Caringin - Penyalahgunaan obat di kalangan pelajar sangat rawan. Banyak obat yang seharusnya dibeli dengan resep dokter atau obat keras dijual bebas di tokotoko obat. Sebut saja jenis hexymer dan
tramadol yang dijual secara paketan mulai Rp10 ribu sampai Rp30 ribu. Jenis lainnya yaitu dumolid dan riklona yang dijual mencapai Rp40 ribu per butir.
Hal tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri di kalangan orang tua siswa, seperti yang dituturkan salah satu orang tua siswa, Hidayat. Dia berpendapat seharusnya ada pengawasan yang ketat dari pihak
sekolah agar siswa tidak terjebak pada lingkaran penyalahgunaan obat–obatan. ”Seharusnya pihak sekolah lebih ketat dalam pengawasan kepada peserta didik sehingga tidak terjadi penyalahgunaan obat-obatan di kalangan pelajar,” katanya. Salah seorang penjual obat jenis tersebut Ilham (bukan nama sebenarnya, red) mengaku tidak pernah menjual obat-obatan itu ke pembeli yang masih usia sekolah. ”Kami juga pilih-pilih dulu kalau mau jual, kalau ke usia sekolah tidak pernah kami jual,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, aktivis antinarkoba dari Yayasan Bersama Kita Pulih (Besakih) Munawir Marzuki mengaku prihatin dengan banyaknya penyalahgunaan obat-obatan yang seolah dijual bebas. Karena dengan mengonsumsi obat-obatan berdosis tinggi, maka lambat laun akan berdampak pada kesehatan dan pola hidup. ”Dikhawatirkan nantinya malah kecanduan,” jelasnya.
Konselor adiksi itu pun mengatakan, perlu adanya penanganan yang serius dari sekolah. Bisa saja dengan mendatangkan para ahli untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya narkoba atau bekerja sama dengan orang tua siswa untuk pengawasan yang lebih intens. ”Pihak sekolah harus sangat peka, jangan sampai memberi ruang pada peredaran obat-obatan tersebut,” pungkasnya.
(ash/b/suf/dit)