Besarnya dana mengendap sebesar Rp833,2 miliar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor di perbankan memunculkan fakta baru. DPRD Kabupaten Bogor menyebut Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor menjadi penyumbang kegiatan terbanyak yang tak bisa diserap dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2016 Kabupaten Bogor. Bahkan jika dilakukan dengan sengaja, pengendapan di bank termasuk kejahatan anggaran.
Anggota Badan Anggararan (Banggar) DPRD Kabupaten Bogor Erwin Najmudin mengatakan, tak heran jika dana mengendap Pemkab Bogor masuk ke dalam posisi kedua penyimpan saldo terbesar di perbankan. Sebab, banyak kegiatan besar infrastruktur di Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) sekarang Dinas PUPR yang tak bisa diserap oleh mereka.
“Kalau secara rinci kegiatan yang tak bisa diserap saya kurang hafal. Cuma, dari hasil rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD, Bina Marga penyumbang kegiatan terbanyak yang tak bisa terserap,” kata Erwin saat ditemui di halaman Gedung DPRD Kabupaten Bogor, kemarin.
Menurut Komisi I DPRD Kabupaten Bogor ini, sudah sepatutnya Bupati Bogor Nurhayanti dapat mengganti kepala dinas (kadis) yang tersendat dalam menjalankan kegiatan. Karena, saat ini bukan lagi berbicara menyalahkan sistem, tetapi pelaksana sistemnya yang gagal menjalankan program.
“Pelaksana sistem yang salah ini yang tidak boleh dibiarkan. Di laporan kinerja nanti bupati harus mengganti pengendali sistem yang tak bisa menyerap kegiatan. Kalau Bina Marga kan sudah diganti sekarang, tinggal dia (kadis barunya) memperbaiki kinerja, kita lihat saja,” ucapnya.
Politisi Golkar ini juga menyarankan, bupati menilai bawahannya dari indikator kualitas kinerja, bukannya dari segi politis. Sebab, dengan kategori seperti itu kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sudah sangat tidak menjanjikan. “Bupati bisa melihat indikator kualitas kinerja bukannya politis,” saran dia.
Sementara, dilanjutkan dia, untuk dugaan adanya kesengajaan tingginya dana tersebut untuk mengandalkan sebagai pendapatan, itu tidak dibenarkan. Sekalipun benar, itu merupakan kejahatan anggaran yang dilakukan Pemkab Bogor. “Kejahatan anggaran kalau untuk mengumpulkan bunga. Seharusnya anggaran itu direalisasikan, bukan diendapkan,” ungkapnya.
Pengendapan dana juga pernah terjadi tahun lalu. Pemkab Bogor Kabupaten Bogor menjadi daerah pengendap anggaran tertinggi se-Indonesia, yaitu Rp2,1 triliun. Dulu pemkab membantah tidak mungkin dengan sengaja menumpukan dana idle.
Kalaupun ada, itu merupakan dana dari sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) tahun sebelumnya. Namun pemkab tak menampik ada sejumlah dana di bank yang mengendap tetapi itu dana cadangan yang dipersiapankan untuk mengeksekusi berbagai kegiatan.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor Adang Suptandar mengakui, jika endapan itu memang sulit untuk dihindari karena memang ada di kas daerah. Apalagi, uang itu merupakan cash budget daerah yang telah diprogram dan bisa dicairkan sesuai jadwalnya. Semisal, setiap tahun cash budget keluar pada triwulan I, II dan III. “Sudah terprogram seperti itu, saya juga mau tahu nih kemenkeu itu lihatnya dari mana. Tapi yang jelas, banyak komponen di dalam uang itu. Tak semata uang yang idle (diam),” kata Adang.
Komponen itu, menurut Adang, di antaranya dari anggaran pekerjaan fisik, efisiensi paket pekerjaan, hingga bunga deposito dari giro yang sewaktu-waktu bisa dicairkan saat dibutuhkan. “Untuk fisik, ada yang baru dibayarkan pada akhir tahun. Namun, ada juga beberapa yang belum dibayarkan karena memang pekerjaan yang belum selesai dan diluncurkan ke 2017,” ucapnya.
Terpisah, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, Kabupaten Bogor menjadi contoh nyata terkait permasalahan laten dalam hal penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Indonesia. Ketidakseriusan dan lambannya kinerja, biasanya dapat dilihat dari seberapa banyak anggaran yang parkir di perbankan.
Padahal menurut Uchok pemerintah daerah sudah jelas atas program prioritas yang harus dikerjakannya. Di antaranya seperti pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Kemungkinan, Pemkab Bogor perlu diingatkan lagi dengan perkataan Presiden Joko Widodo terkait money follow program atau anggaran digunakan untuk program prioritas. Eks pentolan LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) ini menyindir jika pola pikir Pemkab Bogor tentang ekplorasi anggaran perlu diluruskan kembali. Karena, jangan-jangan Pemkab Bogor menganggap APBD sama halnya dengan harta atau uang pribadi.
“Perlu diluruskan lagi paradigmanya (pola pikir). Khawatir mereka punya pemikiran lebih baik menyimpan di bank agar dapat bunga dibanding dibelanjakan untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya.