Metropolitan - Perseteruan warga Kampung Ciletuhhilir, RT 01/06, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, dengan MNC Land, anak perusahaan PT MNC Grup soal sengketa lahan, kian meruncing. Secara terang-terangan, perusahaan menantang warga melalui kuasa hukumnya untuk menggugat lahan makam yang disengketakan.
Menanggapi persoalan itu, Camat Cigombong Basrowi pun angkat bicara. Menurutnya, permasalahan warga dengan MNC Land sudah terjadi sejak tiga tahun silam, saat perusahaan milik taipan Hary Tanoesoedibjo itu memaparkan rencana membangun megaproyek MNC Land di lokasi itu. Tak kurang dari lima pertemuan pun berakhir deadlock.
”Awalnya awal pertemuan dengan warga dan perusahan. Tidak ada obroan soal makam itu milik warga. Semua paham itu punya MNC. Hanya saja ada upaya perusahaan membebaskan lahan. Mandek di negosiasi harga,” katanya saat ditemui Metropolitan di kantornya.
Secara kasar, sambungnya, di awal pertemuan, ada ucapan ’silakan pindahkan makam asal perkampungan itu dibebaskan semua’. ”Malah di awal nggak harus semua, 70 persen bebas, pemakaman bisa pindah,” imbuhnya.
Hingga saat itu, menurutnya, tidak ada masalah soal pemakaman. Hanya saja mentok di negosiasi harga pembebasan lahan perkampungan. Isu pemakaman pun disebut cuma jadi bumper.
”Ke sini-sini warga pakai pengacara, baru muncul statement makam punya warga. Awalnya mah nggak. Sampai ada ucapan itu makam dari zaman Belanda, itu pembuktiannya kan sulit. Kalau tanah eks Kehutanan nggak ada leter C-nya,” bebernya.
Ia melanjutkan, karena warga sudah menguasakan pada pengacara. Maka arahnya jelas akan dibawa ke jalur hukum. Kalau kearah itu, maka dokumen-dokumen jadi senjatanya. Sehingga tidak mungkin dikeluarkan sekarang.
”Masing-masing sekarang nggak bisa, atau nggak mau menunjukan surat makam. Itu akan keluar di persidangan. Wajar sekarang saling nutup. Kalau permukiman saya yakin itu punya warga. Kalau makam, infonya MNC punya surat itu,” ujarnya.
Ia juga menuding warga tidak logis dalam memberikan harga soal pembebasan lahan. Dari empat kali mediasi, semua tidak menemui hasil. Di awal pertemuan, ada tawaran dari perusahaan Rp1 juta per meter untuk pembebasan lahan, namun warga minta Rp2,5 juta per meter. Permintaan warga makin menjadi-jadi hingga menaikan permintaan jadi Rp3,5 juta per meter.
”Nggak logis. Menurut pasar, itu sudah tinggi. Tapi keukeuh warganya. Keinginan nggak bisa terpenuhi. Jadi
Meskipun sekarang isunya malah soal pemagaran perkamnya kait-kait dengan makam. pungan, jadi ke mana-mana,” ketusnya.
Sebelumnya, Kepala Humas Divisi Estate Manajemen MNC Land Azwar mengatakan, jika memang warga masih keukeuh mengklaim tanah garapan yang digunakan sebagai makam kramat itu milik warga, harusnya bisa dibuktikan dengan surat sebagai alas hak.
Apalagi kini warga punya kuasa hukum, yang seharusnya bisa melayangkan gugatan secara resmi untuk pembuktian. Pihaknya percaya diri bisa menang, lantaran memiliki surat-surat kepemilikan.
“Ya kita tantang lah, gugat saja secara hukum kalau memang mereka punya suratnya, sekarang kan mereka punya kuasa hukum, gugat saja. Ini kan mereka nggak bisa, kalau gugat kan ada bukti alas haknya. Kita ada, HGB (Hak Guna Bangunan, red) Saya sering bilang ke Pak RW, gugat saja, kalau mau demo ya ke hotel (kantor, red) saja, silakan,” katanya.