METROPOLITAN – Munculnya fenomena geng pemerkosa massal atau Geng Raid mulai diantisipasi Polres Bogor. Rencana membentuk gerakan perlindungan anak sekampung dianggap solusi tepat untuk menekan tindak kekerasan yang dialami anak. Hal tersebut dikatakan Kasubag Humas Polres Bogor AKP Ita Puspita Lena.
Menurut Ita, rencana yang digagas Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) untuk membuat gerakan perlindungan anak hingga wilayah-wilayah itu sangat baik. Mengingat hal itu bisa meredam persoalan kekurangan ekonomi yang kerap melanda di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. “Sangat bagus dan kita setuju dengan penanganan geng pemerkosaan itu hingga ke bawah,” kata dia.
Ita sedikit menyayangkan terkait masih banyaknya kasus kekerasan terhadap anak. Namun, masyarakat yang mengetahuinya enggan melaporkan kepada aparat kepolisian. “Padahal fungsi polisi juga tidak melulu menindak, bisa saja dengan anjuran mediasi dan kita awasi pasca tercapai kesepakatan,” ucapnya.
Dari data Penanganan Perempuan dan Anak Polres Bogor pada 2016, tindak pelecehan seksual yang terjadi terhadap anak sebanyak 95 kasus. Dengan rincian persetubuhan terhadap anak sebanyak 58 kasus dan perbuatan cabul terhadap anak sebanyak 37 kasus. “Tahun lalu ada 95 kasus yang kita selesaikan,” ujarnya.
Sebelumnya, orang tua di Bogor diminta ekstra mengawasi pergaulan anak-anaknya, terutama anak perempuan. Komnas PA memberi peringatan akan adanya geng pemerkosa massal. Pelaku dan korbannya anak di bawah umur. Sesuai catatan Komnas PA, pada tahun ini sudah ada tiga kasus pemerkosaan yang dilakukan segerombolan anak muda. Mulai di Bogor dengan pelaku sebanyak tujuh orang yang memperkosa remaja berusia 14 tahun, lalu di Bengkulu dan Semarang.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait menjelaskan, sebenarnya fenomena Geng Raid ini terjadi ketika situasi keadaan negara tengah dilanda kekacauan seperti terjadi peperangangan atau sebagainya. Namun untuk tahun ini, di Indonesia sedikit berbeda. Negara dalam keadaan baik namun Geng Raid terjadi di mana-mana. “Kami juga tak mengerti dan agak aneh kenapa bisa ada pemerkosaan bergerombolan,” kata Sirait.
Menurut Sirait, terjadinya fenomena ini akibat tsunami teknologi. Di mana teknologi saat ini sudah tak bisa dibendung sehingga menjadi pemicu anak-anak berbuat di luar kewajaran. “Jadi gini. Ketika pemicunya adalah teknologi, dalam artian anak-anak diberikan tayangan pornografi atau pornoaksi, lalu mereka untuk mendorong yang dikonsumsinya (tayangan pornografi, red) melalui minuman keras (miras). Sehingga wajar jika sampai anak di bawah umur berani melakukan pemerkosaan,” ucap dia.
(rez/b/els/run)