Aktivis Nahdlatul Ulama, Ahmad Fahir mengatakan, ia mendapatkan pengaduan dari sejumlah warga di Kecamtan Ciseeng mengenai nasib miris yang dialami ponpes yang berdiri sejak 20 tahun silam itu. Bangunan pesantren ini sudah lapuk, sebagian lagi ambruk.
“Perlu perhatian dari siapa saja yang terketuk hatinya untuk kemajuan pendidikan Islam,”ujar Fahir kepada Metropolitan, kemarin.
Pendiri Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Institut Pertanian Bogor (KMNU-IPB) ini mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan nasib pesantren. Karena, pesantren memiliki peran yang sama dengan lembaga pendidikan formal lainnya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pesantren memiliki rekam jejak lebih panjang dari sekolah. Sebab, merupakan lembaga pendidikan khas bumi Nusantara yang telah lahir sejak 600 tahun silam.
Sementara itu, Arifin -selaku wali santri- menjelaskan, sejak tahun lalu puluhan santri Al Ikhlas dari desanya dan daerah lainnya sudah dirumahkan. Sebab, kondisi bangunan sudah tidak layak pakai untuk kegiatan belajar mengajar santri.
“Kami berharap pemerintah memperhatikan nasib pesantren, terutama yang bercorak salafiyah seperti Al Ikhlas yang sumber dayanya sangat terbatas. Bahkan tidak pernah diakses bantuan pemerintah,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengasuh Ponpes Al Ikhlas Kiai Muhamad Haerudin mengatakan, kondisi bangunan pesantrennya memburuk sejak tahun lalu.
“Saya mengelola pesantren secara mandiri, mengandalkan usaha warung kecil-kecilan. Tidak mengutip iuran dari santri,”terangnya.
Saat kondisi bangunan mulai lapuk dan miring, ia juga mencoba menggali informasi bantuan, terutama dari Pemkab Bogor. ”Saya sudah datang ke desa beberapa kali untuk mengakses informasi bantuan. Sudah dua tahun lalu sudah tidak ada untuk pesantren,”pungkasnya.
(khr/b/sal)