METROPOLITAN - Penghasilan yang tak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, membuat beberapa petani di Kampung Tegalpanjang, Desa Sukamulya, KecamatanSukamakmur, beralih profesi. Mereka lebih memilih pekerjaan, seperti buruh pabrik atau berdagang.
Seorang petani, Pahrudin (50), mengatakan, penghasilan bertani yang pas-pasan membuat beberapa teman seperjuangannya rela meninggalkan pekerjaannya. Menjadi buruh pabrik atau berjualan dianggap lebih menyejahterakan dibanding menggarap sawah.
Inilah yang dikhawatirkan pria yang sudah menjadi petani selama 25 tahun itu. Ia merasa waswas lantaran jumlah petani semakin berkurang. Terlebih, sebagian besar wilayah Sukamakmur merupakan lahan pertanian. ”Jadi buruh pabrik atau dagang lebih menguntungkan,” ujarnya. Ditambah minat pemuda menjadi petani di desa ini dinilai masih kurang. Ini dibuktikan dengan tidak adanya petani usia muda yang menggarap sawah di daerah tinggalnya sendiri. ”Mereka sama, lebih suka merantau ke Bogor, kerja di pabrik atau kuli bangunan,” jelas Pahrudin.
Ia sendiri sempat beberapa waktu beristirahat dari dunia tani dan mencoba berdagang sayuran di depan rumahnya. ”Keuntungannya lumayan lah,” katanya. Pahrudin mengamini hasil bertani hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan satu istri dan lima anak.
Namun dengan alasan lebih menyukai pertanian, pekerjaannya sebagai pedagang tidak berjalan lama. Meski penghasilannya tidak banyak, ia memilih kembali mengabdi menjadi petani padi agar tak mengurangi jumlah petani di desanya.
Pahrudin mengungkapkan, di kampungnya buruh tani rata-rata dibayar Rp60.000 per hari. Dengan upah tersebut, banyak yang menganggap tak bisa membayarkan lelahnya menjadi seorang petani.(trb/yok/py