CIBINONG – Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Kabupaten Bogor menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Disnaker Kabupaten Bogor, kemarin siang. Dalam aksinya, puluhan orang berpakaian hitam itu mempertanyakan terkait Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) yang diberikan PT Asalta Mandiri Agung dan PT Asalta Surya Mandiri yang berlokasi di Jalan Kandang Roda, Nanggewer, Kecamatan Cibinong.
Departemen Advokasi DPC PPMI Kabupaten Bogor Abubakar mengatakan, selama ini kedua perusahaan itu tidak pernah menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana kedua perusahaan itu masuk sektor tiga yang seharusnya membayarkan UMSK sebesar Rp3.889.886 per bulan per pegawai. Namun, hingga kini pegawai hanya mendapatkan gaji sebesar Rp3,2 juta per bulan.
“Ini kan jelas ada minus sebanyak Rp600 ribu per bulan. Kejadian ini juga sudah berlangsung lama. Kami minta pemerintah menindak dua manajemen perusahaan ini,” kata Abubakar.
Menurut Abubakar, memang pihak manajemen berdalih tak mampu membayar UMSK seribu pegawai lebih yang bekerja di kedua perusahaan itu lantaran ketidakmampuan perusahaan. Namun, ketidakmampuan ini juga tentu harus dibuktikan fakta-fakta yang jelas. Sebab, sampai detik ini pegawai sendiri belum tahu ketidakmampuannya dalam segi apa. “Saat ini mereka sudah mendirikan dua perusahaan baru di Sukabumi, sehingga apa alasan bilang tidak mampu. Belum lagi lembut tetap berjalan. Ini kan tidak real kalau seperti ini. Apalagi kebutuhan produksi saat ini sedang meningkat,” ucap dia.
Dengan ini, ia mewakili rekan-rekannya meminta Disnaker Kabupaten Bogor segera mendesak kedua perusahaan itu menjalankan kewajibannya sehingga tak melanggar aturan. Sebab, aksi seperti ini sudah dilakukan dua kali dan belum menemui titik temu. Lebih parahnya, hari ini (kemarin, red) pihak perusahaan tak menanggapi sama sekali tuntutan yang disampaikan.
“Kami minta pemerintah segera menindak perusahaan yang melanggar aturan. Kalau tidak, kami akan melakukan hal serupa (unjuk rasa, red) sampai perusahaan mengabulkan tuntutan pegawai. Tak dipungkiri kita juga akan melakukan aksi mogok kerja jika tidak ada solusi,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Kabid Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Disnaker Kabupaten Bogor Tagor Hutahaean mengaku akan melihat terlebih dulu persoalan ini melalui tiga hal. Pertama, terkait Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, apakah penyelesaian UMSK masuk ke ranah BAP atau kepolisian.
Kedua, jika perusahaan memang tengah dihadapi keadaan tidak mampu, mereka bersedia menambah atau memberikan lebih tinggi upah para pegawai ketika mengalami peningkatan pendapatan. Ketiga, jika perusahaan tidak mampu harus bagaimana atau diambil langkah konkret seperti apa.
“Kita juga harus melihat secara yuridis, apakah perusahaan mampu. Karena mau dipaksakan bagaimana kalau memang perusahaan tidak mampu. Yang jelas kalau tidak mampu, bisa dirundingkan persoalan ini antara pemilik perusahaan dan pegawainya,” kata Tagor.
Ia menilai pihak yang dapat menunjukkan perusahaan mampu atau tidaknya adalah akuntan publik. Sehingga langkah ke depan untuk meredam persoalan ini, pihaknya akan mencari tahu hasil penilaian dari tim audit kedua perusahaan tersebut.
“Senin (27/3) nanti kita akan coba cari tahu sekaligus fasilitator para pegawai dengan pihak perusahaan. Kalau mampu tetapi tidak membayar, tentu mereka harus membayar. Kalau membandel ya bisa dipidana,” tegasnya.
(rez/c/yok/run)