Gonjang-ganjing pembangunan gedung milik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di lahan SDN Gadog 2, sempat menuai kontroversi di kalangan para pemangku kebijakan. Bahkan kasus ini terdengar hingga ke telinga Bupati Bogor Nurhayanti dan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor.
KETUA PGRI Megamendung Jumari yang sulit ditemui, akhirnya berkomentar tentang pembangunan gedung tersebut. Dia memaparkan tentang rencana pembangunan yang sudah direncanakan sejak dua tahun silam. Namun ia mengaku tentang perizinan penggunaan lahan memang belum sempat ditempuh ketika bangunan itu didirikan.
”Memang perizinan belum ada, hanya saja surat permohonan untuk penggunaan lahan sudah dilayangkan, termasuk meminta rekomendasi dari Unit Kepala Teknis (UPT) Pendidikan Megamendung,” ungkapnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala UPT Pendidikan Megamendung Dedi Subadri menjelaskan, pihak PGRI memang sudah melayangkan surat permohonan rekomondasi ke UPT Pendidikan. Namun surat tersebut dikembalikan karena ada beberapa bagian redaksi surat itu yang harus diubah. ”Memang saya sudah menerima, namun surat itu dikembalikan agar redaksional kata-katanya diubah dan saya titipkan ke Kasubag UPT Pendidikan. Namun rupanya pesan itu tidak sampai ke PGRI Megamendung, sehingga saling menunggu. PGRI menunggu jawaban dari saya dan saya menunggu surat itu diperbaiki, jadi memang mandek di Kasubag UPT,” paparnya kepada wartawan.
Hal senada juga dikatakan Penasehat PGRI Kecamatan Megamendung Rahman. Dia mengakui ada miskomunikasi antara PGRI dan UPT. Saat ini, masih menurut dia, pihak PGRI Megamendung sudah mendapat arahan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor TB Luthfi Syam untuk persoalan izin penggunaan lahan. ”Pihak Dinas Pendidikan sudah memberi arahan tentang pengurusan perizinan, karena gedung yang akan dibangun. Bukan untuk kepentingan PGRI saja, tapi juga untuk kepentingan kegiatan para guru di Kecamatan Megamendung,” pungkasnya.
(ash/b/suf/dit)