Senin, 22 Desember 2025

Pejabat Pemkab Dituding Pemalas

- Sabtu, 4 Februari 2017 | 10:02 WIB

Fakta yang menyebut Kabupaten Bogor menduduki  peringkat kedua sebagai daerah yang memiliki dana mengendap di perbankan, menjadi sorotan DPRD Kabupaten Bogor. Uang sebanyak Rp833,2 miliar yang mengendap diduga karena banyaknya program Pemerin­tah Kabupaten (Pemkab) Bogor yang tak berjalan. Hal ini sama artinya dengan kemalasan pejabat merealisasikan program pembangunan dan hanya mengandalkan bunga untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).

 Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor Iwan Setiawan menga­takan, sebenarnya yang jadi persoalan bukan masalah dana yang mengendap, me­lainkan program yang tak ber­jalan sehingga mengakibatkan dana tersebut mengendap. Karena itu, Pemkab Bogor ha­rus membuat perencanaan yang lebih komprehensif dan terukur di setiap kegiatan. “Kalau saya pribadi melihat dana mengendap itu bikin miris ya. Sebab, masih banyak program yang belum tersentuh bagi masyarakat,” kata Iwan.

Menurut Iwan, selama ini di Kabupaten Bogor masih ba­nyak pengajuan anggaran. Seperti penganggaran pembangunan sekolahan, te­tapi tanah yang akan dibangun belum tersedia. Dengan dasar itu, sudah sebaiknya pemerin­tah mengukur sesuai kemam­puan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). “Azas APBD itu terukur, maka janganlah menganggarkan tetapi tidak diukur sesuai dengan kemampuan. Di Struktur Or­ganisasi dan Tata Kerja (SOTK) baru ini juga kami akan lihat apakah maksimal dalam pe­nempatan-penempatan ke­giatan yang mereka usulkan. Karena jangan sampai ada dana mengendap yang nega­tif,” ucapnya.

Politisi Gerindra ini menjelas­kan, memang dari dana mengendap itu bisa mengha­silkan bunga dan menjadi PAD bagi Pemkab Bogor. Namun, jangalah ada indikasi tingginya dana tersebut hanya untuk mengandalkan sebagai penda­patan. Sebab, prestasi itu ke­tika uang APBD terpakai semua dan bermanfaat untuk masy­arakat. “Prestasi itu kalau se­muanya terealisasi, bukan malah mengejar bunga untuk meningkatkan PAD,” jelas dia.

Ia juga meminta dengan ada­nya kejadian ini Pemkab Bogor dapat secepatnya mempela­jari dan mengevaluasi kinerja­nya. Sebab, kenapa masih banyak kegiatan yang tidak bisa diserap Satuan Kerja Pe­rangkat Daerah (SKPD). “Kalau pembebasan lahan satu dan dua tahun tidak bisa terserap, ya tentu tidak usah dianggar­kan kembali. Keledai saja cuma dua kali masa mau ketiga kali, janganlah,” ketusnya.

Iwan menambahkan, keja­dian ini terjadi hampir di semua dinas yang ada di lingkup Pem­kab Bogor. Makanya, pihaknya akan melihat dinas mana saja yang tak bisa menyerap ke­giatan yang sudah dimasukkan ke APBD di Laporan Keterang­an Pertanggung Jawaban (LKPj) nanti. “Kita akan lihat nanti di bulan ke tiga. Menurut saya semua dinas sama, bukan hanya satu saja,” ujarnya.

Hal ini dipertegas Direktur Center for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi. Dia me­rasa tingginya dana mengendap diakibatkan kurangnya kemam­puan birokrasi dalam mengelo­la anggaran. Alih-alih mengon­versinya menjadi program pembangunan, anggaran ba­nyak ditabung di bank. “Di berbagai daerah, hasil bunga tersebut kemungkinan tidak masuk ke PAD, tetapi masuk ke kantong kepala daerah dan kroninya. Dalam modus ini, anggaran sengaja diinvestasi­kan untuk kepentingan pri­badi,” katanya.

Sebelumnya Kabupaten Bo­gor masuk lima terbesar penyim­pan saldo di perbankan. Se­suai data yang dirilis Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu) per akhir Desember 2016, dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan mencapai Rp83,85 triliun. Khusus untuk pemerin­tah kabupaten, ada lima kabu­paten dengan saldo simpanan terbesar di perbankan berda­sarkan lokasi bank yakni Ka­bupaten Bandung sebanyak Rp1,12 triliun, Kabupaten Bogor sebanyak Rp833,2 miliar, Ka­bupaten Tangerang sebanyak Rp825,4 miliar, Kabupaten Bekasi sebanyak Rp764,7 mi­liar dan Kabupaten Tanahlaut sebesar Rp695,2 miliar.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bo­gor Adang Suptandar mengakui endapan itu memang sulit untuk dihindari, sebab memang sudah ada di kas daerah. Apalagi uang itu merupakan cash budget daerah yang telah diprogram dan bisa dicairkan sesuai jad­walnya. Semisal setiap tahun cash budget keluar pada triwu­lan I, II dan III. “Sudah terprogram seperti itu. Saya juga mau tahu nih kemenkeu itu lihatnya dari mana. Tapi yang jelas banyak komponen dalam uang itu. Tak semata uang yang idle (diam, red),” kata Adang, belum lama ini. Komponen itu, menurut Adang, di antaranya dari ang­garan pekerjaan fisik, efisiensi paket pekerjaan hingga bunga deposito dari giro yang sewak­tu-waktu bisa dicairkan saat dibutuhkan. “Untuk fisik, ada yang baru dibayarkan pada akhir tahun. Namun, ada juga beber­apa yang belum dibayarkan ka­rena memang pekerjaan yang belum selesai dan diluncurkan ke 2017,” ucapnya.(rez/c/els/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X