metro-bogor

Camat: Keinginan Warga nggak Logis

Jumat, 28 Juni 2019 | 15:19 WIB

Metropolitan - Perseteruan warga Kampung Ciletuh­hilir, RT 01/06, Desa Watesjaya, Kecama­tan Cigombong, dengan MNC Land, anak perusahaan PT MNC Grup soal seng­keta lahan, kian me­runcing. Secara terang-terangan, pe­rusahaan menantang warga melalui kuasa hukumnya untuk menggugat lahan makam yang disengketakan.

Menanggapi persoalan itu, Camat Ci­gombong Basrowi pun angkat bicara. Menurutnya, permasalahan warga dengan MNC Land sudah terjadi sejak tiga tahun silam, saat perusahaan milik taipan Hary Tanoesoedibjo itu memaparkan rencana membangun megaproyek MNC Land di lokasi itu. Tak kurang dari lima pertemuan pun berakhir deadlock.

”Awalnya awal pertemuan dengan warga dan perusahan. Tidak ada obro­an soal makam itu milik warga. Semua paham itu punya MNC. Hanya saja ada upaya perusahaan membebaskan lahan. Mandek di negosiasi harga,” katanya saat ditemui Metropolitan di kantornya.

Secara kasar, sambungnya, di awal pertemuan, ada ucapan ’silakan pinda­hkan makam asal perkampungan itu dibebaskan semua’. ”Malah di awal ng­gak harus semua, 70 persen bebas, pe­makaman bisa pindah,” imbuhnya.

Hingga saat itu, menurutnya, tidak ada masalah soal pemakaman. Hanya saja mentok di negosiasi harga pembebasan lahan perkampungan. Isu pemakaman pun disebut cuma jadi bumper.

”Ke sini-sini warga pakai pengacara, baru muncul statement makam punya warga. Awalnya mah nggak. Sampai ada ucapan itu makam dari zaman Belanda, itu pembuktiannya kan sulit. Kalau tanah eks Kehutanan nggak ada leter C-nya,” bebernya.

Ia melanjutkan, karena warga sudah menguasakan pada pengacara. Maka arahnya jelas akan dibawa ke jalur hu­kum. Kalau kearah itu, maka dokumen-dokumen jadi senjatanya. Sehingga tidak mungkin dikeluarkan sekarang.

”Masing-masing sekarang nggak bisa, atau nggak mau menunjukan surat ma­kam. Itu akan keluar di persidangan. Wajar sekarang saling nutup. Kalau per­mukiman saya yakin itu punya warga. Kalau makam, infonya MNC punya surat itu,” ujarnya.

Ia juga menuding warga tidak logis dalam memberikan harga soal pembe­basan lahan. Dari empat kali mediasi, semua tidak menemui hasil. Di awal pertemuan, ada tawaran dari perusa­haan Rp1 juta per meter untuk pembe­basan lahan, namun warga minta Rp2,5 juta per meter. Permintaan warga makin menjadi-jadi hingga menaikan permin­taan jadi Rp3,5 juta per meter.

”Nggak logis. Menurut pasar, itu su­dah tinggi. Tapi keukeuh warganya. Keinginan nggak bisa terpenuhi. Jadi­

 Meskipun sekarang isunya malah soal pemagaran perkamnya kait-kait dengan makam. pungan, jadi ke mana-mana,” ketusnya.­

Sebelumnya, Kepala Humas Divisi Estate Manajemen MNC Land Azwar mengatakan, jika memang warga masih keukeuh mengklaim tanah garapan yang digunakan sebagai makam kramat itu milik warga, harus­nya bisa dibuktikan dengan surat sebagai alas hak.

Apalagi kini warga punya kuasa hukum, yang seharusnya bisa melayangkan gugatan se­cara resmi untuk pembuktian. Pihaknya percaya diri bisa me­nang, lantaran memiliki surat-surat kepemilikan.

“Ya kita tantang lah, gugat saja secara hukum kalau me­mang mereka punya suratnya, sekarang kan mereka punya kuasa hukum, gugat saja. Ini kan mereka nggak bisa, kalau gugat kan ada bukti alas haknya. Kita ada, HGB (Hak Guna Bangu­nan, red) Saya sering bilang ke Pak RW, gugat saja, kalau mau demo ya ke hotel (kantor, red) saja, silakan,” katanya.

Halaman:

Tags

Terkini