Minggu, 21 Desember 2025

Soroti Longsor Rumpin, Walhi Jabar: Kurang Pengawasan

- Kamis, 16 September 2021 | 13:30 WIB

METROPOLITAN - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat (Jabar) memberi kritik tajam atas terjadinya bencana banjir dan longsor di wilayah Rumpin dan seki­tarnya. Walhi menduga kuat bencana yang terjadi disebab­kan aktivitas galian tambang. Direktur Walhi Jabar, Meiki W Paendong, menegaskan pihaknya mengecam keras giat eksploitasi tambang yang merusak lingkungan hidup. Terlebih jika dampak negati­fnya membahayakan kese­lamatan dan keamanan warga. “Karena sesuai Undang- Undang Minerba maupun UU PPLH, setiap usaha tambang itu wajib melakukan rekla­masi, rehabilitasi, dan miti­gasi dari dampak usahanya pada alam maupun lingkungan sosial,” kata Meiki. Ia mengungkapkan, bocoran dari hasil kajian Dinas ESDM Provinsi Jabar, hasil produksi tambang di Kabupaten Bogor sudah melewati ambang batas. Sebab, hasil produksi melam­paui jumlah pemesanan barang dari luar. Karena itu, sempat akan ada moratorium, namun terbentur UU Cipta Kerja. “Dalam analisa kami, ba­nyaknya produksi tidak diimbangi adanya pengawa­san dan pengelolaan oleh internal perusahaan maupun dinas terkait seperti ESDM dan LH. Padahal, itu kewaji­ban perusahaan maupun pemerintah,” paparnya. Meiki juga menegaskan, dalam Izin Usaha Per­tambangan, Undang-Undang Minerba dan PPLH sangat jelas bahwa pelaku usaha pertambangan wajib mela­kukan reklamasi, rehabilitasi, dan mitigasi dari dampak usahanya. “Jadi kewajiban-kewajiban ini harus terus disuarakan, didorong, dan dikampanyekan semua pihak. Sehingga jangan sampai bukit dikupas, gunung dikeruk, sungai tercemar, lubang besar terbuat, lalu pengusaha abai atas tanggung jawabnya,” terang Meiki. Sementara itu, Camat Rum­pin, Ade Zulfahmi, mengata­kan bahwa dari hasil penin­jauan ke lokasi longsor dan setelah berkomunikasi dengan PT Batu Sampurna Makmur (PT BSM) bahwa perusahaan bertanggung jawab dan sudah menyiapkan lahan untuk re­lokasi korban terdampak. Ia menuturkan, sejak long­sor pertama yang terjadi 3 Agustus 2021, aktivitas usaha tambang sudah dihentikan. Lalu PT BSM juga telah mela­kukan upaya perbaikan lereng atau tebing yang longsor. “Namun perbaikan hanya bertahan 35 hari, karena alam berkehendak lain. Terjadi kembali retakan tanah pada Rabu sore 8 September 2021 dan berlanjut longsor susulan pada Jumat sore 10 September 2021. Pada 11 September, kami lakukan peninjauan ke lokasi,” bebernya. Dengan adanya peristiwa tersebut, lanjut Ade Zulfahmi, usaha tambang tidak akan diteruskan dan penanganan selanjutnya adalah proses re­lokasi rumah warga yang roboh. Untuk cakupannya akan min­ta arahan dari dinas terkait. “Relokasi korban, termasuk dengan pembangunan rumah, kami sudah berkirim surat ke Pusat Vulkanologi dan Miti­gasi Bencana Geologi. Se­moga warga mau direlokasi,” pungkasnya. (mul/c/els/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X