Senin, 22 Desember 2025

Sepertiga Bayi Bogor Bertubuh Pendek

- Kamis, 8 Juni 2017 | 08:00 WIB

Berdasarkan hasil studi Kohort oleh Pusat Penelitian Pengembangan (Puslitbang) Gizi, Kementerian Kesehatan, dari 920 bayi yang lahir di Kota Bogor sepertiganya mengalami kondisi stunting. Artinya bayi bertubuh pendek dan berat badan kurang dari tiga kilogram. KEPALA Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Bogor Erna Nuraini mengatakan, bayi-bayi stunting ini lahir dari kelompok ibu-ibu berisiko. Menurut dia, studi Kohort yang dilakukan Puslitbang Gizi dimulai 2011 dan terus berlangsung hingga tahun ini. Studi fokus pada dua bagian, yakni Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Tumbuh Kembang Anak (TKA). Pada bidang TKA diambil responden sebanyak 918 ibu hamil di lima kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Bogor Tengah, yakni Kelurahan Kebonkelapa, Ciwaringin, Ba­bakanpasar dan Panaragan. ”Studi ini mengikuti pertum­buhan ibu hamil mulai dari awal kehamilan sampai bayinya lahir hingga kini berusia empat ta­hun,” kata dia.­ Dari 918 ibu hamil yang dite­liti mulai dari tumbuh kembang janinnya, pemeriksaan keseha­tannya, makannya serta aktivi­tasnya, lahir 920 bayi. Beberapa ibu hamil melahirkan bayi kem­bar. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan, sepertiga ibu hamil yang menjadi koresponden dalam kondisi berisiko. Risiko yang dimaksud berusia di bawah 20 tahun dan lebih dari 35 ta­hun. Berat badan sewaktu ha­mil kurang dari 45 kilogram, selama hamil berat badan kurang dari 11 kilogram dan hipertensi. ”(Sebanyak) 2/5 ibu hamil berisiko ini atau 40 per­sennya memiliki tinggi badan kurang, yakni 150 cm dan 20 persennya anemia. Bahkan, waktu masuk kehamilan sudah anemia,” kata dia. Risiko yang dialami ibu hamil inilah yang menghasilkan bayi-bayi stunting atau bertumbuh pendek (kurang dari 50 cm, red) dan berat badan kurang dari tiga kilogram saat lahir. Bayi yang lahir stunting berisiko prematur dan organ tubuhnya tidak sem­purna. ”Bayi yang lahirnya pen­dek diduga dapat berisiko ter­kena PTM. Dikhawatirkan ka­rena lahir prematur, organ-organ tubuhnya tumbuh tidak optimal,” katanya. Erna menyebutkan, dari hasil analisis yang dilakukan, bayi-bayi yang lahir stunting atau pendek tersebut kebanyakan lahir dari ibu-ibu yang pendek pula. Seorang ibu pendek be­risiko dua kali lebih besar me­lahirkan bayi stunting daripada ibu bertubuh normal. Menurut­nya, bayi-bayi stunting tadi selain karena faktor ibu yang berisiko, juga dipengaruhi fak­tor dari luar yakni lingkungan tempat tinggal, rumah yang kotor dan ventilasi udara yang tidak bagus. ”Jika ibu berisiko menjaga lingkungan tempat tinggal dan mengatur pola gizi seimbang, bayi berisiko stunting dapat dicegah walau ibunya berisiko,” katanya. Erna mengatakan, untuk men­ghasilkan generasi berkualitas, penting mengedukasi masyara­kat agar memperhatikan kese­hatan diri dan lingkungan. Sebab, generasi berkualitas berawal dari kondisi ibu yang bagus. ”Harus disiapkan sebelum seo­rang ibu menjadi calon ibu, yakni mulai saat remaja. Re­komendasi yang diberikan ya­kni menciptakan remaja yang sehat,” kata Erna. (kps/els/run)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X