Pengadilan Negeri (PN) Cibinong Kabupaten Bogor kini memiliki ruang sidang anak dengan sistem telekonferensi video dan ruang tunggu yang lebih ramah anak. Fasilitas yang baru pertama dan satu-satunya di Jawa Barat merupakan bantuan Uni Eropa melalui United Nations Development Programme (UNDP) Sustain pada lima PN di Indonesia.
Manajer Proyek EU-UNDP Sustain Gilles Blanchi mengatakan, model ruang sidang yang diterapkan di PN Cibinong bisa meminimalisasi dampak psikologis pada anak yang tersangkut kasus pidana. Karena, melalui telekonferensi, korban dan pelaku berada di ruangan yang berbeda. “Melalui telekonferensi kita bisa melindungi ancaman psikologis terhadap anak,” kata Gilles.
Menurut Gilles, selain di PN Cibinong, dukungan fasilitas yang sama juga diberikan kepada PN Sleman, Kupang, Manado dan Stabat sejak tahun lalu. Fasilitas ruang sidang tersebut juga perlu didukung Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. “Hal ini bertujuan menciptakan keadilan restoratif yang fokus pada partisipasi keluarga, sekolah, serta lingkungan sekitar anak lainnya dalam proses peradilan,” ucap dia.
Dirinya juga menambahkan, tujuan keadilan restoratif adalah untuk melindungi masa depan anak dan memberikan perlindungan kepada anak dengan menjunjung tinggi hak-hak mereka. “Seperti hak untuk mendapatkan bantuan hukum, konseling dan pendampingan serta perlindungan dari tindakan yang kejam dan tidak manusiawi,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pengadilan Tinggi Jawa Barat Arwan Byrin berharap seluruh Kepala PN di daerah lain dapat mengadopsi sistem yang digunakan ruang sidang anak di PN Cibinong. Sebab, melalui fasilitas telekonferensi video ini tak hanya bisa digunakan dalam persidangan kasus anak. Melainkan, kasus yang melibatkan perempuan di ruang persidangan utama. “Saya instruksikan semua kepala PN mengadopsi sistem yang digunakan ruang sidang anak di PN Cibinong,” kata Arwan.
Menurut Arwan, di samping kesiapan PN Cibinong yang telah berkelas 1A sejak beberapa bulan lalu, pemberian fasilitas itu juga didorong maraknya kasus anak di Kabupaten Bogor selama ini. Sehingga, diharapkan Pemerintah Kabupaten Bogor dapat melakukan tindakan konkret untuk meminimalisasi kasus-kasus serupa di masa yang akan datang. “Kami meminta pemerintah daerah dapat melakukan upaya meminimalisasi tindak kekerasan yang terjadi terhadap anak dan perempuan,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Bupati Bogor Nurhayanti mengaku sudah membuat kelompok kerja yang menangani kasus-kasus anak berhadapan dengan hukum. Selain itu, ia juga mengaku sudah optimal menyosialisasikan bimbingan anak melalui orang tua dan masyarakat pada setiap kesempatan kunjungan ke masyarakat. “Setiap Kamis saya ikuti majelis taklim bertemu ibu-ibu untuk menitipkan anak-anak yang berjumlah 2,1 juta orang itu,” tutupnya.
(rez/b/els/dit)