomi mantan suami kurang sehingga kami sepakat bercerai tapi tidak sidang,” bebernya. Dirinya mengaku banyak kalangan sebayanya mengalami nasib sama, berstatus ’Janda Bodong’.
(ash/b/suf/mg4/dit)