Ketua Komisi B DPRD Kota Bogor Anita B Mongan mengatakan, saat ini Komisi B sedang berupaya terus untuk mencari bukti-bukti untuk mengugkap tentang bagai mana PT GA bisa mendapat Hak Guna Bangunan (HGB) Pasar Induk TU. "Sedang kami telusuri, bisa di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), atau di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ini yang sedang kami cari tahu untuk mengurai permasalahan,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Politisi Partai Demokrat ini mengaku sudah berkoordinasi dengan Ketua Penyelesaian Pasar TU. Dari informasi yang ia dapatkan, PT GA mengambil alih tanah tersebut, dan dibeli dari pemilik sebelumnya, yakni PT. Tekhnik Umum (TU). “Sejak awal, kami runut dulu dari dokumen perjanjian yang kami punya. Bagaimana hubungan PT. TU dengan PT. GA. Dokumen di kami, yang membangun pasar pertama kali adalah PT. TU, pada medio 1997, lalu pada pengelolaan diambil alih PT GA. Pada 2001, dibuat perjanjian HPL dengan pemkot,” ujarnya,
Dia pun membenarkan adanya dokumen Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. “HPL atas nama Pemkot, kami punya sertifikatnya. Tapi sertifikat HGB atas nama PT Galvindo yang sedang kami cari, ada dimana posisinya sekarang. Sertifikat HPL-nya, perjanjian-perjanjiannya sih ada. Tinggal HGB-nya, supaya runut persoalannya,” ucapnya.
Ditanya soal adanya indikasi dugaan penggelapan aset Pemkot Bogor yang bernilai miliaran rupiah tersebut, Anita mengaku belum bisa mengambil kesimpulan ke arah sana. Sebab, anggota dewan beserta tim hukum sedang menyelidiki sertifikat HGB yang diakui PT. GA tersebut. “Sekarang mah belum bisa jawab itu. Dugaan bisa saja, namun belum terbukti. Yang penting ada sertifikatnya HGB-nya dulu lah,” terangnya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan Hak Pengelolaan No 54 pada 12 Jaunari Tahun 2004, yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Bogor, terungkap bahwa pemegang hak penglolaan lahan seluas 31.975 meterpersegi berlokasi di Soleh Iskandar Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal yang menjadi areal pasa Induk Teknik Umum, merupakan hak Pemerintah Kota Bogor. Namun, disisi lain, PT. Galvindo Ampuh (GA) berdasarkan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dibuat pada pertengahan 2007. PT GA, berhak mengelola hingga 2034. Disamping itu lahan Pasar Induk TU tidak tercatat dalam kepemilkan asset daerah. Kondisi itu memicu kekhawatiran terjadi penggelapan asset yang nilainya diperkirakan mencapai milyaran rupiah.
Informasi yang dihimpun, pada 27 Juli 2017, PT GA melayang surat permohonan pengelolaan pasar Induk ke Walikota Bogor. Menanggapi surat tersebut, pada tanggal yang sama Walikota Bogor Bima Arya, membuat disposisi supaya agar Pemkot Bogor memprioritaskan supaya asset Pasar Induk TU dikelola sendiri oleh Pemkot Bogor. Dalam catatan disposisi yang ditulis tangan langsung oleh Walikota menegaskan supaya pengelolaan sesuai aturan yang berlaku serta menolak pemohonan PT GA sebagai pengelola pasar Induk TU. Dalam dokumen lainnya, yang dibuat pada 2001, pengelolaan pasar hanya selama enam tahun. Sehingga kewenangan PT GA secara otomatis habis pada 2007 saat HPL nya dinyatakan berakhir.
Menanggapi kondisi itu Asisten Pemerintahan Setda Kota Bogor Hanafi menjelaskan, saat ini persoalan pasar induk TU masih dalam proses hukum. Artinya, kedua belah pihak, baik PD PPJ maupun PT. GA harus bisa menahan diri untuk tidak melakukan aktifitas apapun.
Soal status pengelolaan Pasar Induk TU, kata Hanafi, bisa dikategorikan sebagai aset pemkot yang tidak tercatat di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Dirinya pun membenarkan bahwa kini, status pengelolaan ada di PT. GA dengan dasar HGB hingga 2034, sesuai perjanjian setelah hak pengelolaannya habis, pada pertengahan 2007 lalu. Makanya, kata dia, secara hukum, pemkot baru bisa masuk pada saat HGB PT. GA selesai
Hanafi menjelaskan, saat ini statusnya itu Hak Pengelolaan (HPL) oleh Pemkot Bogor, ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, ada perjanjian antara PT. GA dengan Pemkot Bogor bahwa pengelolaan pasar sesuai HGB hingga 2034. Perjanjian dibuat karena PT. GA belum bisa menjual seluruh kios yang ada. “Istilahnya rugi lah, minta perpanjangan. Artinya, statusnya sekarang HGB PT. GA, diatas HPL-nya Pemkot. Karena itu aseet tersebut dikaegorikan sebagai aset pemkot yang tidak tercatat,” katanya saat dikonfirmasi Metropolitan, kemarin.
Hanafi menambahkan, pihaknya kini sudah melakukan mapping di Pasar Induk TU. Untuk selanjutnya ditindaklanjuti sebagai masukan di pengadilan. Hasil itu, lanjut Hanafi, akan menjadi dasar untuk mendapatkan solusi, sesuai aturan yang ada “Mapping saja, kata PT.GA kan masih banyak kios yang belum laku, itu yang menjadi dasar perjanjian pada 2007. Sekaligus untuk melihat kondisi terbaru disana seperti apa. Mencari solusi, kesepakatan, antara pihak yang berkonflik, sebagai langkah awal. Kami sudah minta kedua belah pihak untuk menghentikan dulu aktifitas,” paparnya.
Lebih khusus, dia juga menekankan kepada PD PPJ untuk lebih bisa menahan diri sebelum adanya putusan dari pengadilan. Menurutnya, pemkot harus menyelesaikan persoalan dengan PT. GA terlebih dahulu, sebelum PD PPJ bisa masuk, sebagai pengelola sesuai SK Wali Kota tahun 2012.“Termasuk urusan ‘secure parking’, yang dikelola PD PPJ melalui pihak ketiga. Ini juga harusnya tidak dibenarkan,” tandasnya.
Terpisah, Pengamat Hukum Universitas Pakuan Bogor Muhammad Mihradi berpendapat, dari sudut hukum, Pasar Induk TU bisa saja dikategorikan sebagai aset Pemkot Bogor yang tidak tercatat di BPKAD. Sebab, lanjutnya, ada perjanjian yang membenarkan aturan tersebut. “Kan ada perjanjiannya, bagaimana HGB-nya. Kalau pemkot bilang HGB diatas HPL, ya memang bisa, tergantung perjanjiannya seperti apa. Bisa secara aset punya pemkot, tetapi dikelola orang lain. Balik lagi kepada perjanjian diawalnya seperti apa,” ucapnya.
(ryn)