METROPOLITAN – Berdasarkan dari dari Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini jumlah penduduk miskin mencapai jumlah 487 ribuan atau sekitar 8,57 persen dari jumlah penduduk 5,6 juta jiwa. Presentase tersebut masih dibawah ambang batas tingkat kemiskinan ditingkat Jawa Barat yang menjapai 9,57 persen atau tingkat nasional yang mencapai 11,13 persen.
Menangapi hal tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Kesejahteraan Sosial (Kesos) pada Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BappedaLitbang) Kabupaten Bogor, Emy Sriwahyuni mengatakan, ada dua indikator cara pendataan masyarakat miskin. Pertama dilihat dari data mikro lalu data makro.
"Kalau data mikro itu seperti angka kemiskinan 8,57 persen saat ini. Itu dikeluarkan BPS setiap tahunnya. Namun disini tidak bisa menyebutkan by name by address nya atau tidak tahu siapa dan dimana alamat orang tersebut. Karena sifatnya ini proyeksi (gambaran)," kata Emy.
Untuk indikator makro, kata Emy, dihitung oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Berdasarkan perhitungan TNP2K terdapat empat tahap. Pertama angka kesejahterannya mencapai 0-10 persen, kedua 10-20 persen, ketiga 20-30 persen sedangkan tahap empat 30-40 persen. “Kabupaten Bogor masuk dalam tahap ke 3,” kata Emy.
Selain itu, Emy mengaku pemda memiliki beberapa strategi dalam melakukan pengentasan kemiskinan, hingga angka delapan persen. Salah satunya dengan cara bersinergi bersama dengan perusahan untuk menggenjot dana corporate social responsibility (CSR). Menurutnya target tersebut bisa terkejar satu tahun, asal semua instansi termasuk masyarakat ikut berperan.
"Tapi angka kemiskinan tidak hanya ditentukan oleh internal Kabupaten Bogor, melainkan berkaitan juga dengan eksternal Kabupaten. Misalnya pemerintah pusat menaikkan harga BBM, pencabutan listrik subsidi yang belum lama ini terjadi. Kenaikan harga itu langsung berpengaruh. Intinya eksternal sangat berpengaruh," bebernya.
Sementara itu, Kepala Bappedalitbang Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah mengatakan, tahun ini, tema pembangunan di Kabupaten Bogor bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, pembangunan infrastruktur pun tetap dilakukan, karena itu merupakan elemen pendukung meningkatnya kesejahteraan.
"Infrastruktur masih mnejadi prioritas. Tapi, tahun ini kan lebih selektif. Kami lihat infrastruktur mana yang bisa mendukung produktivitas masyarakat, terutama di daerah terpencil," katanya.
Ia juga menjelaskan, bahawa angka penduduk miskin sangat erat kaitannya dengan penduduk terisolir. Hingga 2018 lalu, sedikitnya ada sembilan kampung di 11 desa yang sangat minim pembangunan, terutama keberadaan jalan sebagai pendukung pergerakan masyarakat.
Kepala DPMD Kabupaten Bogor, Deni Ardiana mengatakan, dari target 39 kampung yang terisolir, 15 diantaranya sudah jalan masuk sebagai penunjang kebutuhan masyarakat. Pada 2017, sisanya terdapat 24 kampung yang yang masih terisolir. “Pembangunan jalan dan jembatan sudah dilakukan terhadap 15 kampung di delapan desa. Menyisakan sembilan kampung lagi,” katanya.
Ia menambahkan, untuk percepatan pembangunan di titik-titik yang terisolasi dilakukan secara bertahap. pada 2018, akan dibangun jalan disembilan kampung dengan mengunakan anggaran Rp10 miliar.
“Insya Allah tahun ini bisa selesai. Untuk pembiayaan terbagi dari APBD Kabupaten Bogor, APBDes hingga Bantuan Keuangan (Bankeu). Jika desa memiliki keuangan sendiri sejak dulu, mungkin kampung terisolir sudah tidak ada, karna DD dan ADD baru efektif tiga tahun terakhir,” tukasnya.
(ads/dik/c)