METROPOLITAN – Anggota MPR RI Soenmandjaja menyambangi Desa Cibinong, Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor, kemarin. Dia menyosialisasikan 4 Pilar MPR RI dalam melaksanakan amanat pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 42 Tahun 2014. Dalam UU tersebut, anggota MPR mempunyai kewajiban menyampaikan nilai-nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tanah air.
Kaum Muda Gunungsindur tampak sangat bersemangat mengikuti acara tersebut. Bahkan salah seorang dari mereka mengaku baru kali ini ada seorang pejabat negara yang datang ke desanya. “Kami tentunya sangat berterima kasih kepada Soenmandjaja yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan “kuliah” kepada kami perihal 4 Pilar MPR RI,” katanya.
Soenmandjaja memberikan penjelasan secara gamblang tentang Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. “Kita harus bisa membumikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Ketuhanan Yang Maha Esa harus kita yakini sebagai keyakinan dasar hidup kita sehari-hari dan teraplikasi dalam kehidupan nyata. Kita harus melaksanakan agama kita dengan benar tapi juga harus bisa menghormati penganut agama lain,” ujarnya.
Setiap orang di Indonesia dijamin kehidupan keberagamaannya oleh Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 29 ayat (2) sepenuhnya menjamin akan hal ini. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bisa kita aplikasikan dalam kehidupan nyata dengan mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya dan mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
“Hal paling mendasar dalam sila Persatuan Indonesia adalah mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan,” terangnya.
Soenman melanjutkan dengan sedikit menyinggung sila keempat dari Pancasila yang intinya adalah mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Demokrasi juga merupakah salah satu perwujudan dari sila keempat ini. “Pemilu dan pilkada sebagai pesta rakyat, juga merupakan wujud dari pengamalan sila keempat,” ujar Soenmandjaja yang juga anggota Komisi III DPR RI.
Ia m enambahkan, nilai dasar dari sila kelima adalah mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan, mengembangkan sikap adil terhadap sesama dan menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Demikian secara ringkas Soenmandaja menjelaskan terkait makna Pancasila.
Saat ini, sambung beliau, setelah dicabutnya TAP MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa), banyak rakyat Indonesia termasuk kaum muda yang kurang memahami akan arti penting Pancasila. Menurut dia, Pancasila adalah benteng bangsa, Pancasila adalah falsafah dasar negara, Pancasila merupakan pemersatu bangsa. “Terutama sila pertama dari Pancasila, membentengi kita dari ajaran sesat komunisme,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan UUD 1945 yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Di akhir penjelasannya, Soenmandjaja menyinggung tentang NKRI adalah harga mati. Tidak bisa ditawar-tawar lagi. Negara Indonesia adalah negara kesatuan, bukan federal atau lainnya. “Negara kesatuan adalah negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal, di mana pemerintah pusat adalah yang tertinggi dan satuan-satuan subnasionalnya hanya menjalankan kekuasaan-kekuasaan yang dipilih pemerintah pusat untuk didelegasikan,” pungkas anggota Mahkamah Kehormatan Dewan ini.
(adv)